Sabtu, 21 Oktober 2017

KAPITA SELEKTA PEMBELAJARAN

KAPITA SELEKTA PEMBELAJARAN DRS.H.SUKARNI,MSI FKIP UIR PEKANBARU 2015 KATA PENGANTAR Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan ramhat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan buku ini sebagai bahan ajar dan memperkaya kasanah kita teatang pembelajaran.. Dalam penyusunan menyelesaikan buku ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu pada kesempatan ini perkenankanlah menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang ikut serta membantu. Oleh karena itu dengan senang hati penulis menerima kritikan, masukan dan saran demi kesempurnaan buku ini. Akhir kata penulis mengucapakan terima kasih, semoga buku ini dapat bermanfaat. Pekanbaru, September 2015 DATAR ISI KATA PENGANTAR i Datar Isi ii BAI I. KURIKULUM DAN PERANGKAT PEMBELJARAN 1 1. Pengantar 1 2. Konsep dan Landasan Hukum 3 3. Bentuk Perangkat dan Pedoman Penyusunan 4 4. Pengembangan Silabus 8 BAB II. KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL 16 1. Pengertian 16 2. Rambu rambu penetapan KKM 17 BAB III. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 19 1. Komponen RPP 19 2. Prinsip penyusunan RPP 21 BAB IV. PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELJRAN 23 1. Pengantar 23 2. Acuan pengembangan RPP 27 BAB V. MEKANISME PENYUSUNAN RPP 45 1. Keterkaitan KI dan SKL 46 2. Indikator Pencapaian Kompetensi 47 3. Merumuskan Tujuan Pebelajaran 48 4. Mengindentifiksi materi 48 5. Mengembangkan kegiatan pembelajaran 49 6. Mengembangkan Penilain 50 7. Mrnyusun RPP 51 BAB VI. BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 52 1. Belajar 52 2. Pembelajaran 57 BAB VII. STRATEGI PEMBELAJARAN 67 1. Unsur unsur strategi 67 2. Macam macam strategi 69 3. Kegiatan pembelajaran 69 4. Komponen pembelajaran 76 BAB VIIII. PENDEKATAN PEMBELAJAN 81 1. PENGERTIAN 81 2. Jenis jenis pendekatan pembelajaran 85 3. Perbadaan Pendekatan, strategi, metode. Teknik, taktik, dan model pembelaj 98 BAB IX. KETRAMPILAN DASAR mengajar 1. Keterampilan membuka dn menutup pelajaran 104 2. Ketrampilan menjelaskan 106 3. Ketrampilan bertanya 109 4. Keterampilan memberi penguat 114 5. Ketrampilan mengadakan variasi 116 6. Ketrampilan membingbing diskusi 117 7. Keterampilan mengelola kelas 122 BAB X. MODEL COOPETIVE LEARNING 134 1. Pembelajaran Cooerative Learning 136 2. Tujuan Pembelajaran coperative learning 139 3. Teknik Jigsaw 140 4. Teknik group investigatin 145 5. Model model pembelajaran kooperotive 150 BAB XI. PENGAYAAN DAN REMEDIAL 164 1. Pengayaan 164 2. Remedial 168 3. Metode pembelaran remedial 179 4. Pembelajan efektif 198 5. Team teaching 201 PERMAINGAN 207 DAFTAR PUSTAKA 216 KATA PENGANTAR Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan ramhat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan buku ini sebagai bahan ajar dan memperkaya kasanah kita teatang pembelajaran.. Dalam penyusunan menyelesaikan buku ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu pada kesempatan ini perkenankanlah menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang ikut serta membantu. Oleh karena itu dengan senang hati penulis menerima kritikan, masukan dan saran demi kesempurnaan buku ini. Akhir kata penulis mengucapakan terima kasih, semoga buku ini dapat bermanfaat. Pekanbaru, September 2015 BAB I KURIKULUM DAN PERANGKAT PEMBELAJARAN 1. Pengantar Masa transisi dari kurikulum 1994 ke kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) mengundang banyak dilema. Dilema itu terjadi karena banyak faktor. Di antara faktor-faktor itu adalah paradigma yang tidak berubah, pemahaman konsep yang kurang jelas, narasumber yang terlalu banyak, dan kebiasaan pendidikan pada kurikulum sebelumnya. Dilema itu bisa berakibat fatal kepada dunia pendidikan, khsusunya dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian dalam pembelajaran. Masa transisi dari kurikulum 1994 ke KTSP diabatasi oleh dua kurikulum antara. Kedua kurikulum antara itu adalam kurikulum 1994 yang disuplemen dan kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Kedua kurikulum dari segi hukum sama lemahnya yakni sama-sama tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Dua kurikulum antara itu telah membuat dunia pendidikan ditangkap kebingungan. Kurikulum 1994 suplemen misalnya, namanya saja suplemen tetapi ada materi yang dikurangi. Biasanya yang suplelemen itu adalah tambahan. Untuk ini tidak sedikit guru mengeluh, terutama guru yang bersungguh-sungguh dalam melaksanakan tugas. KBK juga dilematis. Dasar hukumnya GBHN 1999 - 2004. Acuan konsep subastansinya tidak jelas. KBK dosisialisasikan tahun 2001 di tingkat pusat, kemudian 2002 menjalar ke daerah. Padahal UU Sisdiknas baru muncul 2003 yakni UURI No. 20/2003 dan PP-nya baru lahir tahun 2005 yakni PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Ketika KTSP muncul tahun 2006, dilema kurikulum sebelumnya belum hilang. Ada yang merasa frustrasi menghadapi perubahan tersebut. Betapa tidak, KBK belum terpahami, KTSP sudah muncul. Ada yang mengistilahkan benang kusut dunia pendidikan di Tanah Air. Adanya UURI No. 20/2003, PP 19/2005, Permen 22, 23, dan 24/ 2006 menghapus sebagian besar dilema kurikulum yang dihadapi. Dengan perangkat hukum itu KTSP sudah berpayung di bawah payung hukum yang jelas dan tegas. Undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan menteri sudah menaunginya. Dengan demikian secara yuridis eksistensi KTSP sudah sah, tidak perlu diragukan lagi. Pada tahun-tahun berikutnya muncullah perangkat hukum yang lain seperti Permendiknas No.20/2007 tentang Standar Penilaian, Permendiknas No. 41/2007 tentang Standar Proses. Secara bertahap payung hukum KTSP semakin lengkap. Eksistensi KTSP sebagai kurikulum semakin kuat dari sisi hukum. Secara yuridis dilema itu berakhir, tetapi secra praktis dan substansial dilema itu masih tersisa. Persoalannya terletak pada paradigma dan pemahaman konsep. Ketika KTSP muncul paradigma (pola berpikir dan pola bertindak) pengelola pendidikan (pendidik dan tenaga kependidikan) tidak berubah. Mereka kebanyakan tetap berada pada paradigma lama. Misalnya ketika model kurikulum yang berasal dari sejumlah sekolah diturunkan oleh Departemen Pendidikan Nasional sebagai contoh, dianggap sebagai kurikulum siap pakai. Padahal model itu hanyalah contoh dari beberapa sekolah, contoh itu sebagai model, bukan untuk dilaksanakan di sekolah. Oleh karena pola berpikir dan pola beritndak tidak berubah, contoh itupun dianggap sebagai bahan yang berasal dari nasional yang harus dilaksanakan. Padahal, “KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan, bukan kurikulum yang dibuat oleh pusat atau orang lain untuk dilaksanakan di sekolah kita. Banyak konsep yang tidak kunjung terpahami akibat paradigma tidak berubah. Kebiasaan sebagai pemakai produk orang lain masih menjadi milik pendidik dan tenaga kependidikan. Mau enak dan mau senang tanpa berpikir dan bekerja keras masih menyelimuti diri orang-orang yang bergelimang di dunia pendidikan. Akhirnya, KTSP yang kini dipakai adalah KTSP yang disalin utuh dari sekolah lain di Jakarta atau Jawa. Berdasarkan kondisi itu bahan sederhana ini menyajikan beberapa pokok pikiiran sebagai bahan disksui dan aplikasi penyusunan silabus dan perangkat pembelajaran lainnya. Pokokpikiran itu meliputi dasar hukum penyusunan perangkat pembelajaran, pedoman utama penyusunan perangkat pembelajaran, jenis perangkat pembelajaran, teknik penyusunan perangkat pembelajaran, dan implementasi perangkat pembelajaran dalam kelas. Tentu saja bahan sederhana ini belumlah memadai untuk dijadikan pedoman dalam menyusun perangkat pembelajaran KTSP. Oleh karena itu, sejawat guru dianjurkan membaca sumber-sumber seperti: (1) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22/2006 tentang Standar Isi, Nomor 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, Nomor 20/2007 tentang Standar Penilaian, Nomor 41/2007 tentang Standar Proses, dan Panduan Penyususunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Hal lain yang tidak kalah pentingnya yang harus dirujuk oleh sejawat guru adalah Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20/2003 tentang sistem Pendidikan Nasional. Pada akhir kegiatan pembahasan materi ini diharapkan peserta mampu: (1) mengugkapkan konsep dan landasan hukum perangkat pembelajaran (perencanaan pembelajaran); (2) mengungkapkan pedoman utama penyusunan perangkat pembelajaran; (3) mengungkapkan perangkat pembelajaran untuk mata pelajarannya; (4) Menyusun perangkat pembelajaran yang aplikatif yang berdayaguna dan berhasilguna untuk mata pelajarannya; (5) menggunakan perangkat yang dibuatnya untuk pelaksanaan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. 2. Konsep dan Landasan Hukum Setiap kegiatan mesti ada perencanaan. Perencanaan itu ditata secara sistematis dan hierakis. Sistematika perencanaan diatur sedemikian rupa, sehingga mudah dibaca, dipahami, dan dipedomani dalam pelaksanaan kegiatan. Hierarki kegiatan juga diurut sedemikian rupa sehingga jelas pekerjaan yang harus didahulukan dan dikemudiankan. Khusus untuk pembelajaran, perencanaan itu dituangkan ke dalam perangkat-perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran tersebut pada hakikatnya adalah instrumen atau alat dari perencanaan. Instrumen itu dapat juga disebut sebagai bagian dari perencanaan. Pada dasarnya, aktualisasi (tampilan) dari perencanaan pembelajaran adalah perangkat pembelajaran. Haruskah pendidik (guru) membuat perencanaan pembelajaran? Jawabnya, ya. Kenapa? Pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses pembelajaran. Hal itu dilandasi oleh dasar hukum yang tegas dan jelas, yakni: (a) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, bab XI, pasal 39, ayat (2) menyatakan, “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat, tertuama bagi pendidik pada perguruan tinggi.” (b) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Satandar Nasional Pendidikan, bab IV, pasal 19, ayat (3) menyatakan, “Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembeljaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.” Pada pasal 20 dinyatakan, “Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil relajar.” 3. Bentuk Perangkat dan Pedoman Penyusunan 3.1 Penghitungan Minggu (Pekan) dan Jam Efektif Perangkat pembelajaran pertama yang dibuat oleh pendidik adalah “Penghitungan Minggu dan Jam Efektif”. Menghitung minggu dan jam efektif sangat diperlukan. Dengan penghitungan ini akan terlihat jumlah minggu dan jam yang tersedia dalam satu semester, yang tidak efektif, dan yang efektif. Langkah-langkah untuk menghitungnya adalah: (1) membaca dan memahami Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22/2006 tentang Standar Isi; (2) membaca kalender ril dan menghitung minggu yang tersedia; (3) pemetaan dan penetapan minggu dan jam efektif dalam bentuk tabel (contoh 1 dan 2; dapat dipilih) Langkah pertama membaca Permen 22/2006. Beban belajar kegiatan tatap muka keseluruhan untuk setiap satuan pendidikan adalah sebagaimana tertera pada Bab III, tabel 25, lampiran Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22/2006 tentang Standar Isi, seperti berikut ini. Alokasi waktu yang ditetapkan oleh Permen 22/ 2006 tentang Standar Isi adalah seperti berikut ini. 1. Permulaan tahun pelajaran adalah waktu dimulainya kegiatan pembelajaran pada awal tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan. 2. Minggu efektif belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran untuk setiap tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan. 3. Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu, meliputi jumlah jam pembelajaran untuk seluruh matapelajaran termasuk muatan lokal, ditambah jumlah jam untuk kegiatan pengembangan diri. 4. Waktu libur adalah waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan pembelajaran terjadwal pada satuan pendidikan yang dimaksud. Waktu libur dapat berbentuk jeda tengah semester, jeda antar semester, libur akhir tahun pelajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk hari-hari besar nasional, dan hari libur khusus. 3. 2. Penetapan Kalender Pendidikan 1. Permulaan tahun pelajaran adalah bulan Juli setiap tahun dan berakhir pada bulan Juni tahun berikutnya. 2. Hari libur sekolah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional, dan/atau Menteri Agama dalam hal yang terkait dengan hari raya keagamaan, Kepala Daerah tingkat Kabupaten/Kota, dan/atau organisasi penyelenggara pendidikan dapat menetapkan hari libur khusus. 3. Pemerintah Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota dapat menetapkan hari libur serentak untuk satuan-satuan pendidikan. 4. Kalender pendidikan untuk setiap satuan pendidikan disusun oleh masing-masing satuan pendidikan berdasarkan alokasi waktu sebagaimana tersebut pada dokumen Standar Isi ini dengan memperhatikan ketentuan dari pemerintah/pemerintah daerah. Langkah kedua adalah membaca kalender ril. Dengan membaca kalender ril akan terlihat minggu yang tersedia untuk setiap bulan. Jika hari yang tersedia pada suatu minggu lebih dari tiga hari, dihitung satu minggu. Jika tiga hari atau kurang dari tiga hari dihitung untuk minggu berikutnya. Langkah ketiga adalah melakukan pemetaan bulan dan minggu yang tersedia dalam satu semester atau satu tahun. Pemetaan dan penetapan tersebut akan melahirkan “Penghitungan Minggu dan Jam Efektif”. Untuk itu dapat dilihat contoh satu dan contoh dua yang terlampir pada materi sajian ini. CONTOH RINCIAN MINGGU DAN JAM EFFEKTIF Satuan pendidikan : Mata pelajaran : Kelas / Semester : IX / Ganjil Tahun pelajaran : 2009 /2010 No Bulan Jumlah minggu Minggu tdk Efektif Jumlah minggu Efektif 1 Juli 4 2 2 2 A ustus 4 1 3 3 September 5 2 3 4 Oktober 4 - 4 5 November 4 - 4 6 Desember 4 2 2 25 7 18 Keterangan : 1. Libur semester genap / MOS : 2..... Minggu 2. Ulangan tengah semester : ....l. Minggu 3. Ulangan semester : 1..... Minggu 4. Libur puasa dan idhul fitri : ...2. Minggu 5. persiapan raport : ...1. Minggu 6. Minggu Jumlah minggu = 25 Minggu Jumlah minggu effektif = 25 Minggu Jumlah jam effektif = 18 X 2 jam = 36 jam = 14 pertemuan Pekanbaru, 12 Juli 2009 Diketahui Oleh Guru Mata Pelajaran Kepala ……… Pekanbaru 4. Pengembangan Silabus Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan /atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup stnadar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi wkatu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menetapkan tujuh langkah pengembangan silabus. Ketujuh langkah itu adalah: (1) mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar; (2) mengidnetifikasi materi pokok/pembelajaran; (3) mengembangkan kegiatan pembelajaran; (4) merumuskan indikator pencapaian kompetensi; (5) penentuan jenis penilaian; (6) menentukan alokasi waktu; dan (7) menentukan sumber belajar. Ketujuh langkah itu perlu dicermati oleh pengembang silabus. Pencermatan itu dimaksudkan untuk menetapkan langkah-langkah yang lebih operasional, yang aplikatif, dan dapat memudahkan pengembang silabus dalam melaksanakan tugasnya. Sajian ini mengajak pengembang silabus mengikuti langkah-langkah praktis berikut ini. 1). Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Langkah pertama yang dilakukan pengembang silabus adalah mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang tercantum pada Standar Isi. Kajian dipusatkan pada: (1) urutan hierarki konsep disiplin ilmu dan tingkat kesulitan materi; (2) keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran; (3) keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaan; (4) keterkaitan antara standar kompetensi dan komepetensi dasar dengan standar kompetensi lulusan mata pelajaran. Standar kompetensi dan kompetensi dasar telah diurut sedemikian rupa oleh penyeusunnya. Akan tetapi, pengembang silabus dapat mengubah urutan itu dengan mempedomani hierarki displin ilmu. Artinya, mungkin ada pengetahuan prasyarat untuk mempelajari suatu pengetahuan, tetapi pengetahuan prasyarat itu berada pada urutan belakang. Pengembang kurikulum dapat mengubah urutannya berdasarkan hierarki itu. Dengan demikian urutan pada Standar Isi dapat diubah oleh pengembang kurikulum. Hal yang sama juga berlaku untuk tingkat kesulitan materi dan tingkat kesulitan dalam mepelejarinya. Pembelajaran dimulai dari yang mudah menuju yang sulit, dari yang dekat kepada yang jauh, dan yang konkret kepada yang abstrak. Berdasarkan itu pula, susunan standar kompetensi dan kompetensi dasar dapat diubah oleh pengembang silabus. Standar kompetensi adalah besaran dari kompetensi dasar. Komepetensi dasar merupakan pecahan atau hasil penjabaran dari standar kompetensi. Hubungan keduanya perlu kembali dikaji oleh pengembang silabus. Bisa jadi, setelah dilakukan kajian ada standar komepetnsi yang belum terjabarkan ke dalam kompetensi dasar dengan tepat, atau kompetensi dasar yang ada tidak atau kurang relevan dengan standar kompetensi. Oleh karena itu, pengembang silabus dapat menyempurnakannya atau memperbaikinya. Tidak tertutup kemungkinan, pengembang silabus dapat menambah kompetensi dasar sebagai pengembangan dari standar komepetnsi, karena kompetensi dasar yang ada merupakan kompetensi minimal yang harus dicapai peserta didik. Keterkaitan standar komepetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran juga perlu dikaji. Ada kompetensi pada mata pelajaran tertentu berhubungan dengan kompetensi mata pelajaran lain. Hubungan itu bisa berupa hubungan sebab atau syarat. Untuk mempelajari kompetensi pada satu mata pelajaran diperlukan komptensi pada mata pelajaran lain. Oleh karena itu, kajian dilakukan oleh pengembang kurikulum dua atau beberapa mata pelajaran secara bersama-sama. Hasilnya tentu berupa keselarasan antarsandar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran. Pedoman untama dalam pengembangan silabus adalah standar isi, standar kompetensi lulusan, dan panduan penyusunan KTSP oleh Badan Standar Naisonal Pendidikan. Pengembang silabus perlu mengkaji hubungan atau keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran dengan standar kompetensi lulusan mata pelajaran. Kalau substansi SK dan KD mata pelajaran ditemukan pada SKL, permasalahan tidak ada. Kalau substansi SK dan KD mata pelajaran ada, tetapi tidak ada pada SKL, juga tidak ada permasalahan. Akan tetapi, substansi ada di SKL, di SK dan KD tidak ada, ini baru masalah. Oleh karena itu, pengembang silabus harus menyikapinya. Umapamanya menampilkan SK dan KD baru berdasarkan SKL, atau menjabarkan SKL langsung menjadi KD, dan kemudian menjadi bagian integral dari silabus. 2) Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi (berada pada urutan keempat, untuk keperluan praktis dijadikan urutan kedua) Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikaotr dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar penyusunan alat penilaian. Indikator dirumuskan berdasarkan kompetensi dasar. Jika kompetensi dasar dianalisis, akan ditemukan sekurang-kurangnya dua hal penting di dalamnya. Kedua hal penting itu adalah “kompetensi” atau tingkah laku dan kedua “bahan ajar atau materi ajar“. Komepetensi biasanya ditandai dengan kata kerja, sedangkan materi ajar ditandai dengan kata benda. Untuk mendapatkan kata kerja operasional yang terukur, kata kerja yang berisi kompetensi atau tingkah laku itulah yang dijabarkan. Bahan ajar yang ada pada kompetensi dasar masih mentah. Artinya bahan itu belum spesifik. Dalam perumusan indikator seyogianyalah bahan itu dibuat lebih spesifik. Perumusan indikator diawali dari analisis kompetensi dasar tersebut dan dengan memperhatikan standar komepetnsi lulusan. Pertanyaannya adalah, “Tanda apa yang dapat ditunjukkan oleh peserta didik sebagai bukti bahwa ia telah mencapai kompetensi dasar?; Apa yang dapat ditampilkan, diperlihatkan, dan atau diperagakan oleh peserta didik sebagai tanda bahwa kompetensi dasar telah dicapainya? Jawaban dari pertanyaan itu adalah indikator. Dengan demikian, indikator adalah perwujudan dari hasil belajar yang dicapai peserta didik, bukan proses belajarnya. Untuk merumuskan indikator diperlukan kata kerja operasional (KKO). Kata kerja operasional merupakan gambaran dari tindakan atau perbuatan peserta didik yang dapat diukur. Artinya, jika peserta didik melakukan sesuai dengan kata kerja itu, pendidik dapat mengetes atau mengopservasi untuk menentukan keberhasilannya. Daftar kata kerja opeasional berikut dapat dijadikan pedoman untuk perumusan indikator. Daftar kata kerja operasional ini hanyalah sebagian kecil dari yang dapat dipilih, hanyalah contoh sederhana. Tidak tertutup kemungkinan untuk memilih dan menetapkan kata kerja operaisonal lain oleh pengembang silabus. 3) .Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang menunjang pencapaian kompetensi dasar dengan mempertimbangkan: (a) potensi peserta didik; (b) relevansi dengan karakteristik daerah; (c) tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik; (d) kebermanfaatan bagi peserta didik; (e) struktur keilmuan; (f) aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran; (g) relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan (h) alokasi waktu. Jenis materi pokok meliputi fakta, konsep, prinsip, prosedur, dan nilai-nilai. Materi pembelajaran yang termasuk fakta misalnya nama-nama objek, peristiwa sejarah, lambang, nama tempat, nama orang, contoh-contoh konkret, dan sebagainya. Materi pembelajaran yang termasuk konsep misalnya pengertian, definisi, ciri khusus, komponen, dan sebagainya. Materi pembelajaran yang temasuk prinsip umpamanya dalil, rumus, adigium, postulat, teorema, atau hubungan antarkonsep yang menggambarkan “jika …, maka …”, seperti “Jika logam dipanasi maka akan memuai”, dan sebagainya. Materi pembelajaran yang berupa prosedur adalah langkah-langkah secara sistematis atau berurutan dalam mengerjakan tugas. Termasuk ke dalamnya cara-cara yang digunakan untuk melakukan atau menghasilkan sesuatu. Sikap atau nilai merupakan materi pembelajaran afektif seperti kejujuran, kasih sayang, tolong-menolong, semangat, minat belajar, dan sebagainya. Pada dasarnya, untuk menentukan materi pokok pengembang silabus tinggal menghilangkan kata kerja yang ada pada kompetensi dasar (KD). Jika kata kerjanya dihilangkan, akan ditemukan materi pokok untuk KD itu. Kemudian untuk mendapatkan materi pokok yang lebih terinci, pengembang silabus dapat menghilangkan kata kerja yang ada pada indikator. Hasilnya adalah matei yangdibutuhkan untuk mencapai indikator. Seandainya materi pokok dan atau uraian materi telah didapatkan dengan cara seperti itu, perlu diajukan pertanyaan, “Apakah dengan materi ini KD atau indikator sudah dapat dicapai?”. Jika jawabnya sudah, berarti materi telah memadai. Akan tetapi, jika jawabnya belum berarti materi harus ditambah. Penambahannya hendaklah memperhatikan jenis-jenis materi seperti diungkapkan terdahulu. 4). Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik. Isian pada kolom kegiatan pembelajaran adalah pengalaman belajar peserta didik, bukan pengalaman mengajar pendidik. Pengalaman belajar itu dirancang atau dirumuskan sedemikian rupa sehingga peserta didik tampil sebagai subjek belajar. Pengalaman itu hendaklah memperlihatkan keterlibatan pisik dan mentalnya. Selain itu juga menggambarkan interaksi antarpeserta didik, antara peserta didik dengan pendidik, antara peseta didik dengan lingkungan, dan antara peserta didik dengan sumber belajar. Hal sangat penting diperhatikan oleh pengembang silabus karena kegiatan yang ada di kelas akan ditentukan oleh rumusan pada kolom ini. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut: (a) kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional; (b) kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar melalui pencapaian indikator; (c) penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran; (d) rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta didik, yaitu kegiatan peserta didik dan materi pembelajaran 5). Penentuan Jenis Penilaian Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri. Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Kegiatan penilaian diawali kegiatan mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik. Informasi itu kemudian diolah dan atau dianalisis sedemikian rupa sehingga dapat diberi makna atau ditafsirkan. Selanjutnya, ditafsirkan atau dimaknai. Hasil dari pemaknaan itulah yang dijadikan landasan untuk mengambil keputusan. Selain itu, penilaian haendaklah diilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian. (a) Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi. (b) Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya. (c) Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan siswa. (d) Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan. (e) Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan. 6) , Menentukan Alokasi Waktu Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam. 7) . Menentukan Sumber Belajar Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi. Selanjutnya penyusun silabus menyiapkan format silabus. Format silabus bisa beranekaragam sesuai dengan kebutuhan. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menawarkan dua bentuk sebagai alternatif format silabus yang dapat digunakan. Format pertama berbentuk matrik dari kiri ke kanan, format kedua berbentuk uraian dari atas ke bawah. Keduanya dapat dilihat seperti yang terlampir materi sajian ini. Tugas 1. BAB II KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM) 1. Pengertian Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menyatakan, “Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah idtetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0 - 100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal (KKM) dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus-menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.” 2. Rambu-rambu penetapan KKM Rambu-rambu penetapan KKM adalah sebagai berikut: 1. kriteria ketuntasan minimal (KKM) ditetapkan pada awal tahun pelajaran; 2. kriteria ketuntasan minimal (KKM) ditetapkan oleh forum MGMP atau KKG sekolah; 3. kriteria ketuntasan minimal (KKM) dinyatakan dalam bentuk persentase yang berkisar antara 0 - 100%; 4. kriteria minimal ideal ditetapkan masing-masing indikator adalah 75%; 5. satuan pendidikan (sekolah) dapat memenatpkan KKM di bawah kriteria minimal ideal, namun harus berupaya meningkatkannya dari tahun ke tahun; 6. dalam menentukan KKM, satuan pendidikan harus mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik, komleksitas indikator; dan kemampuan sumebdaya pendukung; 7. kriteria ketuntasan minimal (KKM) dapat dicantumkan dalam laporan hasil belajar siswa (LHBS) sesuai dengan model laporan yang dipilih. Kompleksitas indikator maksudnya adalah kesulitan dan kerumitannya. Kompleksitas indikator dianggap tinggi jika di dalam pelaksanannya siswa memerlukan kreatifitas dan inovasi yang tinggi, memerlukan waktu yang cukup lama, dan tingkat penalaran dan kecermatan yang tinggi. Daya dukung pelaksanaan pembelajaran meliputi sarana dan prasarana, kemampuan guru, lingkungan, dan biaya yang tersedia. Sedangkan intake siswa adalah masukan kemampuan rata-rata siswa (peseta didik). Kemampuan rata-rata dapat dilihat melalui hasil seleksi penerimaan siswa baru, rapor kelas terakhir dari tahun sebelumnya, tes seleksi masuk atau psikotes, dan nilai ujian nasional bagi SMP, SMA, MTs, dan MA, SMK, MAK. Penafsiran KKM dapat dilakukan dengan tiga cara. Ketiga cara itu adalah: (a) memberikan poin pada setiap kriteria yang ditetapkan sebagai berikut: 1. kompleksitas indicator : (tinggi =1; sedang=2; rendah=3) 2. daya dukung : (tinggi =3; sedang=2; rendah=1) 3. intake siswa : (tinggi =3; sedang=2; rendah=1) Cara penghitungannya adalah jumlah poin yang diperoleh oleh ketiga kriteria dibagi sembilan dan dikalikan seratus. Hasilnya adalah KKM untuk indikator tersebut. Misalnya kompleksitas indikator rendah =3, daya dukung tinggi =3, intake siswa sedang = 2. KKM indikatornya menjadi (b) menggunakan rentangan nilai pada setiap kriteria sebagai berikut: 1. kompleksitas : (tinggi = 50-64; sedang = 65-80; rendah = 81-100) 2. daya dukung : (tinggi= 81-100; sedang = 65-80; rendah =50-64) 3. intake siswa : (tinggi= 81-100; sedang = 65-80; rendah =50-64) Cara menghitungnya adalah jumlah nilai dalam rentangan yang diperoleh dari tiap kriteria dibagi tiga, diperoleh nilai rara-rata. Nilai rata-rata itu adalah nilai ketuntasan minimal dari indikator tersebut. Misalnya kompleksitas indkator sedang diberi nilai 70; daya dukung tinggi diberi nilai 85; dan intake siswa sedang diberi nilai 65. Indikator tersebut akan memperoleh nilai KKM = Untuk menentukan nilai yang pas setiap kriteria perlu disepakati oleh farum KKG / MGMP sekolah. (c) memberikan pertimbangan professional judgement pada setiap kriteria untuk menetapkan nilai sebagai berikut: 1. kompleksitas indikator tinggi, sedang, rendah) 2. daya dukung tinggi, sedang, rendah) 3. intake siswa tinggi, sedang, rendah) Cara menghitungnya ialah dengan melihat komponen yang berpengaruh rendah atau tinggi terhadap penentuan nilai KKM. Jika pengaruh rendahnya satu, nilai dapat diletakkan pada rentangan tinggi, jika pengaruh tingginya satu, nilai dapat diletakkan pada rentangan rendah. Misalnya: kompleksitas indikator rendah, daya dukung tinggi, inteks siswa sedang, dapat dikatakan satu komponen yang mempengaruhi untuk mencapai ketuntasan maksimal 100 yaitu intake siswa sedang. Jadi, guru dapat menetapkan kriterianya antara 80 - 90. Penetapan KKM dilakukan secara berjenjang. Pertama ditetapkan KKM setiap indikator, kemudian dilanjutkan dengan penetapan KKM kopetensi dasar. Caranya ialah dengan menjumlahkan KKM indikator dibagi dengan jumlah indikator yang ada pada kompetensi dasar itu. Untuk menghitung KKM standar kompetensi dilakukan dengan cara yang sama, yakni dengan menjumlahkan KKM komepetensi dasar dna dibagi dengan jumlah komepetensi dasar yang ada pada standar komepetensi itu. Terakhir adalah menghitung KKM mata pelajaran dengan menjumlahkan KKM standar komepetensi dan dibagi dengan jumlah standar kompetensi yang ada pada mata pelajaran itu untuk satu tahun. KKM mata pelajaran inilah yang dicantumkan pada dokumen satu kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Format penghitungan KKM dilampirkan pada materi sajian ini. BAB III RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan ke¬giatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. 1. KOMPONEN RPP 1). Identitas mata pelajaran Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan,kelas, semester, program/program keahlian, mata pela¬jaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan. 2). Standar Kompetensi Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemam¬puan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran. 3). Kompetensi Dasar Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik•dalam mata pelajaran ter¬tentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompe-tensi dalam suatu pelajaran. 4). Indikator Pencapaian Kompetensi Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilai¬an mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja opera¬sional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. 5). Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan ha¬sil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. 6). Materi Ajar Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan pro¬sedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompe¬tensi. 7). Alokasi Waktu Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan un¬tuk pencapaian KD dan beban belajar. 8). Metode Pembelajaran Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembela¬jaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemi¬lihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situ¬asi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran tematik digunakan untuk peserta didik kelas 1 sampai kelas 3 SD/M I. 9). Kegiatan Pembelajaran a. Kegiatan Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan un¬tuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. b.Kegiatan Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran di¬lakukan secara interaktif, inspiratif, menyenang¬kan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses.eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. c. Kegiatan Penutup Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan un¬tuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpul¬an, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindaklanjut. 10). Penilaian Hasil Belajar Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kom¬petensi dan mengacu kepada Standar Penilaian. 11). Sumber Belajar Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kom¬petensi. 2. PRINSIP-PRINSIP PENYUSUNAN RPP 1. Memperhatikan Perbedaan Individu Peserta Didik RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik. 2. Mendorong Partisipasi Aktif Peserta Didik Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, krea¬tivitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar. 3. Mengembangkan Budaya Membaca dan Menulis Proses pembelajaran dirancang untuk mengembang¬kan kegemaran membaca, pemahaman beragam ba¬caan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan. 4. Memberikan Umpan Balik dan Tindak Lanjut RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi. 5. Keterkaitan dan Keterpaduan RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran, ke¬giatan pernlielajaran, indikator pencapaian kompeten¬si, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengako¬modasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya. 6. Menerapkan Teknologi Informasi dan Komunikasi RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegra¬si, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi. 3. PERTANYAAN DAN TUGAS 3.1 Pertanyaan (1) Apa sajakah landasan hukum penyusunan perangkat pembelajaran yang Anda ketahui? Jelaskanlah jawaban Anda secara ringkas! (2) Apakah yang menjadi pedoman utama penyusunan perangkat pembelajaran? Jelaskanlah secara ringkas jawaban Anda! (3) Apa sajakah jenis perangkat pembelajaran yang harus disusun oleh pendidik dalam mata pelajarannya? Jelaskanlah satu persatu secara ringkas prosedur penyusunannya perangkat tersebut! 3.2 Tugas (1) Susunlah perangkat pembelajaran yang dibutuhkan untuk mata pelajaran Anda dengan mempedomani panduan yang ada pada bahan pelatihan ini! (2) Manfaatkanlah perangkat pembelajaran yang Anda buat untuk kegiatan pembelajaran di kelas, kemudian catatlah permasalahan-permasalahan yang Anda hadapi dalam melaksanakannya. Kemudian bawalah permasalahan itu ke dalam diskusi di KKG atau MGMP! BAB IV PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013 I. PENGANTAR A. Latar Belakang Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan rancangan pembelajaran yang harus dikembangkan guru sebagai bentuk pertanggungjawaban kegiatan profesinya kepada masyarakat, sejawat, dan peserta didik. Dalam pengembangan RPP guru menterjemahkan prinsip- prinsip pedagogi dan pembelajaran dalam suatu perencanaan, dan kemudian merealisasikan perencanaan tersebut dalam bentuk pengalaman belajar peserta didik melalui kegiatan pembelajaran yang menerapkan pendekatan saintifik untuk mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didiknya. RPP adalah taught curriculum yang berarti bahwa apa yang dirancang dalam kurikulum harus tertuang dalam RPP, untuk mencapai hasil belajar peserta didik atau learned curriculum yang merupakan hasil langsung dari pengalaman belajarnya. Kesinambungan prinsip-prinsip kurikulum dalam RPP dan kesesuaian pengalaman belajar peserta didik dengan RPP akan menyebabkan hasil belajar yang dimiliki peserta didik sesuai dengan yang diharapkan kurikulum. Jika RPP yang dirancang guru mewakili apa yang dirancang kurikulum tetapi pengalaman belajar peserta didik berbeda dari apa yang dirancang dalam RPP maka hasil belajar peserta didik tersebut adalah hasil pengalaman belajar mereka dan bukan merupakan hasil dari apa yang dirancang kurikulum. Oleh karena itu posisi RPP sangat penting secara pedagodik dan akademik, bukan hanya sekedar memenuhi persyaratan administratif. Selanjutnya, Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah menjelaskan bahwa Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Proses dikembangkan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi sesuai dengan tuntutan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam Permendikbud tersebut tersurat bahwa setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Lebih lanjut, Lampiran IV Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum pada bagian Pedoman Umum Pembelajaran, menyatakan bahwa strategi pembelajaran sangat diperlukan dalam menunjang terwujudnya seluruh kompetensi yang dimuat dalam Kurikulum 2013. Dalam arti bahwa kurikulum memuat apa yang seharusnya diajarkan, sedangkan pembelajaran merupakan bagaimana cara mengajarkannya agar kompetensi tersebut dapat dikuasai oleh peserta didik. Pelaksanaan pembelajaran didahului dengan penyusunan RPP yang dikembangkan oleh guru baik secara individual maupun kelompok yang mengacu pada buku pegangan guru, buku siswa atau silabus yang telah ditetapkan. Bertentangan dengan penjelasan di atas, fakta yang ada mengindikasikan bahwa guru masih mengalami kesulitan dalam menyusun ataupun mengembangkan RPP sesuai ketentuan kurikulum yang berlaku, terutama tentang pengembangan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik dan pengembangan penilaian autentik. Mengingat bahwa setiap satuan pendidikan perlu melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran dengan strategi yang benar untuk ketercapaian kompetensi lulusan seperti telah dikemukakan, maka masih diperlukan adanya panduan atau model untuk membantu guru dalam mengembangkan RPP. Untuk hal itu, maka Direktorat Pembinaan SMA menyusun berbagai naskah yang dapat membantu guru dalam mengembangkan RPP sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampunya, salah satunya adalah Model Pengembangan RPP. B. Tujuan Naskah ini digunakan untuk memfasilitasi guru secara individual maupun kelompok dalam mengembangkan dan menyusun RPP sesuai dengan rambu-rambu sebagaimana yang tercantum pada Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses dan Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 tentang Impelmentasi Kurikulum. C. Ruang Lingkup Naskah model pengembangan RPP ini mencakup hal-hal sebagai berikut. 1. Konsep dan Acuan Pengembangan RPP 2. Komponen dan Format RPP. 3. Meknisme Pengembangan RPP 4. Evaluasi dan revisi RPP D. Landasan Hukum 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 sebagai perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. 3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan. 4. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. 5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. 6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan. 7. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. 8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum. 9. Surat Edaran Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 156928/MPK.A/KR/2013 Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum. II. ACUAN PENGEMBANGAN RPP KURIKULUM 2013 Pengembangan RPP merupakan kewajiban yang harus dikembangkan guru mata pelajaran sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Dalam mengembangkan RPP perlu diperhatikan beberapa hal antara lain; 1) landasan operasional, 2) hubungan antara empat Kompetensi Inti, 3) prinsip pengembangan, dan 4) pendekatan, atau model, atau metode yang disesuaikan dengan karakteristik Kompetensi Dasar (KD) atau karakteristik mata pelajaran, serta tujuan yang akan dicapai. A. Landasan opersional Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa SKL digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan. Memperhatikan kandungan isi Permendikbud tersebut terkait dengan standar isi, standar proses, dan standar penilaian pendidikan, maka peraturan tersebut harus menjadi acuan dalam mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajran (RPP) yang antara lain mencakup materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan kegiatan penilaian. Selanjutnya Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses menyatakan bahwa langkah awal dalam proses pembelajaran adalah perencanaan yang diwujudkan dengan kegiatan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pengembangan RPP dapat dilakukan pada setiap awal semester atau awal tahun pelajaran, dengan maksud agar RPP telah tersedia terlebih dahulu dalam setiap awal pelaksanaan pembelajaran. Pengembangan RPP juga dapat dilakukan oleh guru dalam suatu kelompok mata pelajaran tertentu yang difasilitasi dan disupervisi kepala sekolah atau guru senior yang ditunjuk oleh kepala sekolah, atau melalui MGMP antarsekolah atau antarwilayah yang dikoordinasikan dan disupervisi oleh pengawas atau dinas pendidikan. B. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Kompetensi Inti (KI), Berdasarkan Permendikbud Nomor 54 Tahun 2013 tentang SKL, maka lulusan SMA/MA/SMK/MAK/SMALB/PAKET C harus memiliki kemampuan sikap, pengetahuan, dan keterampilan seperti tampak pada tabel 1 berikut; Tabel 1; Standar Kompetensi Lulusan untuk SMA/MA/SMK/MAK/SMALB/PAKET C Dimensi Kualifikasi Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab serta dampak fenomena dan kejadian. Keterampilan Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri. Ketiga domain sikap, pengeatahuan, dan keterampilan dalam SKL tersebut dijabarkan kedalam Kompetensi Inti (KI), yang untuk jenjang SMA dirumuskan sebagai berikut; Tabel 2: Kompetensi Inti kelas X Dimensi Kualifikasi Kemampuan Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural,dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi,seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab serta dampak fenomena dan kejadian. Keterampilan Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri. Tabel 3: Kompetensi Inti Kelsa XI dan XII Kompetensi Deskripsi Kompetensi Sikap Spiritual 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya Sikap Sosial 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia Pengetahuan 3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah Keterampilan 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai dengan kaidah keilmuan Untuk memhami keterkaitan Kompetensi Inti (KI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dalam pembelajaran, dapat dilakukan melalui kajian terhadap silabus dan buku guru dan/atau buku siswa. (Contoh hasil kajian tersebut dapat dilihat didalam naskah Model Pembelajaran mata pelajaran masing-masing). C. Prinsip-prinsip pengembangan RPP yang mencakup; 1. RPP disusun sebagai terjemahan dari ide kurikulum dan berdasarkan silabus ke dalam bentuk rancangan proses pembelajaran 2. RPP dikembangkan dengan menyesuaikan apa yang dinyatakan dalam silabus dengan kondisi di satuan pendidikan baik kemampuan awal peserta didik, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik. 3. Proses pembelajaran dalam RPP dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mengembangkan motivasi, minat, rasa ingin tahu, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, semangat belajar, keterampilan belajar dan kebiasaan belajar. 4. Proses pembelajaran dalam RPP dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan Mengembangkan budaya membaca dan menulis. 5. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut. 6. RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi. 7. Pemberian pembelajaran remedi dilakukan setiap saat setelah suatu ulangan atau ujian dilakukan, hasilnya dianalisis, dan kelemahan setiap peserta didik dapat teridentifikasi di mana pemberian pembelajaran diberikan sesuai dengan kelemahan peserta didik. 8. RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI dan KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. 9. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran untuk sikap dan keterampilan, dan keragaman budaya. 10. RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi D. Pendekatan, Model, dan Metode Pembelajaran 1. Pendekatan Pembelajaran. Pendekatan pembelajaran pada Kurikulum 2013 adalah pembelajaran saintifik yang merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Pendektan ini menekankan pada proses pencarian pengetahuan, berkenaan dengan materi pembelajaran melalui berbagai kegiatan, yaitu mengamati, menanya, mengeksplor/mengumpulkan informasi/mencoba, mengasosiasi, dan mengomunikasikan, kelima kegiatan ini sering disingkat dengan istilah 5 M. Masing-masing kegiatn tersebut dijabarkan kedalam setiap mata pelajaran yang masing- masing memiliki karakteristik yang berbeda. a. Mengamati bertujuan agar pembelajaran berkaitan erat dengan konteks situasi nyata yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan mencari informasi, melihat, mendengar, membaca, dan atau menyimak disesuaikan dengan karkteristik Kompetensi yang harus dicapai peserta didik. b. Menanya dilakukan agar peserta didik dapat membangun pengetahuannya secara faktual, konseptual, dan prosedural, tentang suatu hukum dan teori, hingga berpikir metakognitif. Dengan demikian, peserta didik memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher thingking skills). Proses menanya dapat dilakukan melalui kegiatan diksusi, kerja kelompok, dan diskusi kelas. Secara sederhana kegiatan menanya sama halnya dengan mengkritisi objek yang diamati. Mengkritisi dilakukan dalam kelompok. Hasil kritisi ini selanjutnya akan dicarikan jawabanya melalui kegiatan eksplor. c. Mengeksplor/mengumpulkan informasi, atau mencoba bermanfaat untuk meningkatkan keingintahuan peserta didik dalam mengembangkan kreatifitas, dan keterampilan berkomunikasi. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui membaca, mengamati aktivitas, kejadian atau objek tertentu, memperoleh informasi, mengolah data, dan menyajikan hasilnya dalam bentuk tulisan, lisan, atau gambar. Informasi yang diperoleh melalui berbagai referensi digunakan untuk menjawab pertanyaan yang buat pada tahapan sebelumnya. d. Mengasosiasi artinya menafsirkan, atau memaknai objek yang diamati berdasarkan referensi yang diperoleh pada kegiatan eksplor sebelumnya. Kegiatan ini dapat dilakukan peserta didik melalui berbagai, aktivitas antara lain menganalisis data, mengelompokan, membuat kategori, menyimpulkan, dan memprediksi/mengestimasi. e. Mengomunikasikan adalah sarana untuk menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, gambar/sketsa, diagram, atau grafik. Kegiatan ini dilakukan agar peserta didik mampu mengomunikasikan pengetahuan, keterampilan, dan penerapannya, serta kreasi peserta didik melalui presentasi, membuat laporan, dan/ atau unjuk kerja. f. Menyimpulkan. 2. Model pembelajaran Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Bruce Joyce dan Marsha Weil (dalam Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun tentang Standar Proses, model pembelajaran yang diutamakan dalam implementasi Kurikulum 2013 adalah model pembelajaran Inkuiri (Inquiry Based Learning), model pembelajaran Discovery (Discovery Learning), model pembelajaran berbasis projek (Project Based Learning), dan model pembelajaran berbasis permasalahan (Problem Based Learning). Untuk menentukan model pembelajaran yang akan dilaksanakan dapat mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut. a. Kesesuaian model pembelajaran dengan kompetensi sikap pada KI-1 dan KI-2 serta kompetensi pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan KD-3 dan/atau KD-4. b. Kesesuaian model pembelajaran dengan karakteristik KD-1 (jika ada) dan KD-2 yang dapat mengembangkan kompetensi sikap, dan kesesuaian materi pembelajaran dengan tuntutan KD-3 dan KD-4 untuk memgembangkan kompetensi pengetahuan dan keterampilan. c. Penggunaan pendekatan saintifik yang mengembangkan pengalaman belajar peserta didik melalui kegiatan mengamati (observing), menanya (questioning), mencoba/mengumpulkan informasi (experimenting/ collecting information), mengasosiasi/menalar (assosiating), dan mengomunikasikan (communicating). (lihat Model Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Mata Pelajaran) Berikut adalah contoh kegiatan dalam model pembelajaran dikaitkan dengan pendekatan saintifik (5M). a. Model Inquiry Learning Model pembelajaran Inkuiri biasanya lebih cocok digunakan pada pembelajaran matematika, tetapi mata pelajaran lainpun dapat menggunakan model tersebut asal sesuai dengan karakteristik KD atau materi pembelajarannya. Langkah-langkah dalam model inkuiri terdiri atas: 1) Observasi/Mengamati berbagi fenomena alam. Kegiatan ini memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik bagaimana mengamati berbagai fakta atau fenomena dalam mata pelajaran tertentu. 2) Mengajukan pertanyaan tentang fenomana yang dihadapi. Tahapan ini melatih peserta didik untuk mengeksplorasi fenomena melalui kegiatan menanya baik terhadap guru, teman, atau melalui sumber yang lain. 3) Mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban. Pada tahapan ini peserta didik dapat mengasosiasi atau melakukan penalaran terhadap kemungkinan jawaban dari pertanyaan yang diajukan. 4) Mengumpulkan data yang terakait dengan dugaan atau pertanyaan yang diajukan, sehingga pada kegiatan tersebut peserta didik dapat memprediksi dugaan atau yang paling tepat sebagai dasar untuk merumuskan suatu kesimpulan. 5) Merumuskan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan data yang telah diolah atau dianalisis, sehingga peserta didik dapat mempresentasikan atau menyajikan hasil temuannya. b. Model Discovery Learning. 1) Stimulation (memberi stimulus). Pada kegiatan ini guru memberikan stimulan, dapat berupa bacaan, atau gambar, atau situasi, sesuai dengan materi pembelajaran/topik/tema yang akan dibahas, sehingga peserta didik mendapat pengalaman belajar mengamati pengetahuan konseptual melalui kegiatan membaca, mengamati situasi atau melihat gambar. 2) Problem Statement (mengidentifikasi masalah). Dari tahapan tersebut, peserta didik diharuskan menemukan permasalahan apa saja yang dihadapi, sehingga pada kegiatan ini peserta didik diberikan pengalaman untuk menanya, mencari informasi, dan merumuskan masalah. 3) Data Collecting (mengumpulkan data). Pada tahapan ini peserta didik diberikan pengalaman mencari dan mengumpulkan data/informasi yang dapat digunakan untuk menemukan solusi pemecahan masalah yang dihadapi. Kegiatan ini juga akan melatih ketelitian, akurasi, dan kejujuran, serta membiasakan peserta didik untuk mencari atau merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah, jika satu alternatif mengalami kegagalan. 4) Data Processing (mengolah data). Kegiatan mengolah data akan melatih peserta didik untuk mencoba dan mengeksplorasi kemampuan pengetahuan konseptualnya untuk diaplikasikan pada kehidupan nyata, sehingga kegiatan ini juga akan melatih keterampilan berfikir logis dan aplikatif. 5) Verification (memferifikasi). Tahapan ini mengarahkan peserta didik untuk mengecek kebenaran atau keabsahan hasil pengolahan data, melalui berbagai kegiatan, antara lain bertanya kepada teman, berdiskkusi, atau mencari sumber yang relevan baik dari buku atau media, serta mengasosiasikannya sehingga menjadi suatu kesimpulan. 6) Generalization (menyimpulkan). Pada kegiatan ini peserta didik digiring untuk menggeneralisasikan hasil simpulannya pada suatu kejadian atau permasalahan yang serupa, sehingga kegiatan ini juga dapat melatih pengetahuan metakognisi peserta didik. c. Problem Based Learning Model pembelajaran ini bertujuan merangsang peserta didik untuk belajar melalui berbagai permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari dikaitkan dengan pengetahuan yang telah atau akan dipelajarinya melalui langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut; 1) Mengorientasi peserta didik pada masalah. Tahap ini untuk memfokuskan peserta didik mengamati masalah yang menjadi objek pembelajaran. 2) Mengorganisasikan kegiatan pembelajaran. Pengorganisasian pembelajaran salah satu kegiatan agar peserta didik menyampaikan berbagai pertanyaan (atau menanya) terhadap malasalah kajian. 3) Membimbing penyelidikan mandiri dan kelompok. Pada tahap ini peserta didik melakukan percobaan (mencoba) untuk memperoleh data dalam rangka menjawab atau menyelesaikan masalah yang dikaji. 4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Peserta didik mengasosiasi data yang ditemukan dari percobaan dengan berbagai data lain dari berbagai sumber. 5) Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Setelah peserta didik mendapat jawaban terhadap masalah yang ada, selanjutnya dianalisis dan dievaluasi. d. Project Based Learning Model pembelajaran ini bertujuan untuk pembelajaran yang memfokuskan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahami pembelajaran melalui investigasi, membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum, memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. Langkah pembelajaran dalam project based learning adalah sebagai berikut; 1) Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek. Tahap ini sebagai langkah awal agar peserta didik mengamati lebih dalam terhadap pertanyaan yang muncul dari fenomena yang ada. 2) Mendesain perencanaan proyek. Sebagai langkah nyata menjawab pertanyaan yang ada disusunlah suatu perencanaan proyek bisa melalui percobaan. 3) Menyusun jadwal sebgai langkah nyata dari sebuah proyek. Penjadwalan sangat penting agar proyek yang dikerjakan sesuai dengan waktu yang tersedia dan sesuai dengan target. 4) Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek. Guru melakukan monitoring terhadap pelaksanaan dan perkembangan proyek. Peserta didik mengevaluasi proyek yang sedang dikerjakan. 5) Menguji hasil. Fakta dan data percobaan atau penelitian dihubungkan dengan berbagai data lain dari berbagai sumber. 6) Mengevaluasi kegiatan/pengalaman. Tahap ini dilakukan untuk mengevaluasi kegiatan sebagai acuan perbaikan untuk tugas proyek pada mata pelajaran yang sama atau mata pelajaran lain. 4. Metode Pembelajaran Metode dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, dan (9) simposium. Pendekatan pembelajaran saintifik dapat menggunakan metode pembelajaran antara lain metode diskusi, metode eksperimen, metode demonstrasi, dan metode simulasi. Pada bahasan ini kan dijelaskan empat metode yang berkaitan dengan kegiatan 5 M, yaitu metode Diskusi, metode Eksperimen, metode Demonstrasi, dan metode Simulasi. a. Diskusi Diskusi merupakan suatu kecakapan atau pembahasan terarah tentang suatu topik, masalah atau isu yang menarik perhatian semua peserta didik. pembahasan dapat diarahkan pada klarifikasi (penjelasan) suatu isu atau masalah, menghimpun ide dan pendapat, merancang kegiatan, atau memecahkan masalah. Kegiatan diskusi dapat dilaksanakan dalam kelompok atau klasikal. Metode ini dapat merangsang peserta didik lebih kreatif dalam memberi gagasan/ide, melatih membiasakan bertukar pikiran dalam mengatasi masalah, dan melatih peserta didik untuk mengemukakan pendapat secara verbal. b. Eksperimen Suatu cara pengelolaan pembelajaran dimana peserta didik melakukan aktivitas percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri suatu yang dipelajarinya. Dalam metode ini peserta didik diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri dengan mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang obyek yang dipelajarinya c. Demonstrasi Demonstrasi merupakan suatu presentasi yang dipersiapkan untuk memperlihatkan suatu perilaku atau prosedur. Presentasi disetai dengan penjelasan lisan, alat, ilustrasi dan pertanyaaan. Dalam kegiatan pembelajaran demonstrasi, peserta didik melakukan aktivitas demonstrasi dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajarinya. Dengan metode ini dapat dikurangi terjadinya verbalisme, pembelajaran lebih menarik, dan peserta didik memiliki kesempatan membandingkan antara teori dengan kenyataan. Tujuan demonatrasi antara lain; 1) mengajarkan bgaimana berbuat atau menggunakan alat/prosedur, 2) meyakinkan bahwa prosedur tersebut adalah benar 3) membangkitkan minat untuk mencoba. d. Simulasi Simulasi merupakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan peralatan atau suasana tiruan. Tujuan; 1) peserta didik menguasai konsep dan keterampilan intelektual, sosial, dan motorik dalam bidang-bidang yang dipelajarinya. 2) Peserta didik mampu belajar melalui situasi tiruan dengan sistem umpan balik dan penyempurnaan yang berkelanjutan. Lngkah kegiatan metode tersebut antara lain; 1) Orientasi, yaitu kegiatan mengemukakan materi pokok/tema/topi menjelaskan arti simulasi dan permainan, penjelasannya tentang keseluruhan simulasi. 2) Partisipasi latihan atau tanya jawab atau penugasan, antara lain; menyusun skenario dan tujuan, menunjuk pemeran, merangkum langkah singkat. 3) Pelaksanaan simulasi, melaksanakan dan mencatat jalannya simulasi, pertanyaan, umpan balik dan evaluasi. 4) Diskusi hasil, merangkum kegiatan dan persepsi atau pertanyaan dan jawaban, kesukaran atau kendala dalam memahami, menganalisis, melakukan proses, dan menrapkan hasil, dikaitkan dengan materi pembelajaran, jika memungkinkan menyusun skenario simulasi yang akan datang. Dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode simulasi, peserta didik dimungkinkan untuk memiliki bekal dalam menghadapi situasi yang sebenarnya. Metode ini juga dapat mengembangkan kreativitas peserta didik, memupuk keberanian dan percaya diri, memperkaya pengetahuan, sikap, dan ketrampilan, dan untuk meningkatkan gairah belajar peserta didik. E. Komponen RPP Mengacu pada Permendikbud Nomor 81A Lampiran IV tentang Pedoman Umum Pembelajaran dan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Stadar Proses, komponen RPP mencakup: 1) data sekolah, matapelajaran, dan kelas/semester, 2) materi pokok; 3) alokasi waktu; 4) tujuan pembelajaran, KD dan indikator pencapaian kompetensi; 5) materi pembelajaran; 6) metode pembelajaran; 7) media, alat dan sumber belajar; 8) langkah-langkah kegiatan pembelajaran; dan 9) penilaian. Kesembilan komponen tersebut dituangkan dalam RPP dengan menggunakan format seperti berikut; Format RPP RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Sekolah : SMA … Mata Pelajaran : … Kelas/Semester *) : … Materi Pokok : … Alokasi Waktu : ... A. Kompetensi Inti 1. 2. 3. 4. B. Kompetensi Dasar dan Indikator 1. (KD pada KI-1) Indikator: 2. ______________ (KD pada KI-2 indikator ________ 3. (KD pada KI-3) Indikator: 4. (KD pada KI-4) Indikator: C. Tujuan Pembelajaran D. Materi Pembelajaran (rincian dari materi Pokok) E. Metode Pembelajaran (rincian dari Kegiatan Pembelajaran) ***) F. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran C. Media D. Alat/Bahan E. Sumber Belajar G. Langkah-langkah Pembelajaran/Rancangan Pertemuan 1. Pertemuan Kesatu: a. Pendahuluan/Kegiatan Awal (…menit) b. Kegiatan Inti (...menit) c. Penutup (…menit) 2. Pertemuan Kedua: a. Pendahuluan/Kegiatan Awal (…menit) b. Kegiatan Inti (...menit) c. Penutup (…menit), H. Penilaian ****) 1. Jenis/teknik penilaian 2. Bentuk instrumen dan instrumen 3. Pedoman penskoran ………., ………………… *****) Mengetahui Guru Mata Pelajaran Kepala SMA …….. NIP. …. NIP. …. Keterangan : *) Untuk satuan pendidikan penyelenggara Sistem Kredit Semester, dapat ditulis dengan “Beban Belajar : …… sks ”. **) Indikator untuk KD-KD dari KI-1 dan KI-2 tidak harus dikembangkan karena keduanya dicapai melalui pembelajaran tidak langsung. Indikator untuk KD-KD dari KI.3 dan KI.4 harus dikembangkan karena keduanya dicapai melalui pembelajaran langsung. ***) dimaksudkan sebagai metode yang digunakan dalam setiap pertemuan dan harus dijaga kesinambungan antara pertemuan satu dengan pertemuan berikutnya untuk dalam satu RPP ****) dituliskan penilaian untuk aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. untuk setiap pertemuan *****)Tambahan legalisasi Guru mata pelajaran dan Kepala Sekolah untuk kepentingan administratif. BAB V MEKANISME PENYUSUNAN RPP Pengembangan RPP merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari kajian terhadap silbus dan buku guru/siswa, dengan tujuan menyusun perencaanaan kegiatan pembelajaran supaya efektif dan efisien, sehingga peserta didik dapat mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Dengan demikian, maka pengembangan RPP dapat digambarkan sebagai suatu proses menjabarkan keterkaitan antara KI dan KD dengan ketercapaian SKL, melalui proses pembelajaran dan penilaian 1. Keterkaitan antara KI dan SKL a. KI-3 kompetensi pengetahuan yang dikembangkan menjadi Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator Pencpaian Kompetensi (IPK), dan selanjutnya dikembangkan menjadi materi pokok/tema/topik yang harus dicapai oleh peserta didik melalui kegiatan pembelajaran (though curriculum) dan akan memberikan pengalaman belajar secara langsung (direct teaching). Untuk mengetahui keberhasilan peserta didik terhadap pengetahuan, dilakukan penilaian pengetahuan dalam bentuk tes tulis, tes lisan, atau penugasan. b. KI-1 dan KI-2 merupakan kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial (dapat dikembangkan menjadi KD dan IPK sesuai karakteristik mata pelajaran) yang harus dicapai peserta didik sebagai dampak penggiring (nurturant effects) dan merupakan pengalaman belajar tidak langsung (indirect teaching) melalui kegiatan pembelajaran yang dikembangkan guru. Penilaian ketercapaian kompetensi sikap tersebut dapat dilakukan melalui pengamatan/observasi, penilaian diri, penilaian antar teman, atau jurnal. c. KI-4 merupakan kompetensi keterampilan yang dikembangkan menjadi KD dan IPK dan harus dicapai oleh peserta didik melalui kegiatan pembelajaran (though curriculum) yang akan memberikan pengalaman belajar secara langsung (direct teaching). Penilaian kompetensi keterampilan dapat dilkukan antara lain dengan penilaian projek, unjuk kerja, atau portofolio. d. Kegiatan pembelajaran yang dikembangkan menggunakan pendekatan saintifik, yaitu pendekatan pembelajaran yang memberikan pengalaman belajar belajar kepada peserta didik melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba/mengumpulkan informasi, menalar atau mengasosiasi, dan mengomunikasikan. e. Keempat kompetensi tersebut harus dicapai peserta didik sebagai hasil pembelajaran secara utuh dan terpadu, agar peserta didik dapat mencapai kompetensi minimal sesuai dengan tuntutan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). 2. Indikator Pencapaian Kompetensi a. Indikator merupakan rumusan yang menggambarkan karakteristik, ciri-ciri, perbuatan, atau respon yang harus ditunjukkan atau dilakukan oleh peserta didik dan digunakan sebagai penanda/indikasi pencapaian kompetensi dasar. Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dapat dirumuskan dengan menggunakan kata kerja opera sional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. b. Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) dikembangkan dari KD yang berasal dari KI-1 (jika ada), KI-2, KI-3, dan KI-4. c. Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) dari KI-1 dan KI-2 tidak harus dikembangkan, namun jika akan dikembangkan maka dapat mengacu pada KD-1 dan KD-2, dan tidak menggunakan kata kerja operasional (KKO) seperti halnya pada IPK untuk KD dari KI-3 dan KI-4. d. Penggunaan KKO pada IPK disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran, dan dikaitkan dengan materi pembelajaran yang memuat pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural (untuk kelas X), serta metakognisi (untuk kelas XI dan XII). 3. Merumuskan Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaran dirumuskan berdasarkan kompetensi dasar, dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Tujuan dapat diorganisasikan mencakup seluruh KD atau diorganisasikan untuk setiap pertemuan. Tujuan pembelajaran dirumuskan dalam bentuk kalimat pernyataan yang menggambarkan arah dan target yang dicapai dalam seluruh rangkaian kegiatan (dalam satu atau berberapa minggu/pertemuan) dalam satu materi pokok/tema/teks, serta memuat penjelasan proses dan hasil yang diharapkan. 4. Mengidentifikasi materi pembelajaran Materi pembelajaran dikembangkan dari KD-3 dan/atau KD-4, serta memperhatikan KD-1 dan KD-2 sebagai dampak penggiring (nurturant effects) hasil belajar peserta didik. Untuk melakukan identifikasi materi pembelajaran harus mempertimbangkan hal-hal antara lain; a. Potensi peserta didik. b. Relevansi dengan karakteristik daerah. c. Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik. d. Kebermanfaatan bagi peserta didik. e. Struktur keilmuan. f. Aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran. g. Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan, dan h. Alokasi waktu. 5. Mengembangkan kegiatan pembelajaran a. Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya untuk mencapai KD. b. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran Saintifik yang berpusat pada peserta didik, serta metode atau yang memberikan pengalaman belajar bervariasi disesuaikan dengan kemampuan awal peserta didik dan karakteristik materi pembelajaran, serta berorientasi pada tujuan yang ingin dicapai. c. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran antara lain; 1) Kegiatan pembelajaran disusun sebagai acuan bagi guru agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional, (2) Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan manajerial yang dilakukan guru, agar peserta didik dapat melakukan kegiatan yang merupakan pengalaman belajar untuk mencapai kompetensi tertentu sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dikembangkan, (3) Kegiatan pembelajaran untuk setiap pertemuan merupakan skenario atau langkah-langkah yang dapat memotivasi dan mengarahkan peserta didik untuk aktif belajar dan menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan nyata melalui kegiatan 5M. d. Kegiatan pembelajaran diorganisasikan menjadi kegiatanPendahuluan, kegiatan Inti, dan kegiatan Penutup. Keseluruhan proses pembelajaran tersebut harus menggambarkan pengalaman peserta didik dalam mencapai kompetensi melalui kegiatan 5M. Kegiatan pembelajaran dapat berupa pemodelan/demonstrasi oleh guru atau ahli, peniruan oleh peserta didik, pengecekan dan pemberian umpan balik oleh guru, dan pelatihan lanjutan. Selain hal yang dijelaskan di atas, dalam pengembangan kegiatan pembelajaran juga perlu diperhatikan model atau metode pembelajaran yang digunakan, alokasi waktu, serta alat/bahan, atau sumber, serta media yang diperlukan. a). Model dan/atau metode pembelajaran dipilih yang sesuai dengan pendekatan saintifik yang diperlukan untuk mengembangkan sikap (spiritual dan sosial, pengetahuan, dan keterampilan) yang pelaksanaannya difokuskan kepada kesesuaian dengan pengalaman belajar peserta untuk mencapai kompetensi tertentu. Selain itu, pemilihan model atau metode juga harus mempertimbangkan karakteristik KD atau materi pembelajaran. b). Menentukan alokasi waktu 1) Penentuan alokasi waktu pada setiap KD didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah KD, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan KD. 2) Waktu harus leluasa untuk memungkinkan peserta didik berproses (menyelesaikan tugas dan mengikuti prosedur yang ditetapkan) 3) Alokasi waktu dirinci dan disesuaikan dengan RPP karena yang dicantumkan pada silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai KD yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam. c). Menentukan alat/bahan/media, atau simber belajar Merupakan rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. 6. Mengembangkan Penilaian a. Penilaian pencapaian KD peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. b. Penilaian dilakukan dengan menggunakan penilaian autentik dan tes dalam bentuk tertulis maupun lisan. , pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, projek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri. c. Oleh karena pada setiap pembelajaran peserta didik didorong untuk menghasilkan karya, maka penyajian portofolio merupakan cara penilaian yang harus dilakukan untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. d. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi yaitu KD-KD pada KI-3 dan KI-4. e. Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya. f. Sistem penilaiannya berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan KD yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. g.Tindak lanjut hasil penilaian berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi ketuntasan. h. Sistem penilaian disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses misalnya teknik wawancara, maupun produk berupa hasil melakukan observasi lapangan. (Lihat naskah Model Pengembangan Penilaian) 7. Menyusun RPP Penyusunan RPP pada dasarnya merupakan suatu U yang dilakukan untuk mengisi/mengembangkan komponen-komponen RPP seperti yang tampak pada format di BAB II. Untuk melakukan hal tersebut dapat menggunakan hasil kajian terhadap silabus dan buku guru dan/atau buku siswa seperti contoh pada tabel 5 berikut; B. Reviu dan Revisi RPP Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 Lampiran IV tentang Pedoman Umum Pembelajaran menyatakan bahwa setiap guru di setiap satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP dan dapat dilakukan pada setiap awal semester atau awal tahun pelajaran, agar RPP telah tersedia terlebih dahulu dalam setiap awal pelaksanaan pembelajaran. Kegiatan reviu dan revisi dapat dilakukan oleh guru secara mandiri, misalnya dengan membuat catatan tentang ketidak berhasilan atau kendala yang dihadapi, untuk dijadikan acuan pada kegiatan pembelajaran di kelas berikutnya, atau sebagai bahan diskusi dengan guru mata pelajaran yang sama. Selain itu, kegiatan tersebut juga dapat dilakukan di dalam kelompok guru mata pelajaran (MGMP) sekolah, atau MGMP kabupaten/kota secara berkala, misalnya setiap bulan atau setiap awal semester. BAB VI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN A. BELAJAR 1. Pengertian Belajar Belajar adalah merupakan suatu kegiatan, dimana seseorang membuat atau menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Tingkah laku yang dimaksud adalah tingkah laku yang positif dalam hubungannya untuk mencapai kesempurnaan hidupnya (Sunaryo, 1989). Dalam proses perubahan tingkah laku yang disebut belajar selalu dipenga¬ruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern. 2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar a. Faktor Intern Faktor intern atau faktor internal, yaitu kondisi yang berpengaruh dalam proses belajar yang berasal dari dalam diri sendiri, sehingga terjadi perubahan tingkah lakunya. Beberapa hal yang termasuk faktor intern, yaitu: kecerdasan (intelegensia), bakat (aptitude), kecakapan (vocational), minat, motivasi, kondisi fisik, dan mental. 1) Faktor Kecerdasan (Intelegensia) Faktor kecerdasan seseorang merupakan modal dasar yang sangat penting dalam proses belajar.Semakin tinggi tingkat kecerdasan seseorang di atas rata-rata (mean = 100), maka semakin besar pula kemungkinannya untuk berhasil dalam belajarnya. Demikian pula sebaliknya. 2) Faktor Bakat (Aptitude) Bakat adalah merupakan hasil pembawaan seseorang.Manusia lahir mem¬punyai bakat masing-masing yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Seseorang mempunyai bakat di bidang teknologi akan kesulitan bila ke 3 padanya diberikan kegiatan belajarr menari.Seorang peserta didik yang berbakat di bidang sosial cenderung tidak rnenyukai bidang-bidang eksakta, teknologi, dan sebagainya. 3) Faktor Kecakapan (Vocational) Kecakapan adalah kemampuan seseorang untuk memahami dengan cepat sekaligus dapat bereaksi melalui tingkah laku dengan tepat dan benar.Se¬makin tinggi tingkat kecakapan seseorang, semakin tinggi pula keberhasi¬lannya dalam belajar. 4) Faktor Minat Minat disebut pula konsentrasi atau perhatian. Konsentrasi ialah pemusatan tenaga psikis dalam menghadapi tugas tugas (belajar). Sedangkan perhatian ialah perasaan tertarik pada suatu masalah yang sedang dipelajari. Konsen¬trasi belajar dipengaruhi oleh perasaan dan perhatian atau minat. Seseorang yang tidak senang menghadapi suatu pelajaran akan tidak berminat untuk mempelajari bidang keilmuan tertentu. Hal ini akan menjadi hambatan untuk mencapai hasii belajarnya dari bidang keilmuan tersebut. 5) Motivasi Belajar Motivasi belajar yaitu keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri peserta yang menimbulkan kegiatan belajar. Motivasi ini menjamin kelang¬sungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi untuk indikator .Motivasi menunjuk motif yang sudah diaktual¬isasikan. 6) Faktor Kondisi Fisik dan Mental Kondisi fisik adalah potensi yang menunjukkan kekuatan energi seseorang dan berkaitan dengan daya hidup jasmani. Orang yang tidak memiliki vitali¬tas tinggi, kondisinya tampak lemah, letih, lesu, akan kurang bergairah dalam proses betajarnya.Demikian pula ketenangan batin atau stabilitas batin seseorang memberikan sumbangan besar dalam keberhasilan bela¬jarnya. b. Faktor Ekstern Faktor ekstern adalah berbagai kondisi di luar individu peserta didik yang dapat mempengaruhi belajarnya. Beberapa kondisi yang termasuk faktor eksternal adalah: iingkungan seko¬lah, keluarga dan masyarakat. 1) Lingkangan Sekolah Lingkungan sekolah merupakan tempat persemaian bagi peserta didik untuk merubah dan menumbuh kembangkan perilakunya. Lokasi sekolah yang baik dan didukung oleh Guru-guru yang memiliki kualifikasi yang potensial dan baik merupakan faktor pendorong mantapnya proses belajar peserta didik.Dengan demikian kondisi seperti itu menjadi¬kan peserta didik memiliki motivasi dalam belajar.Sebaliknya lingkungan sekolah yang kurang baik, misalnya dekat jalan raya, pasar, gedung bioskop, akan kurang memberikan iklim yang baik dalam upaya meningkatkan proses belajar peserta didik.Demikian pula variasi kepadatan jam pelajaran di sekolah yang tidak mengacu pada aspek psikologis akan menjadi ham¬batan pula.Oleh karena itu sebaiknya pengaturan jadwal pelajaran di seko¬lah juga harus diperhatikan oleh pengelola sekolah.Sekolah yang mem¬punyai tingkat kebersihan disertai dengan sistem pertemanan yang baik, menyejukkan lingkungan belajar, disamping adanya relaksitas yang me¬madai akan mendorong tingkat belajar.Lingkungan sekolah yang tertib merupakan dukungan moral bagi peserta didik untuk dapat belajar lebih tertib pula. 2) Lingkungan Keluarga Lingkungan keluarga merupakan tempat di mana peserta didik bertempat tinggal atau diasuhnya. Keluarga dalam hal ini adalah terdapatnya anggota keluarga yang dapat bertindak sebagai orang tua.Peserta didik yang berasal dari keluarga yang harmonis akan memberikan motivasi belajar yang lebih baik, jika dibandingkan dengan mereka yang berasal dari keluarga yang berantakan. Peserta didik yang kurang mendapatkan perhatian dari orang tuanya mem-punyai kecenderungan ingin diperhatikan oleh orang lain atau lingkungan¬nya. Apabila ternyata dari mereka belum memperoleh apa yang diinginkan¬nya (perhatian) maka ia akan berbuat nekat dan lebih cenderung menunjuk¬kan sikap kebrutalan. Tentu saja hal semacam ini akan menghilangkan konsentrasi belajarnya. 3) Lingkungan Masyarakat Bagi peserta didik yang belum memiliki tingkat kedewasaan yang cukup mantap, pengaruh lingkungan sangat mudah merasuk ke dalam jiwanya. Pengaruh itu positif atau negatif ditirunya tanpa melalui proses pertimbang an berpikir yang matang.Oleh karena itu apabila peserta didik yang de-¬mikian ditempatkan, pada lingkungan yang baik, maka ia akan berkembang sesuai dengan perkembangan fisiknya dalam arti positif. Pada usia remaja, gejolak kejiwaan mereka sedang mengalami masa pan¬caroba, maka kemampuan belajar mereka akan mengalami penurunan.Pe¬serta didik yang bertempat tinggal di lingkungan daerah judi, gedung bios¬kop, pasar, dan sebagainya, pola berpikirnya akan mempengaruhi proses belajarnya. Keadaan di lingkungan keramaian akan menjadikan peserta didik kurang berprestasi dalam belajarnya. Keseluruhan keadaan yang mempengaruhi perkembangan peserta didik da¬pat digolongkan menjadi tiga keadaan, yaitu: keadaan sosio-ekonomis, sosio-kultural, dan masyarakat. 1) Keadaan sosio-ekonomis, yaitu kehidupaan peserta didik yang bertempat tinggal di sekitar lingkungan pasar, perhotelan, obyek pariwisata. Perilaku peserta didik akan mencerminkan pola hidup dengan menonjolkan perhitun¬gan yang menguntungkan bagi dirinya. Pada musim tertentu di mana keadaan lebih menguntungkan dalam artian material dalam waktu singkat, maka ia akan memilih meninggalkan belajarnya. 2) Keadaan sosio-kultural, yaitu kehidupan peserta didik di lingkungan sekitar pusat budaya, ternyata akan memiliki kehalusan budi sesuai dengan budaya¬nya yang memang bersifat adiluhung (bernilai budaya tinggi).Tetapi bagi peserta didik yang biasa berkecimpung di sekitar pusat budaya yang keras, maka perilakunya kadang-kadang nampak beringas. 3) Keadaan masyarakat. Peserta didik yang tinggal di lingkungan petani akan mempunyai sikap dan cara berpikir yang berbeda dengan yang bertempat tinggal di masyarakat pedagang, pegawai, ABRI, dan sebagainya. Pola berpikir peserta didik yang bertempat tinggal di pedesaan akan lain dengan mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan.Dari Needs Test yang dilakukan oleh Fakultas psikologi UGM pada tahun 1980 terhadap peserta didik SMA di kotamadya Yogyakarta, menunjukkan bahwa prestasi belajar peserta didik yang bertempat tinggal di pedesaan memiliki kecen-derungan lebih baik. Hal ini disebabkan adanya motivasi bahwa mereka yang berasal dari pedesaan dan belajar di kota, menyikapi belajarnya itu sebagai kebutuhan.Sedangkan peserta didik yang berasal dari perkotaan menganggap belajar hanya sebagai kewajiban saja. Oleh karena itu ma¬syarakat diharapkan turut menciptakan kondisi yang baik, sehingga memo¬tivasi peserta didik dalam belajarnya. B. PEMBELAJARAN 1. Pengertian Pembelajaran adalah suatu kegiatan agar proses belajar seseorang atau seke-lompok orang dapat terjadi.Untuk keperluan tersebut seorang Guru seharusnya membuat suatu sistem lingkungan sedemikian rupa sehingga proses beiajar dapat tercapai secara efektif dan efisien (Sunaryo, 1989). 2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses Pembelajaran a. Faktor Intern Faktor intern adalah faktor-faktor yang berkait dengan pribadi Guru sebagai pengelola kelas.Dalam faktor intern ini, Guru harus dapat melaksanakan proses pembelajaran. Untuk meiaksanakan proses tersebut Guru harus memiliki persiapan mental, kesesuaian antara tugas dengan tanggung jawab, penguasaan bahan, kondisi fisik dan motivasi kerja. 1) Persiapan Mental Persiapan mental yaitu bahwa untuk melaksanakan proses pembelajaran, Guru harus memiliki kepribadian yang khas sebagai pendidik, menghayati nilai-nilai kehidupan, tanggung jawab bertindak, rela berkorban untuk ke¬manusiaan, hormat menghormati terhadap sesama, memberikan kesan ke¬pada peserta didik.Dalam persiapan mental ini guru hendaknya memiliki kemantapan dan integritas pribadi. Sehingga seorang guru dituntut untuk dapat bekerja teratur, konsisten, serta kreatif dalam menghadapi pekerjaan¬nya. 2) Kesesuaian Antara Tugas Dengan Tanggung-jawab Seorang guru yang profesional harus mempunyai tanggung jawab yang tinggi, sehingga akan lebih berhasil dalam proses penyampaian bahan pem¬belajaran. Di samping itu Guru yang profesional akan bekerja dengan se¬baik-baiknya untuk melaksanakan fungsi dan tujuan.Sebagai guru memang dituntut untuk memenuhi persyaratan yang memadai, yaitu sebagai manusia yang bertanggung jawab terhadap bidang pendidikan. Guru sebagai pen¬didik bertanggung jawab untuk mewariskan nilai-nilai luhur kepada gen¬erasi muda. 3) Penguasaan Bahan Pembelajaran Sebagai guru harus mempunyai dasar dan penguasaan bahan, seperti kemam-puan menguasai bahan bidang studi, kemampuan merencanakan dan melak¬sanakan program pembelajaran. Yang dimaksud kemampuan menguasai bahan bidang studi ialah kemam¬puan mengetahui, memahami, mengaplikasikan, meng analisis, mensinten¬siskan, dan mengevaluasi isi bahan. Sedangkan kemampuan merencanakan program pembelajaran adalah kemampuan membuat satuan pelajaran dan perangkat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, lembar kerja siswa, serta pokok ujinya. Kemampuan melaksanakan program pembelajaran adalah kemampuan menciptakan interaksi belajar mengajar sesuai dengan situasi dan kondisi serta program yang dibuatnya, antara lain seperti: kemampuan merumuskan indikator atau Indikator Khusus (TPK) dalam praktek secara tepat sesuai pokok/subpokok bahasannya, kemam¬puan menjabarkan indikator , kemampuan menggunakan alat-alat peraga, dan kemampuan membuat alat-alat evaluasi yang relevan de¬ngan indikator . 4) Kondisi Fisik Guru Yang Perlu Diyakini Kondisi fisik guru adalah potensi yang menunjukkan kekuatan energi yang dimiliki oleh seorang guru sebagai pendidik yang bersifat jasmani maupun rohani. Setelah kondisi fisik diyakiniakan menimbulkan kemantapan dalam bekerja, kemantapan dalam pribadi, peka terhadap perubahan dan pemba haruan, baik yang sedang berlangsung di sekolah maupun di masyarakat, sehingga apa yang sedang dilakukan di sekolah tetap konsisten dengan kebutuhan. Guru penuh keyakinan untuk mengadakan perubahan dan pem¬baharuan, baik untuk masa sekarang maupun untuk masa yang akan datang. Sealin kondisi fisik yang perlu diyakini, guru harus jujur, adil, dan berpan¬dangan obyektif. Sifat-sifat ini memang harus ditunjang oleh penghayatan dan pengalaman nilai nilai sosial-budaya dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 5) Motivasi Kerja. Motivasi kerja adalah penggerak tingkah laku ke arah suatu tujuan dengan didasari adanya suatu kebutuhan.Beberapa motivasi yang harus dimiiiki oleh seorang guru, antara lain: a) Mengaitkan bahan keilmuan dengan pengalaman peserta didik di luar Iingkungan sekoIah. b) Menunjukkan kemauan yang keras dalam menyajikan bahan keilmuan mata pelajaran yang dipegang dengan menggunakan pendekatan pembe¬lajaran yang sesuai. c) Memberikan kesadaran kepada peserta didik bahwa belajar di sekolah bukan merupakan penekan (serba menekan) tetapi agar mereka memiliki intensitas untuk belajar dan rnenyelesaikan tugas-tugas yang direnca¬nakan. d) Menciptakan suasana kelas yang dapat membuat peserta didik menjadi kerasan e) Memberikan hasil-hasil ulangan kepada peserta didik dalam waktu yang relatif singkat serta tugas-tugas pekerjaan rumah. f) Berpartisipasi dalam berbagai kegiatan seperti, ekstrakurikuler demi meningkatkan hubungan dengan peserta didik. g. Memberikan penguatan pada saat-saat yang tepat, baik verbal maupun non verbal. b. Faktor Ekstern Faktor ekstern adalah kondisi yang timbul atau datangnya dari luar pribadi guru, antara lain: keluarga, lingkungan pergaulan di masyarakat. 1) Keluarga Dalam kondisi keluarga yang kurang harmonis, guru akan kurang berkon-sentrasi untuk menyiapkan diri dalam kegiatan mengajar, seperti: tidak membuat persiapan mengajar, tidak melaksanakan evaluasi dan analisis. Dalam kondisi seperti ini yang menjadi sasaran adalah peserta didik, se¬hingga dapat menimbulkan masalah. Peserta didik menjadi gelisah karena gurunya mudah tersinggung. Tentu saja hal tersebut akan menjadi hambatan dalam proses pembelajaran, sehingga indikator tidak tercapai seperti yang tercantum dalam Indikator (TP). 2) Lingkungan Pergaulan di Masyarakat. Dalam lingkungan pergaulan di masyarakat yang kurang menguntungkan guru kurang mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan dirinya sebagai konseptor pembelajaran yang baik, seperti: guru memegang kepengu¬rusan berbagai organisasi kemasyarakatan, guru terlalu banyak kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di luar tugas pokoknya. c. Faktor Lingkungan Lingkungan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran.Aspek lingkungan yang dimaksud adalah faktor-faktor lingkung¬an alant, lingkungan sosial, dan lingkungan sekolah. Sebenarnya apabila ditinjau secara nyata keadaan di lapangan, ketiga aspek lingkungan tersebut di atas merupakan pengaruh yang saling mengait dan saling menunjang. Sebab belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. 1) Lingkungan Alam Lingkungan Alam adalah kondisi lingkungan yang terdiri dari unsur air, tanah, udara serta kehidupan. a) Unsur Air Unsur air merupakan faktor eksogen (faktor yang datang dari luar) diri peserta didik yang mempunyai pengaruh paling dominan dalam tubuh jasmaninya. Tanpa air peserta didik mengalami gejala kehausan, yang berakibat dapat merusak perl:atian belajarnya. Disamping itu air meru¬pakan unsur alami yang dapat memberikan inspirasi perkembangan ber¬pikir peserta didik sebagai media proses pembelajaran. b) Tanah Tanah dalam hal ini dapat merupakan bentuk lahan, batuan atau wujud bentangan.Peserta didik yang berasal dari lingkungan alam berupa lahan datar tidak terlalu banyak menguras energi untuk menuju ke tempat belajarnya.Motivasi dan semangat mereka cenderung lebih besar bila dibandingkan dengan peserta didik yang menempuh jarak yang cukup jauh dan berbukit-bukit.Namun demikian, bentangan alam tersebut dapat memberikan inspirasi di bidang pengembangan keilmuan. c) Udara Udara merupakan unsur yang saling berkaitan dengan air dan tanah. Perpaduan ketiga unsur tersebut dapat membentak keadaan cuaca atau iklim pada suatu tempat. Peserta didik yang berada di daerah sejuk memiliki semangat belajar yang lebih besar daripada mereka yang bela¬jar di daerah panas. Demikian pula daerah yang dipengaruhi iklim dingin akan menyebabkan mereka kurang, bersemangat dalam belajar. d) Kehidupan Yang dimaksud kehidupan disini dibatasi yang ada di luar manusia.Dapat berupa tumbuh-tumbuhan dan hewan atau flora dan fauna.Ke¬duanya dapat memberikan inspirasi sebagai sumber belajarnya. 2) Lingkungan Sosial Ciri manusia hidup adalah melakukan interaksi sosial. Kerjasama meru¬pakan salah satu fenomena kehidupan masyarakat.Melalui kerjasama dapat membangkitkan dan meghimpun tenaga secara bersama.Dengan melakukan proses interaksi sosial, peserta didik dapat menghayati hakekat nilai kehidupan bermasyarakat. Melalui interaksi sosial, peserta didik memper¬oleh wawasan tentang tanggung jawab moral dan sosial.Oleh karena itu agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengar. baik, maka sekolah-sekolah yang didirikan/dibangun memerlukan pertimbangan aspek sosial. Agar interaksi sosial dapat berlangsung sebagaimana mestinya, yaitu bahwa sekolah sebagai tempat belajar, maka perlu dilengkapi pula sarana dan prasarana berupa perpustakaan, taman, ruang bermain, kantin, tempat per¬istirahatan, dan sebagainya. 3) Lingkungan Sekolah Lingkungan sekolah merupakan faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.Pada kondisi demikian sarana dan prasarana pendidikan ha¬eus tersedia lebih dari cukup.Hal tersebut dapat merupakan pendorong proses pembelajaran. Tersedianya listrik akan memudahkan pemasangan alat-alat peraga dan media elektronik misainya OHP, Slide Proyektor, model elektronik, alat¬alat laboratorium, dan komputer.Pada daerah terbelakang yang pada umum nya merupakan daerah terpencil, persediaan sarana dan prasarana sangat terbatas, maka hasil proses belajar mengajar tidak akan memadai seperti yang diharapkan.Dengan demikian pola berpikir peserta didik akan sulit berkembang. 3. Jenis-jenis Hasil Belajar Indikator yang mencakup ketiga ranah dimaksud kan sebagai hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik melalui proses pembelajaran. Hasil belajar ini menunjukkan tingkat kemampuan peserta didik yang akan diketahui apabila dilakukan penilaian dengan menggunakan alat (instrumen) tertentu. Menurut Gagne dalam (Sudjana, 1989: 4i-49; Sunaryo, 1989: 176-183, dan Winkel, 1989: 72-78) dikemukakan ada 5 (lima) jenis hasil belajar, yaitu: a. Informasi Verbal (Verbal Information) Jenis belajar ini menunjukkan kemampuan peserta didik untuk mengomunikasikan pengetahuan yang teiah dimiliki datam bentuk bahasa secara lisan atau tertulis. Informasi verbal, meliputi; 1) Cap verbal : kata yang dimiliki seseorang untuk menunjukkan obyek yang dihadapi, misalnya: kata kursi untuk suatu benda tertentu. 2) Data/fakta : kenyataan yang diketahui, misalnya: negara RI beribukota di Jakarta. Pada umumnya belajar berlangsung meialui informasi verbal, apalagi bela¬jar di sekolah seperti: membaca, mengarang, berdiskusi, mendengarkan penjelasan guru, berkomunikasi dengan sesama, mengartikan suatu kata atau kalimat, dan sebagainya.Dengan demikian apabila memiliki pengeta¬huan tanpa dapat dikomunikasikan dalam bentuk bahasa tidak banyak gu¬nanya.Karena itu, kemampuan ini ainat peniing dalam kehidupan sehari¬hari.Dan orang yang memiliki kemampuan ini, dikatakan sebagai orang yang berpengetahuan, baik yang bersifat praktis maupun teoritis.Apalagi semakin luas pengetahuan seseorang di bidang spesialisasinya, maka men¬jadikan ia sebagai orang yang ahli, karena pegetahuan yang dimiliki itu menjadi bahan untuk berpikir. b. Kemahiran Intelektual (Intellectual Skill) Jenis belajar ini menunjukkan kemampuan peserta didik untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk suatu repre¬sentasi, khususnya konsep dan berbagai lambang/simbul, seperti huruf, angka, kata, gambar, dan sebagainya. Kemampuan ini mencakup 4 (empat) sub kemampuan yang tersusun secara hirarki, yaitu: 1) Diskriminasi Jamak (Multiple Discrimination) Dengan melalui pengamatan secara cennat tentang ciri beberapa obyek, seperti: bentuk, warna, ukuran, dan sebagai nya, seseorang akan me¬miliki kemampuan untuk membedakan obyek yang satu dengan lainnya.Selama pengamatan akan terbentuK behcrapa persepsi, yang di dalam¬nya dikenal ciri-ciri fisik dari masing-masing obyek.Dan berdasarkan persepsin-ya, seseorang mampu membedakan obyek-ohyek yang diama¬ti. 2) Konsep (Concept) Setelah seseorang memiliki persepsi tentang beberapa obyek, maka ia akan mampu menetapkan obyek-obyek yang mempunyai ciri-ciri yang sama menjadi satu kelompok (klasi fikasi) tertentu, untuk kemudian diungkapkan dengan simbol bahasa. Sekalipun didukung oleh adanya ciri-ciri yang berkualitas tentang suatu obyek, tetapi untuk memahami dan mengerti dalam belajar konsep tern¬yata tidak mudah.Karena ada 2 (dua) konsep yaitu konsep konkrit atau yang teramati (observered concept) seperti: manusia, gunung, rumah; dan ada konsep yang abstrak atau yang tezsimput (inferred concept) yang hanya dapat dipahami dengan menarik kesimpulan dari berbagai ciri aiau contoh-contoh yang tidak sealu dapai diamati, seperti: demokrasi, transmigrasi, tolong menolong, dan sebagainya. 3) Kaidah (Rule) Setelah seseorang memiliki beberapa kensep, maka ia akan mampu untuk menghubungkan dua konsep atau lebila yang relevan, sehingga terbentuk suatu ketentuan yang merepresentasikan keteraturan, yang kemudian diungkapkan dalam bentuk kata atau kalimat. 4) Prinsip (Higher-Order Rule) Setelah seseorang memilki beberaaa kaidah, maka ia akan mampu untuk mengombinasikannya sehingga terbentuklah suatu kaidah yang lebih tinggi dan kompleks. Kemampuan ini dapat digunakan untuk memecah¬kan masalah-masalah yang sejenis. c) Pengaturan Kegiatan Kognitif (Cognitive Strategy) Jenis belajar ini menunjukkan kemampuan peserta didik untuk menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitif, khususnya bila sedang belajar dan berpikir datam memecahkan masalah dengan menggunakan konsep, kaidah, dan prinsip. Bagi seseorang yang tnampu ;nengatur dan rnengarahkan kegiatan kognitifnya sendiri, akan lebih efektif dan efisien dalam menggunakan konsep, kaidah, dan prinsip yang telah dimiliki untuk memecahkan suatu masala}?. Contoh: atas prakarsa OSIS, akan diselenggarakan malam kesenian. Sekelompok peserta didik mendapat tugas untuk mencari dana.Panitia pencari dana ini kemudian mengadakan rapat untuk menentukan, dengan cara yang bagaimana dana harus dican.Cara-cara yang dapat ditem¬puh tentunya hermacam-macam dan begitu saja ditampung tanpa dinilai efektivitasnya. Kemudian masing-masing cara ditinjau secara mendaiam, yang selanjutnya dipilih dan ditetapkan suatu cara yang dinilai dapat meng¬hasilkan dana. Prosedur yang dihadapi panitia sampai pada keputusan ini menunjukkan bahwa kelompok siswa tersebut telah mengatur clan mengara¬hkan kegiatan kognitifnya dalam menghadapi masalah mencari dana. d) Sikap (Attitude) Jenis belajar ini menunjukkan kemampuan peserta didik untuk menerima atau menolak suatu obyek berdasarkan peniiaian secara rasional obvektif, apakah obyek itu berguna (berharga) atau tidak.Di sini sikap ada yang positif dan ada yang negatif, bahkan ada yang netral dan apatis. Seseorang dalam menilai suatu obyek untuk menentukan sikapnya dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki dan perasaannya.Sehingga sema¬kin luas dan mendalam pengetahuan yang dimiliki membuat seseorang itu semakin bijaksana dalam bersikap.Selanjutnya untuk mengaktualisasikan sikapnya dalam wujud perilaku, amat ditentukan oleh hati nuraninya.De¬ngan demikian menunjukkan bahwa sikap seseorang itu mengalami pertum¬buhan clan perkembangan menuju kedewasaan, yang dapat diintervensi melalui proses beIajar.Hasil belajar sikap dapat diamati melalui perwujudan perilaku dalam bentuk kemauan, minat, perhatian, perubahan perasaan, dan sebagainya. e) Ketrampilan Motorik (Motor Skill) Jenis belajar ini menunjukkan kemampuan peserta didik untuk mengatur gerak-gerik berbagai anggota badannya secara terpadu sehingga memiliki rangkaian urutan gerakan yang teratur, luwes, tepat, cepat, dan lancar, dengan tanpa dibutuhkan banyak refleksi tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa mengikuti urutan gerakan tertentu (otomatisme).Misal, se¬orang sopir sudah memiliki keterampilan mengendarai kendaraan sedemi¬kian rupa, sehingga konsentrasinya tidak seluruhnya dipengaruhi oleh pe¬nanganan peralatan mengendarai dan mobilnya, sehingga perhatiannya da¬pat dipusatkan pada arus lalu lintas di jalan. Dalam belajar ketrampilan motorik memerlukan kemahiran intelektual dari sikap, karena bukan hanya gerakan anggota badan semata-mata. akan tetapi juga membutuhkan pemahaman dan penguasaan terhadap prosedur gerakan yang harus dilakukan, konsep menganai cara rnelakukan gerakan dan lain-lain. BAB VII STRATEGI PEMBELAJARAN Strategi merupakan gar-is besar haluan bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dalam arti ilmu dan kiat didalam memanfaatkan segala sumber yang dimiliki dan/atau yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (T. Raka 3oni, 1992/1993 l3).Pencapaian indikator digunakan sebagai acuan didalam menata pembelajaran dan menutup kelema¬han yang kemudian diterjemahkan ke dalam program kegiatan. Oleh sebab itu strategi pembelajaran adalah metode dalam arti luas yang mencakup perencanaan, pelaksanaan dan penilaian yaitu memilih dan menen¬tukan perubahan perilaku, pendekatan, prosedur, metode, teknik, dan norma norma atau batas-batas keberhasilan. A. UNSUR-UNSUR STRATEGI Agar dapat merancang serta melaksanakan strategi pembelajaran yang efek¬tif perlu memperhatikan unsur-unsur strategi dasar atau tahapan langkah seba¬gai berikut. 1. Menetapkan Spesifikasi dari Kualifikasi Perubahan Perilaku Tujuan selalu dijadikan acuan dasar dalam merancang dan melaksanakan setap kegiatan pembelajaran.Oleh sebab itu indikator harus merumuskan secara spesifik dalam arti mengarah kepada perubahan perilaku tertentu dan operasional dalam arti dapat diamati dan diukur.Hal ini dapat dikatakan bahwa perubahan perilaku dan pribadi peserta didik seperti apa dan bagaimana yang harus dicapai dan menjadi sasaran dari kegiatan pembelajaran tersebut. 2. Memilih Pendekatan Pembelajaran Pendekatan adalah suatu cara pandang dalam menyampaikan bahan yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Dalam melaksanakan kegiatan pelajaran harus dipertimbangkan dan dipilih jalan pendekatan utama yang dipandang paling ampuh, paling tepat dan paling efektif guna mencapai sasaran. 3. Memilih dan Menetapkan Metode, Teknik, dan Prosedur Pembelajaran Metode merupakan cara yang dlpilih untuk menyampaikan bahan sesuai dengan indikator . Teknik merupakan cara untuk melaksanakan metode dengan sarana penun¬jang pembelajaran yang telah ditetapkan dengan memperhatikan kecepatan dan ketepatan belajar untuk mencapai tujuan.Oleh sebab itu teknik menunjuk kepada ragam khas penerapan suatu metode tertentu sesuai dengan latar beia¬kang tertentu pula, misalnya kemampuan guru, kebiasaan guru, kebiasaan pe¬serta didik belajar, ketersediaan peralatan, kesiapan peserta didik dalam belajar, dan sebagainya.Pada umumnya dalam kegiatan pembelajaran diperlukan pe¬manfaatan berbagai macam metode clan teknik baik pada saat merancang kegi¬atan pembelajaran maupun pada saat pembelajaran sedang berlangsung karena adanya penyesuaian-penyesuaian yang perlu dilakukan.Oleh sebab itu, dalam setiap satuan pembelajaran harus menggambarkan prosedur yang mengacu kepadu sejumlah metode dan teknik, dalam arti diskenariokan dan sekaligus diberikan urutan secara sistematis untuk mengupayakan pencapaian indikator .Atau dengan kata lain pertimbangan dan penetapan langkah ¬langkah pembelajaran yang ditempuh sejak titik awal sampai dengan titik akhir di mana indikator dapat tercapai. 4. Menetapkan Penilaian Menetapkan penilaian yang dimaksud adalah norma-norma, batas minimum keberhasilan atau kriteria, tolok ukur dan ukuran baku keherhasilan belajar yang dapat dijadikan pegangan dalam melakukan pengukuran dan penilaian hasil kegiatan pembelajaran.Selanjutnya hasil tersebut akan dijadikan umpan balik bagi penyempurnaan sistem pembelajaran secara keseluruhan. B. MACAM-MACAM STRATEGI 1. Strategi indukatif adalah suatu strategi pembelajaran yang memulai dari hal-hal yang khusus barulah menuju ke hal-hal yang umum. 2. Strategi dedukatif adalah suatu strategi pembelajaran yang umum menuju ke hal-hal yang khusus. 3. Strategi campuran adalah gabungan dari strategi indukatif dan dedukatif. Adapula strategi regresif yaitu strategi pembelajaran yang memakai titik tolak situasi jaman sekarang untuk kemudian menelusuri balik (ke belakang) ke masa lampau yang merupakan latar belakang dari perkembangan kontemporer tersebut (Widja, 1989:36) C. KEGIATAN PEMBELAJARAN 1. Prinsip-prinsip Belajar Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dihadapkan berbagai macam masalah.Oleh sebab itu untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul dalam proses belajar dan membelajarkan, maka harus mengetahui prinsip-prinsip be¬lajar sebagai berikut (Tabrani Rusyan dkk.. 1992: 82-83) a. Proses belajar adalah komplek dalam arti individu melakukan suatu proses menemukan hubungan antar unsur dalam situasi yang problematis namun terorganisasi.Belajar pada situasi problematik dimulai dengan suatu ma¬salah dan berlangsung sebagai usaha untuk memecahkan masalah itu secara sungguh-sungguh dengan menangkap atau memahami hubungan antara bagian-bagian itu.Belajar tersebut dapat dikatakan berhasil bila didasari telah ditemukan hubungan antara unsur-unsur dalam masalah itu sehingga diperoleh wawasan.Wawasan ini dapat timbul secara tiba-tiba dapat pula secara berangsur-angsur. b. Motivasi sangat penting dalam belajar Setiap individu memgunyai kebutuhan atau keinginan yang perlu mem¬peroleh pemenuhan. Upaya peinenuhan itu dalam batas-batas tertentu me¬rupakan suatu tujuan dan bila tujuan itu tercapai maka kebutuhan atau keinginan terpenuhi. Dorongan untuk mencapai tujuan itu sendiri meru¬pakan motivasi, c. Belajar berlangsung dari yang sederhana meningkat kepada yang komplek.Hal ini mengandung prinsip bahwa belajar itu bertahap dan terus meningkat. d. Belajar melibatkan berbagai proses pembendaan dan generalisasi berbagai respons.Hal ini akan terjadi bila peserta didik dihadapkan kepada sejumlah stimulus maka peserta didik akan benaaha mencari sejumlah respons yang sesuai. Di dalam usaha tersebut ada proses pembendaan dari sejumlah respon dan proses penyimpulan dari berbagai respon tersebut. 2. Prinsip Pembelajaran Agar memperoleh hasil belajar yang maksimal, maka para guru perlu me-ngetahui dan memahami prinsip-prinsip pembelajaran yang harus dilaksana¬kan, direalisasikan dalam proses pernbelajaran, a. Apersepsi Apersepsi bertitik tolak dari kesan-kesan.Persepsi merupakan interaksi dari unsur-unsur pengalaman yaitu kesan kesan terdahulu, bayangan/tanggapan ter-dahulu yang telah berasosiasi, senang dan tidak senang.Umar Hamalik (Tabrani Rusyan, 1992: 90) mengemukakan bahwa pengalaman mempunyai foreground (obyek yang diperhatikan) dan background (bahan bahan yang telah diamati terdahulu).Kesadaran terbagi menjadi focus (titik yang paling jelas) dan margin (bagian yang kurang jelas atau jauh dari titik pusat yang paling jelas).Dengan demikian pengalaman-pengalaman itu berasal dari obyek luar, melalui alat indera terjadilah gambaran tanggapan terhadap pengalaman itu, bukan terhadap obyek itu sendiri. Pembelajaran akan lebih efektif bila guru pandai menggunakan bahan aper¬sepsi dalam proses pembelajaran.Beberapa keuntungan menggunakan aper¬sepsi dalam proses pembelajaran 1) Apersepsi dapat dianggap sebagai penerima.Peserta didik akan lebih mudah menerima pengalaman-pengalaman baru bila bahan apersepsi yang telah dimiliki peserta didik diungkap lebih dahulu.Pengalatnan apersepsi ber¬fungsi sebagai penerima terhadap pengalaman yang akan masuk. 2) Apersepsi mewarnai pengalaman baru.Pengalaman yang telah dimiliki terjadi ikatan asosiasi dengan pengalaman yang baru masuk menjadi peng¬alaman asosiatif.Dengan asosiasi maka pengalaman-pengalaman itu akan mudah direproduksi kembali bila ada rangsangan berupa pertanyaan. 3) Apersepsi menimbulkan. motivasi.Pertanyaan atau masalah untuk men-gungkapkan apersepsi maka peserta didik akan menjawab atau memecah¬kan masalah tersebut.Pemusatan perhatian dan pikiran peserta didik akan menciptakan kondisi yang siap menerima bahan-bahan baru. 4) Apersepsi mendorong berbuat belajar.Keberhasilan peserta didik dalam menjawah atan memecahkan masalah yang diajukan maka peserta didik akan merasa puas, timbullah keinginan untuk mengetahui sesuatu yang baru.Peserta didik yang tidak berhasil menjawab akan timbul dorongan untuk bertanya dan meminta jawaban atau penjelasan. b. Motivasi Motivasi adalah dorongan yang tumbuh untuk mencapai tujuan.Pada dasar¬nya motivasi menyangkut tiga hal yaitu kegiatan dan hasil apa yang ingin dicapai (tujuan), apa yang mendorong peserta didik untuk melakukan perbuatan tertentu (motif), dan proses apa yang dialami daiam usaha untuk mencapai suatu hasil tertentu (proses). Motivasi merupakan faktor yang sangat penting di dalam kegiatan belajar karena memberi semangat peserta didik dalam kegiatan belajar, motivasi per¬buatan merupakan pemilihan dari berbagai macam tipe kegiatan di mana peserta didik berkeinginan untuk melakukannya, serta memberikan petunjuk pada tingkah laku. Motivasi berfungsi mendorong timbulnya kelakuan dan mempengaruhi ser¬ta mengubah kelakuan, mengarahkan aktivitas belajar peserta didik dan menen¬tukan cepat atau lambatnya suatu perbuatan.Oleh sebab itu ada dua aspek motivasi yang harus dimiliki oleh peserta didik yaitu motivasi internal dan eksternal.Internal (intrinsik), peserta didik menyadari bahwa kegiatan yang sedang diikutinya bermanfaat baginya dan sejalan dengan kebutuhannya.Eks¬ternal (ekstrinsik), dorongan untuk mencapai tujuan-tujuan yang terletak di luar perbuatan belajar. Untuk memberikan motivasi maka tujuan belajar harus dike¬tahui, dimiliki oleh peserta didik sehingga dapat mendorong peserta didik untuk belajar. c. Aktivitas Dalam proses pembelajaran, keaktifan peserta didik merupakan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan agar dapat memperoleh hasil yang mak¬simal.Agar aktif belajar maka diperlukan keterlibatan secara terpadu, berkese¬imbangan, dan berkesinambungan dari berbagai macam hal yaitu: 1) Mengarah kepada jenis interaksi yang optimal dalam atti menggunakan komunikasi interaksi optimal bukan hanya komu nikasi satu arah. 2) Menuntut berbagai jenis aktivitas peserta didik. misalnya keberanian memberikan urunan pendapat, mencari alat dan sumber, dan sebagainya. 3) Strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. 4) Menggunakan berbagai macam metode dan teknik. 5) Menggunakan berbagai macam/variasi media, alat peraga/ bantu. 6) Mengarah kepada berbagai macam sumber belajar. 7) Menuntut perubahan kebiasaan guru dalam cara membelajarkan. d. Korelasi dan Integrasi Pada dasarnya pengetahuan itu terdiri dari berbagai macam mata pelajaran yang diterima peserta didik dari guru-guru secara terpisah-pisah.Di antara beberapa mata pelajaran terdapat titik-titik tertentu yang dapat dikorelasikan satu sama lain, hal ini juga berguna untuk membahas sesuatu pusat minat. Korelasi dapat digunakan dipelbagai macam cara pembelajaran dalam bentuk dan langkah-langkah yang berbeda beda. Korelasi sangat penting digunakan dalam kegiatan pembelajaran karena dapat merangsang minat, mengembangkan semua aspek perilaku, menimbul¬kan pemaharnan dan pengertian serta dapat merangsang kerjasarna dari semua pihak. Dengan korelasi pembelajaran akan lebih bermakna, menjadi konkret, realistis (tidak verbalistis) dan dapat berlangs;ang secara demokratis serta dapat disesuaikan dengan perbedaan individuai peserta didik. e. Lingkungan Alarn sekitar adalah segala sesuatu yang ada di sekitar kita baik dekat maupun jauh, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan.Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar kita yang ada hubungannya dan yang berpengaruh terhadap diri kita.Lebih sempit dapat dikatakan lingkungan adalah hal-hal atau segala sesuatu yang dapat berpengaruh terhadap perkemban¬gan manusia, dan lingkungan menurut pengertian ini adalah lingkungan pendidikan.Berpengaruh maksudnya adalah bermakna, berfungsi dan berperan terhadap pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. Antara peserta didik dengan lingkungan terjadi interaksi secara timbal balik. Tingkah laku peserta didik dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang bersifat positif bila menimbulkan perubahan ke arah perbaikan, penyempurnaan atau penambahan, dan perubahan yang bersifat negatif bila perilaku itu bersifat merusak.Sebaliknya lingkungan dengan berhagai bentuk rangsangannya dapat menimbulkan penrbahan pada diri peserta didik. Lingkungan yang bersifat mendidik bila berkat pengaruh lingkungan peserta didik dapat memperoleh pengetahuan, perubahan sikap, memperoleh nilai-nilai barn yang baik, kebi¬asaan yang baik clan sebagainya.Lingkungan yang bersifat merusak apabila mernberikan pengaruh-pengaruh yang merusak perkembangan peserta didik misalnya hidup bermewah-mewah, guru yang tidak pandai dalam pembelajara dan sebagainya. f. Kerjasama Kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama dalam suatu proses kelompok yang para anggotanya mengadakan hubungan satu sama lainnya dan berpartisi¬pasi, saling memberikan sumbangan untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama dalam kelompok banyak manfaatnya dalam proses pembelajaran yaitu kelompok sosial akan rnempengaruhi tingkah laku, melatih berpikir ber¬sama dalam kelompok, dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas belajar, dapat memupuk hubungan sosiai yang harmonis, peserta didik yang malas akan mendapat dorongan belajar lebih aktif, anak pemalas akan menjadi lebih berani dan sebagainya. 3. Pemilihan Sistem Pembelajaran a. Enquiry discovery learning Sistem pembelajaran enquiry-discovery learning (belajar mencari dan me-nemukan sendiri) dikembangkan oleh Bruner (Rusyan, dkk., 1992:179). 179). Landasan pemikirannya bahwa hasil belajar dengan cara belajar mencari dan menemukan sendiri lebih mudah dihafalkan, diingat dan mudah ditransfer, serta dapat menumbuhkan motif instrinsik.Cara belajar ini sangat cocok untuk materi pelajaran yang bersifat kognitif.Namun penggunaannya memakan wak¬tu yang banyak dan kalau kurang terarah atau terpimpin dapat mengarah kepada kekaburan materi yang sedang dipelajarinya. Dalam sistem ini guru menyajikan bahan pelajaran tidak berbentuk final, tetapi peserta didik diberi peluang untuk mencari dan menemukan sendiri dengan mempergunakan teknik pemecahan masalah. Prosedur penggunaan belajar mencari dan menemukan adalah sebagai be¬rikut: 1) Mengajukan permasalahan, membaca atau mendengarkan uraian perma¬salahan (stimulation) 2) Mengidentifikasi permasalahan dalam bentuk pertanyaan atau hipotesis atau pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan tersebut (Prob¬lem statement). 3) Membuktikan benar-tidaknya hipotesis (data collection). 4) Membuktikan inforrnasi atau data (data processing). 5) Mengecek pertanyaan atau hipotesis terbukti atau tidak (verification). 6) Menyusun generalisasi atau kesimpulan (Generalization), b. Expository Learning Guru menyajikan bahan pelajaran sudah dalam bentuk yang rapi, sistematis dan lengkap sehingga peserta didik tinggal menyimak dan mencerna.Sistem ini dikembangkan oleh Usubel (Rusyan, dkk., 1992:178) yang menggunakan prosedur: 1) Guru menyiapkan bahan selengkapnya dan dibentuk secara sistematis serta :api (Preparasi). 2) Guru mengarahkan peserta didik terhadap materi yang akan dipelajari degan cara bertanya atau memberikan uraian singkat (Apersepsi) 3) Guru menyajikan bahan atau menyuruh peserta didik membaca bahan (Pre-sentasi). 4) Guru bertanya dan peserta didik menjawab atau menyuruh peserta didik meny atakan kembali hal-hal pokok yang telah dipelajari (Resitasi). c. Masters, Learning (belajar turatas) Bahan pelajaran harus dirinci atau diorganisasikan ke dalam satuan-satuan (unit) tertentu sampai ke dalam satuan satuan terkecil yang bermakna namun merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari satuan yang lebih besar, ter¬masuk instrumen pengukuran hasil belajar harus sudah dipersiapkan. Proses belajar yang berprinsip mastery learning dimulai dari penguasaan bagian yang terkecil kemudian kepada yang lebih besar (Rusyan, dkk., 1992:180). d. Humanistic Education Titik berat dari sistem ini adalah upaya membantu peserta didik agar ia sanggup mencapai perwujudan dirinya sesuai dengan kemampuan dasar dan keunikan yang dimilikinya. Gunu hendaknya tidak membuat jarak yang terlalu tajam dengan peserta didik dan harus menempatkan diri berdampingan.Guru seolah-olah peserta didik senior yang selalu siap menjadi narasumber, konsul¬tan.Taraf akhirr dari sistem ini adalah aktualisasi diri yang optimal dari peserta didik (Rusyan, dkk.. 1992:180). D. Komponen Pembelajaran Setiap kegiatan pembelajaran selaln bertujuan. Tujuan tersebut berjenjang, dan sasaran akhir dari kegiatan pembelajaran akan mewarnai persepsinya ter¬hadap sasaran antara dan sasaran kegiatan terdekatnya dan sasaran atau tujuan ini harus diterjemahkan kedalam ciri-ciri atau sifat sifat wujud perilaku dan pribadi peserta didik. Pada tingkat tujuan dan sasaran akhir yang bersifat uni¬versal harus membayangkan pribadi idola sebagai warga dunia.Pembelajaran menunjukkan pengertian sebagai sekelompok atau seperangkat komponen yang saling interaksi dan saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan.Oleh sebab itu, pembelajaran senantiasa merupakan suatu keseluruhan atau totalitas dari semua bagian yang satu dan yang lain tidak dapat dipisah-pisahkan (suatu sistem). Sebagai suatu sistem mengandung sejumlah komponen antara lain indikator , bahan/materi pelajaran, subyek belajar (peserta didik), pembela¬jar (guru) metode dan teknik pembelajaran, situasi dan penilaian.Semua kom¬ponen berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Namun dernikian dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran, guru tidak hanya memperhatikan komponen-komponen tersebut tetapi juga memperhati¬kan proses pembelajaran sebagai suatu keseluruhan. Indikator Khusus harus dirumuskan secara spesifik, operasional dalam arti dapat diamati dan diukur, karena dapat menunjang dalam hal-hal: 1. Menambah kesanggupan guru untuk menghayati hasil belajar yang diharap¬kan. 2. Memberi petunjuk penggunaan metode pembelajaran yang relevan. 3. Memberi petunjuk penggunaan media pembelajaran. 4. Memberi petunjuk penggunaan alat-alat penilaian yang relevan. 5. Memberikan dasar untuk merevisi program pembelajaran. Materi pelajaran merupakan bahan yang digunakan untuk belajar dan mem-bantu atau sebagai sarana untuk mencapai tujuan, di mana peserta didik harus melakukan sesuatu terhadap sesuatu menurut jenis perilaku tertentu.Oleh sebab itu harus dibedakan materi yang menjadi isi indikator khusus (aspek isi TPK) dengan materi pelajaran yang dipilih untuk mencapai tujuan itu (sara¬na). Dengan demikian, materi/bahan pelajaran harus memungkinkan memper¬oleh jenis perilaku yang dituntut dari peserta didik dan memungkinkan untuk menguasai TPK menurut kesulitan aspek isi.Disamping itu harus sesuai dengan tarap kesulitan dan kemampuan peserta didik untuk menerima dan mengolah bahan itu, menunjang motivasi, membantu melibatkan diri secara aktif, serta sesuai dengan prosedur dikdaktik yang diiikuti. Penerapan peranan guru tidak hanya sebagai penyaji informasi tetapi juga sebagai fasilitator, moderator dan pembimbing sehingga lebih banyak mem¬berikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi. Oleh sebab itu, kalau kita lihat komponen utama yang selalu terdapat dalam proses belajar (peserta didik, tujuan dan Guru) maka guru harus selalu menciptakan situasi yang tepat yang memungkinkan terjadinya proses peng¬alaman belajar pada diri peserta didik dengan mengerahkan segala sumber clan menggunakan strategi pemhelajaran yang tepat. E. Indikator Salah satu tugas guru adalah merencanakan Program Pembelajaran atau Rencana Program Pembelajaran ( RPP) dengan berorientasi pada silabus).Dalam hal ini yang pertama kali dirumuskan adalah Indikator .Karena sudah ada makalah yang membicarakan bagaimana merumuskan Indikator yang baik dan benar, maka di sini hanya disinggung beberapa hat yang seharusnya diperhatikan dalam merumuskannya, yaitu: 1. Kualifikasi tingkah laku peserta didik yang diharapkan sebagai hasil belajar. Dalam merumuskan Indikator yang baik dan benar, ciri-cirinya mengandung unsur: A (Audience), B (Behavior'), C (Condition), dan D (Degree). B (Behavior) merupakan tingkah laku peserta didik sebagai per¬wujudan kepribadiannya, yang hendak diangkat melalui proses pembela¬jaran terhadap suatu mata pelajaran yang menjadi isinya.Sedangkan kuali¬fikasi tingkah laku peserta didik, menurut Bloom dan Simpson dikategori¬kan ke dalam 6 (enam) jenjang untuk ranah kognitif, 5 (lima) jenjang untuk ranah afektif, dan 7 (tujuh) jenjang untuk ranah psikomotorik.Untuk dapat menetapkan kualifikasi tingkah laku peserta didik pada masing-masing ranah, sehingga Indikator yang dirumuskan dapat sesuai dengan kebutuhan peserta didik, maka terlebih dulu perlu didiagnosis keadaan awal, khususnya karakteristik peserta didik, seperti: tingkat kemampuan intelek¬tual, kreativitas berpikir, dan motivasi belajarnya.Misal dengan mengamati; hasil tes intelegensi, hasil-hasil tes hasil belajar sebelumnya termasuk NEM rata-rata ketika masuk sekolah, tingkah laku sehari-hari di kelas, mengadakan dialog langsung tentang permasalahan yang dihadapi selama mengikuli sajian suatu mata pelajaran. Dari diagnosis karakteristik peserta didik tersebut, apabila menunjukkan data yang positif atau berkemampuan dan bermotivasi belajar pada jenjang yang tinggi, maka dapat ditetapkan kuatifikasi tingkah lakunya pada jenjang yang tinggi pula untuk masing¬masing ranah.Dengan dernikian dapat dipilih dan ditetapkan suatu pen-dekatan pembelajaran yang memungkinkan penggunaan metode pembela¬jaran yang bervariasi (multi metode). Sebaliknya apabila menunjukkan data yang negatif atau kurang berkemam-puan dan bermotivasi belajar rendah, maka kualifikasi tingkah Iaku yang dapat ditetapkan cenderung pada jenjang yang rendah pula untuk masing ¬masing ranah.Pendekatan pembelajaran yang dapat dipilih dan ditetapkan pada kondisi yang demikian cenderung ke arah ekspositori yang dalam implementasinya lebih banyak penggunaan metode ceramah.Selanjutnya apabila dalam kelas terdapat dua keIompok peserta didik sebagaimana dise¬butkan di atas, maka alternatif pertama yang seharusnya dipilih.Dengan catatan selama berlangsungnya proses pembelajaran, kepada kelompok pe¬serta didik yang berkemampuan kurang dan bermotivasi belajar rendah terus dipantau dan dibimbing.Sehingga ada upaya untuk menyesuaikan diri ter¬hadap pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh Gurunya, apalagi mereka merasa diperhatikan. 2. Dalam merumuskan Indikator perlu dijelaskan tentang bahan pembelajaran yang menjadi isinya secara spesifik Hal ini menunjukkan batasan bahan pembelajaran yang perlu disajikan untuk mendukung terca¬painya indikator .Sehingga tidak tepat seandainya disajikan ba¬han pembelajaran yang sebenarnya bukan merupakan isi yang dimaksudkan oleh Indikator .Misal, bahan pembelajaran yang seharusnya disajikan untuk mencapai Indikator pada ranah kognitif jenjang pertama (C-1), pengetahuan, tetapi ternyata bahan keilmuan yang disajikan, keluasan dan kedalamannya mencakup ranah kognitif tingkat tiga (C-3), penerapan.Hal yang demikian ini akan lebih baik kalau indikator langsung saja pada kognitif tingkat tiga, karena peserta didik bila dievaluasi ternyata dapat menerapkan bahan keilmuan yang dimaksud, berarti mereka telah mengetahui sekaligus memahami bahan keilmuan itu. Memang sangat sulit untuk membatasi bahan keilmuan yang menjadi isi indikator : itu, tetapi perlu diusahakan demi memenuhi kebutuhan peserta didik. 3. Dalam merumuskan indikator perlu dijelaskan tentang prasyarat yang harus dilakukan oleh peserta didik dalam membahas bahan keilmuan melalui proses pembelajaran, dapat ditempuh dengan jalan: a. Persyaratan yang menyangkut bentuk pernyataan hasil belajar. Misal : secara tertulis, secara lisan dan sebagainya. b. Persyaratan yang menyangkut informasi yang diberikan.Misal, menjelaskan dengan kata-kata sendiri, mengulang secara tepat, menyajikan dalam bentuk data, menyajikan rumus menghitung pertambahan pen¬duduk, dan sebagainya. c. Persyaratan yang menyangkut peralatan atau media yang boleh diguna¬kan. Misal, mengukur dengan/ltanpa menggunakan penggaris, menghi¬tung dengan/tanpa menggunakan kalkulator dan sebagainya. d. Persyaratan yang menyangkut jumlah yang harus dipenuhi. Misal menyusun karangan minima/maksimal 3 halaman, membuat laporan mini¬ma/maksimal 3 halaman, menyelesaikan tugas dalam waktu 1 jam, dan sebagainya. e. Persyaratan yang menyangkut tempat. Misal, berlari cepat di tempat yang datar, menyelesaikan tugas di rumah, mengerjakan soal di kelas, dan sebagainya. f. Persyaratan yang menyangkut kondisi. Hal ini akan lebih mudah kalau menggunakan pendekatan pembelajaran keterampilan proses (PKP).Ke-mampuan dasar untuk masing-masing langkah keterampilan prases dija¬dikan kondisi (C/Condition) dalam merumuskan indikator , baik ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik.Misalnya, Dengan mendengar kan ..., Dengan melihat ..., Dengan membedakan ..., Dengan mengklasifikasikan ..., Dengan berdiskusi ..., dan sebagainya. 4. Setelah indikator yang berorientasi pada suatu pokok bahasan lertentu, berhasil dirumuskan den-an memperhitungkan karakteristik peser¬ta didik, kemudianperlu ditinjau kembali apakah rumusan indikator yang demikian itu penting bagi perkembangan kepribadian peserta didik. Dalam merumuskan indikator , mengapa perlu diperhatikan 4 hal di atas. Karena apabi[a gagai dalam mewujudkan indikator melalui proses pembelajaran, maka yang perlu ditinjau kembali atau diubah bukan indikator nya, melainkan kondisinya atau dengan kata lain prosedur didaktik yang digunakan. BAB VIII PENDEKATAN PEMBELAJARAN A. PENGERTIAN Pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyajikan bahan pembelajaran demi tercapainya suatu indikator , cukup banyak jenisnya.Kesemuanya melibatkan kemampuan peserta didik selama berlangsungnya proses pembelajaran, dengan kadarnya masing-masing. Dari jenis-jenis pendekatan pembelajaran terdapat 2 (dua) kutub yang saling bertentangan yang menurut Anderson diistilahkan dengan teacher centered dan student centered.Kalau menurut Byron, hal yang sama diistilahkan dengan ekspesitori dan inquiry, (dalam Sudjana, 1989: 152-1535). Pendekatan ekspositori adaIah suatu model mengajar yang mana guru me-megang peranan menentukan (berorientasi pada guru), sedangkan peserta didik pasif, hanya menerima saja.Cirinya selama proses pembelajaran, metode yang digunakan lebih didominasi oleh penceramah.Kemudian ditambah diskusi dan tanya jawab yang bersifat tertutup serta banyak penugasan. Sedangkan pendekatan inkuiri adalah suatu model mengajar yang mana guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan pemimpin yang diidahului dengan peragaan secara singkat, kemudian peserta didik aktif dalam mencari dan me-nemukan sendiri apa yang dipelajari (berorientasi pada peserta didik).Cirinya, selama proses pembelajaran menggunakan metode tanya jawab dan diskusi secara terbuka, penugasan, simulasi, kerja kelompok, kolokium, karyawisata, studi kasus, problem solving, dan sebagainya. Kedua pendekatan tersebut sama-sama mengandung prinsip keterlibatan peserta didik, hanya saja kadar keterlibatannya terlalu rendah untuk ekspositori dan terlalu tinggi untuk di ingkari.Karena itu keduanya tidak dapat diterapkan lagi pada kondisi persekolahan kita sekarang ini.Pendekatan ekspositori diang¬gap ketinggalan jaman, disamping sudah tidak kita jumpai lagi di sekolah-se¬kolah.Dan pendekatan inkuiri menuntut adanya sistem pembelajaran individ¬ual. Di antara kedua pendekatan di atas, salah satunya adalah pendekatan kete-rampilan proses (PKP), yang merupakan syarat dalam melaksanakan kurikulum 1984.Dalam proses pembelajaran yang menggunakan PKP, potensi dalam diri peserta didik dikembangkan menjadi keterampilan-keterampilan, yaitu intelek¬tual, mental, emosional, sosial, dan fisik (kognitif, afektif, psikomotorik).Seba¬gai suatu ketrampilan, maka perlu dilatih secara intensif dan terus menerus melalui proses pembelajaran, sehingga dengan latihan itu setiap ketrampilan menjadi wahana bagi peserta didik untuk dapat mencari dan menemukan kon¬sep.Semakin intensif dalam melatih keterampilan peserta didik, maka semakin banyak konsep yang diketemukan.Dan apabila konsep-konsep yang telah dike¬temukan itu dikembangkan, maka akan mempengaruhi peningkatan kualitas keterampilannya. Demikian seterusnya.Sehingga ada hubungan timbal balik antara keterampilan dan konsep. Disamping PKP di atas, dengan berorientasi pada indikator dan jenis-jenis hasil belajar pada butir A, dan B di atas, Gagne dalam (Winkel, 1989 : 169-240) mengemukakan, ada 5 (lima) pendekatan pembelajaran yang diistila¬hkan dengan proses belajar atau jalur belajar, yaitu: informasi verbal, kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, keterampilan motorik dan sikap. Selama ini yang berkembang di lapangan, guru dalam merumuskan indikator sebagai salah satu komponen program pembelajaran yang direncanakan berpedoman pada taksonomi Bloom dan kawan-kawan.Sementara pendapat Bloom dinilai oleh para ahli terdapat kelemahan, bahwa masing masing tingkah laku dari ketiga ranah sebagai indikator yang seha¬rusnya dicapai oleh peserta didik, hanya ditinjau dari segi hasil belajar.Bloom tidak memberikan petunjuk bagaimana proses beiajar untuk mencapai indikator atau dalam mewujudkan hasil belajar dan bagaimana pula proses belajar itu seharusnya dikelola oleh guru (langkah-langkah instruksional).Ka¬rena itu bagaimana proses belajar dan langkah-langkah instruksionai yang seharusnya dilaksanakan, maka disarankan untuk menggunakan pendapatnya Gagne, sedangkan dalam merumuskan indikator tetap berpedoman pada taksonomi Bloom.Adapun caranya dengan menyepadankan jenjang ting¬kah laku dari ketiga ranah menutut Bloom dan kawan-kawan dengan hasil belajar sebagai perwujudan indikator menurut Gagne, seperti tam¬pak pada Tabel 1. Tabel 1 Skema Kesepadanan KIasifikasi Indikator Ranah Kognitif Ranah Efektif Ranah Psikomotorik Bloom Gagne Bloom Gagne Bloom Gagne 1. Pengetahuan Informasi verbal 1.Penerimaan 2.Partisipasi 3.Penilaian/Penentu an sikap 4.Organisasi 5.Pembentukan pola hidup SIKAP 1.Persepsi 2.Persiapan 3.Gerakan terbimbing 4.Gerakan yang terbiasa 5.Gerakan yang kompleks 7.Kreativitas Keterampilan Motorik 2.Pemahaman Kemahiran intelektual (dibentuk konsep) 3.Penerapan 4.Analisa Pengetahuan kegiatan kognitif )digunakan informasi, konsep, kaidah) 5.Sintesa 6.Evaluasi Setelah mengetahui kesepadanan indikator dalam skema di atas, maka cara selanjutnya dengan menggunakan proses belajar/jalur belajar untuk mencapai indikator yang dimaksudkan dengan terlebih dahulu me¬netapkan langkah-langkah instruksionalnya, seperti tampak pada Tabel 2. Tabel 2 Skema Proses belajar/jalur Belajar untuk Mencapai Indikator Jalur Belajar Langkah Instruksional Informasi Verbal Kemahiran Intelektual Pengaturan Kegiatan Kognitif Keterampilan Motorik Sikap 1.Menimbulkan motivasi.Menyadarkan akan tujuan belajar Memberitahukan pengetahuan apa yang akan diperoleh dan apa kegunaannya.Memberikan contoh relevan Memberitahukan kemampuan apa yang akan diperoleh.Memberikan contoh tentang prestasi nanti sebagai rangsangan Mendorong untuk melihatkan diri dan berani memeras otak.Memberikan contoh-contoh tentang berpikir efisien. Memberikan demonstrasi mengenai keterampilan yang akan diperoleh Memberikan demonstrasi (sendiri atau model) tentang tingkah laku yang tepat. 2. Mengarahkan perhatian Menunjukan kata-kata atau bagian-bagian yang pokok/kunci judul-judul Menyuruh untuk mengamati secara cermat benda atau gambaran yang mewakili benda.Menunjukkan apa yang sama dan apa yang berbeda Menyuruh untuk mengamati secara cermat dan mencari unsur-unsur yang pokok. Menunjukkan berbagai subketerampilan yang menjadi komponen.Menunjukan prosedur yang harus diikuti Menonjolkan perbuatan-perbuatan tertentu (sendiri atau model dan efek dari tindakan 3. Membantu dalam pengelolaan Mengetengahkan makna dari fakta-fakta yang dipelajari.Memberikan petunjuk tentang cara menghapal kata Membahasakan apa yang sama dan apa yang berbeda.merumuskan isi konsep dan kaidah.Menggunakan gambar sebagai ilustrasi Mendorong untuk menggali dai ingatan siasat yang mungkin dapat digunakan atau memikirkan siasat baru.Membantu merumuskan Menjelaskan mengapa harus begini-begitu sampai berdemonstrasi.Mengatur waktu dan cara untuk berlatih Menjelaskan mengapa dibuat begini begitu (sendiri atau model).Memberikan informasi tambahan.Merumuskan inti sikap 4. (Informasi tersimpan dalam LTM siswa) (Tidak diketahui) (Tidak diketahui) (Tidak diketahui) (Tidak diketahui) (Tidak diketahui) 5. Membantu menggali dari ingatan (LTM) Mengajukan pertanyaan yang terarah.Menghubungkan fakta baru yang dipelajari.Memberikan petunjuk tentang bentuk reproduksi harafiah atau bebas. Mengajukan pertanyaan yang terarah.Menghubungkan konsep dan kaidah yang sudah dipahami dengan kosep dan kaidah baru.Memberikan petunjuk tentang wujud prestasi :berbuat sesuatu atau menguraikan. Menyajikan problem/masalah yangsama atau yang baru, namun mirip. Mengharuskan untuk mengulang latihan dengan mentaati prosedur dan koordinasi gerak gerik.Membantu menyempurnakan gerak-gerik.Memberikan petunjuk tentang wujud prestasi :caranya dan waktunya. Bertanya mengapa tindakan sebaiknya begini atau begitu.Menanyakan saat-saat kapan orang harus bersikap begini atau begitu.Memberikan petunjuk mengenai wujud prestasi :cara dan saatnya. 6. Mendampingi siswa selama memberikan prestasi Mengikuti dengan seksana perumusan verbal yang memberikan dalam bentuk tulisan Mengikuti dengan seksama prestasi yang diberikan dan menjawab pertanyaan tentang cara memberikan prestasi Mengikuti dengan seksama uraian tentang pemecahan yang telah ditentukan Mengamati keseluruhan rangkaian gerak-gerik dan memperhatikan norma waktu Mengobservasi tindakan secara berulang kali 7. Memberikan umpan balik Memberikan komentar tentang tepatnya prestasi, secara lisan atau tertulis Memberikan konfirmas tentang tepatnya prestasi, secara lisan dan tertulis Memberikan pandangan tentang originalitas pemecahan yang ditemukan Memberikan komentar mengenai keluwesan gerakan, koordinasi dan ketepatan waktu Memberikan komentar tentang kewajaran sikap yang tercermin dalam tingkah laku. Catatan : LTMLong Term Memory pengetahuan tersimpan dalam pikiran peserta didik untuk jangka panjang. Kemudian Joyce dan Weil sebagaimana dikutip oleh Sudjana (1989:153¬159), mengemukakan enpat kategori pendekatan pembelajaran, yaitu: pen¬dekatan informasi, pendekatan personal, pendekatan interaksi sosial, dan pen¬dekatan tingkah laku¬ B. JENIS-JENIS PENDEKATAN PEMBELAJARAN 1. Pendekatan Informasi Pendekatan ini menitikberatkan pada cara memperkuat dorongan internal peserta didik untuk memahami dunia ini dengan menggali dan mengorganisasi¬kan data, merasakan adanya masalah dan mengupayakan jalan keluarnya den¬gan mengembangkan bahasa untuk mengungkapkannya. Yang termasuk kategori pendekatan informasi, adalah: a. Pendekatan Berpikir Induktif Pendekataan yang dirancang dengan tujuan untuk mendorong peserta didik menemukan dan mengorganisasikan informasi, menciptakan nama suatu kon¬sep dan menjajagi berbagai cara yang dapat menjadikan mereka Iebih terampil dalam menyikapi informasi dan melakukan pengetesan hipotesis yang meluk¬iskan hubungan antar data. Hilda Taba mengembangkan pendekatan berpikir induktif dan membagi prosedur pembelajarannya menjadi tiga fase, yaitu: pembentukan konsep, pe-nafsiran konsep, dan aplikasi konsep. Langkah-langkah penggunaan pendekatan berpikir induktif, adalah sebagai berikut : 1) Identifikasi dan pencatatan. 2) Pengelompokan dan pemberian label. 3) Membedakan antar kelompok. 4) Menemukan keterhubungan antar kategori. 5) Menarik kesimpulan. 6) Memperhitungkan dampak situasi. 7) Menjelaskan untuk menguji dampak. 8) Verifikasi konsekuensi yang diprediksi. b. Pendekatan Latihan Inkuiri Pendekatan ini dirancang untuk melatih peserta didik dalam penelitian ilmiah. Sehingga diharapkan dapat tumbuh dan berkembang rasa ingin tahu dalam diri peserta didik. Tujuannya untuk menumbuh kembangkan kemampuan intelektual dalam berpikir induktif, kemampuan meneiiti, kemampuan mengemukakan argumen¬tasi, dan pengembangan teori. Langkah-langkah penggunaan pendekatan latihan inkuiri adalah sebagai berikut: 1) Menjelaskan proses inkuiri yang akan diiakukan. 2) Menyajikan suatu persoalan. 3) Verifikasi hakekat persoalan) 4) Verifikasi keberadaan situasi yang menimbulkan persoalan. 5) Pengumpulan data, antara lain melalui eksperimen. 6) Pengolahan data. 7) Memberikan penjeiasan 8) Analisis apa yang sudah dilakukan untuk mendapatkan prosedur yang lebih berdaya guna. Dari kedelapan langkah di atas dapat dikelompokkan, menjadi lima fase, yaitu: pemberian masalah, pengumpulan data, formulasi penjelasan, pengola¬han data, dan analisis proses inkuiri. , c. Pendekatan Pencapaian Konsep Konsep diartikan sebagai abstraksi sekelompok benda atau fenomena/sti¬muli yang memiliki persamaan karakteristik.Ada konsep konkrit, seperti meja, kursi, gunung, dan sebagainya.Dan ada konsep abstrak, seperti transmigrasi, demokrasi, dan sebagainya. Bruner dan kawan-kawan berpendapat bahwa suatu konsep memiliki label, contoh: positif dan negatif. atribut, nilai atribut, dan definisi.Memahami konsep berarti memahami unsur-unsur tersebut.Dibedakan antara pembentukan kon¬sep (concept formulation) dan pencapaian konsep (concept attainment). Pembentukan konsep adalah proses kategorisasi dalam atribut, sedangkan pencapaian konsep adalah proses kategorisasi antara satu konsep dengan kon¬sep lainnya. Pendekatan pencapaian konsep ini bertujuan untuk mengembangkan ke-mampuan berpikir induktif, pengembangan dan analisis konsep.Disamping itu juga melatih peserta didik dalam melakukan kategorisasi, sehingga meningkat¬kan intelek tual dalam mengolah informasi yang tersedia. Langkah-langkah penggunaan pendekatan pencapaian konsep, adalah seba¬gai berikut: 1) Penyajian data (ada label) 2) Membandingkan dan mengelompokkan 3) Menentukan label 4) Membuat definisi tentang konsep tersebut 5) Membedakan contoh-contoh tambahan yang diupayakan dari guru 6) Mencari contoh-contoh lain 7) Mendiskusikan prosedur pencapaian konsep. d. Pendekatan Pengembangan Kognitif atau Intelektual Pendekatan ini didasarkan pada studi tentang perkembangan kognitif yang dilakukan oleh Piaget. Ia berpendapat bahwa dalam diri manusia ada "scheme" yang sesuai dengan tingkat perkembangan masing-masing orang.Scheme seseorang berkembang melalui prases yang disebutkannya "akomodasi" dan asimi¬lasi". Akomodasi adalah proses perubahan pada scheme untuk menerima aspi¬rasi baru.Dan asimilasi adalah proses pernyataan infonnasi baru menjadi scheme baru. Pendekatan ini bertujuan untuk membantu guru menyesuaikan proses pembelajaran terhadap taraf kematangan peserta didik dan merancang cara-cara nreningkatkan kecepatan perkembangan kognitif peserta didik, terutama ke-mampuan berargumentasi. Langkah-langkah penggunaan pendekatan pengembangan kognitif adalah sebagai berikut: 1) Penyajian suatu suasana yang rnembingungkan 2) Meminta jawaban dari peserta didik berikut alasannya 3} Menyajikan kegiatan lain yang bertrubungan 4) Mengkaji jawaban yang diberikan oleh peserta didik. e. Pendekatan Pemandu Awal (Advance Organizer) Menurut Ausubel, pendekatan ini memiliki kemampuan dalam memperkuat struktur kognitif peserta didik.Hal ini terjadi apabila bahan keilmuan yang diberikan bersnakna (meaningful), yaitu mempunyai keterkaitan dengan apa yang sudah ada pada scheme peserta didik. Untuk itu ia harus mampu mengubah pengetahuan barunya dan menerapkan dalam situasi yang baru pula. Tujuan utama pendekatan ini untuk mengembangkan dan meningkatkan efisiensi kemampuan mengolah informasi.Melaiui pendekatan ini diharapkan dapat membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuaannya mema¬hami informasi agar bermakna bagi dirinya. Untuk memberikan fasilitas agar informasi baru dapat dicerna oleh apa yang sudah ada, maka prcses pembelajaran harus didahului oleh apa yang disebut "advance organizer", yaitu bahan dasar yang diperkenalkan kepada peserta didik sebelum mereka belajar.Bahan keilmuan tersebut hendaklah lebih tinggi tingkat abstraksinya.Fungsi dari bahan keilmuan itu adalah untuk menjelaskan, mengintegrasikan, dan menghubungkan antara bahan keilmuan yang sudah dipelajari dengan bahan keilmuan yang akan dipeiajari. Langkah-Iangkah penggunaan pendekatan advence organizer, adalah seba¬gai berikut: 1) Penyajian advence organizer yang terdiri dari: a) Penjelasan indikator b) Penyajian dan pemahaman advence organizer c) Mengundang bahan adpersepsi 2) Penyajian bahan pembelajaran dengan berbagai metode pembelajaran 3) Penguatan organisasi kognitif, intelektual peserta didik. f. Pendekatan Memory Pendekatan memory secara khusus berupaya memusatkan diri dalam mengembangkan dan rneningkatkan kemampuan mengingat dalam diri peserta didik. Mengingat adalah fungsi otak yang amat penting.Tanpa memiliki daya ingat yang baik, seseorang sulit unruk dapat mengembangkan kemampuan intelektual yang lain. Tujuan pendekatan ini adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan daya ingat peserta didik. Langkah-langkah penggunaan, pendekatan memory, adalah sebagai berikut. 1) Perkenalan kepada bahan pembelajaran; 2) Mengembangkan hubungan; 3) Perluasan tanggapan ingatan; dan 4) Latihan menyebutkan kembali bahan pembelajaran tersebut sampai dengan hafal. 2. Pendekatan Personal Perlu disadari bahwa pernyataan hidup manusia pada akhirnya terletak pada kesadaran individu. Manusia mengembangkan kepribadian yang unik, dan melihat alam semesta dari sudut pandangan yang merupakan hasil pengalaman dan kedudukannya.Pengertian umum merupakan hasil kesepakatan individu¬ individu yang harus hidup, bekerja, dan membentuk keluarga secara bersama¬ sama. Pendekatan ini beranjak dari pandangan kesendirian (seifhood) dari indi¬vidu. Proses pendidikan sengaja diarahkan untuk memungkinkan kita dapat memahami diri sendiri dengan baik, tanggung jawab dan lebih kreaiif untuk mencapai kualitas kehidupan yang lebih sempurna.Pendekatan personal me¬musatkan perhatian dan pandangan perseorangan dan berusaha menggalakkan kemandirian yang produktif, sehingga manusia semakin sadar diri dan bertang¬gung jawab atas tujuannya. Tujuan pendekatan personal untuk mengembangkan kepribadian peserta didik, dengan menitikberatkan pada proses dimana seseorang berusaha mengembangkan dan mengorganisasikan pengalaman pribadi mereka.Yang termasuk kategori pendekatan personal. adalah pendekatan sebagai berikut: a. Pendekatan Pembelajaran tanpa Arahan (Non Directive Tea Ching) Roger menyatakan bahwa selama bertahun-tahun peranan guru dalam mengajar ialah sebagai konselor.Bertolak dari teori-teori konseling. pendekatan ini menitikberatkan pada prinsip persahabatan (partnership) antara peserta didik dan guru. Tujuan pendekatan pembelajaran tanpa arahan ini membangun kemampuan personal dalam mengembangkan dirinya, terutama mengenai kesadaran diri, pengertian, otonomi, dan konsep diri.Pendekatan ini digunakan rnelalui berbagai cara, antara lain: 1 ) Melaksanakan pendidikan secara keseluruhan 2) Mengkombinasikan dengan pendekatan pembelajaran lain, bahwa hu-bungan itu dibuat sendiri oleh pese.rta didik 3) Dipergunakan pada saat peserta didik merencanakan proyek mandiri atau kelompok 4) Dipergunakan secara periodik, yaitu pada saat memberikan penyuluhan kepada peserta didik agar menemukan apa yang sedang mereka pikirkan, rasakan, dan membantu mereka memahami apa yang dilakukan. b. Pendekatan Latihan Kesadaran (Awareness Training) Para ahli pendidikan, seperti: Browa, Pearl, dan Schultz, berpandangan bahwa dalam memperluas kesadaran diri dan kemam puan untuk merasa, ber¬pikir bagi peserta didik terutama dalam berhubungan dengan orang lain adalah menjadi tujuan utama pendekatan ini. Pendekatan latihan kesadaran ini berisikan rangkaian kegiatan lokakarya (workshop) yang mendorong timbulnya refleksi hubungan antar inbdividu, citra diri (self image), eksperimentasi, dan ketrampilan diri. c. Pendekatan Sinektiks Pendekatan ini semuta dikembangkan untuk dipakai dalam kelompok krea¬tif (creative group) di lingkungan industri.Kemudian di sekolah pendekatan ini dirancang untuk membantu individu, membuka pemecahan masalah, kegiatan tulis-menulis, dan memperoleh pandangan baru dalam berbagai tapik.Di kelas, pendekatan ini diperkenalkan kepada peserta didik dalam rangkaian bengkel kerja sampai pada waktunya mereka dapat menerapkan prosedur secara individ¬ual dalam kelompok yang sedang bekerja. Walaupun pendekatan ini dirancang untuk memberikan rangsangan krea¬tivitas, tetapi telah memberikan dampak pengiring berupa mendorongan ker¬jasarna, belajar ketrampilan dan rasa ingat dalam hubungan antar peserta didik serta memperkuat nilai sosial. d. Pendekatan Perternuan Kelas ( Classroorn Meeting) Menurut Glaser, pendekatan ini dirancang sebagai hasil adaptasi dari pen¬dekatan konseling, dengan maksud untuk membantu peserta didik memikul tanggung jawab atas peri lakunya dan lingkungan sosialnya, sehingga dapat digunakan di lingkungan kelas.Di kelas pendekatan ini diwujudkan dalam bentuk rapat atau pertemuan di mana kelompok bertanggung jawab untuk membangun sistem sosiai yang sesuai untuk melaksanakan tugas-tugas akade¬mis dengan mempertimbangkan unsur perbedaan perseorangan, tetapi tetap menghargai tugas tugas bersama dan hak-hak orang lain. Pendekatan ini memberikan metode langsung untuk mengelola suasana pengajaran (isntructional seeting) dan untuk mengorganisasikan peserta didik agar bertanggung jawab atas situasi kelas.Karena itu pendekatan ini sering disebut "classroom management model". Pendekatan pertemuan kelas memiliki karakteristik yang memberikan sua¬sana belajar individual dan kelompok serta pencapaian ketrampilan sosial. 3. Pendekatan Interaksi Sosial Kerjasama adalah satu fenomena kehidupan masyarakat.Melalui kerjasama kita dapat membangkitkan dan menghimpun tenaga secara bersama, yang oleh Joyce dan Weil disebut "synergy". Pendekatan ini menitik beratkan pada proses latihan menghayati hakekat nilai melalui keterlibatan langsung dalam proses simulatif atau situasi sebe¬narnya.Dalam proses ini peserta didik diharapkan memperoleh wawasan fung¬si, peran dan tanggung jawab moral dan sosial yang dilandasi perilaku moral dan sosial yang sesungguhnya dalam masyarakat dan dapai diperkuat penger¬tiannya tentang konsep dan prinsip nilai. Tujuan pendekatan ini untuk mengembangkan kemampuan seseorang/pe¬serta didik dalam berinteraksi dengan kelompok sosialnya. Yang termasuk kategori pendekatan interaksi sosial adalah pendekatan-pen¬dekatan sebagai berikut: a. Pendekatan Investigasi Kelompok (Group Investigation) Menurut Dewey, Thelen dalam Joyce dan Weil menyatakan bahwa pen¬didikan dalam masyarakat yang demokratis seyogyanya mengajarkan proses demokratis secara langsung.Karena itulah pendidikan bagi para pemuda se¬kurang-kurangnya harus diorganisasikan dengan cara melakukan penelitian bersama (coor perative inquiry) terhadap masalah sosial dan akademis. Pendekatan ini dirancang untuk membimbing peserta didik merumuskan masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah itu, mengum¬pulkan data yang relevan, mengembangkan dan menguji hipotesis.Dalam rang¬ka ini guru seyogyanya mengorganisasikan proses pembelajaran melalui kerja kelompok dan mengarahkannya, mernbantu peserta didik menemukan infor¬masi, dan mengelola terjadinya berbagai interaksi dan aktivitas belajar.Tujuan pendekatan ini untuk mengembangkan kemampuan berpartisipasi dalam kegiatan kelompok dan penertian akademis. b. Pendekatan Latihan Laboratoris (Laboratory Training) Pendekatan ini dikembangkan oleh Benne, Gibb dan Bradford.Keberhasil¬an individu dan kelompok dalam berbagai bidang, tergantung pada tingkat pengertian sosial ketrampilan dan kemampuan setiap orang untuk menciptakan suasana di mana perbedaan individu dapat dihargai dan tugas-tugas bersama dapat dikoordinasikan.Bertolak dari ketentuan tersebut, maka pendekatan ini merancang suasana kerja dan kreativitas untuk membantu kelompok mengana¬lisis proses sosial, kesesuaian pekerjaan dengan ketrampilan, pembangunan keutuhan kerja. Pendekatan ini sangat cocok digunakan untuk suasana belajar orang dewasa, tetapi dengan berbagai modifikasi dapat juga untuk suasana belajar peserta didik yang lebih muda. c. Pendekatan Penelitian Yurisprudensi (Jurisprudential In quiri) Pada awalnya pendekatan ini dirancang untuk peserta didik SLTP dalam pengajaran IPS.Tujuannya adalah mengembangkan kemampuan berpikir me¬nurut logika hukum dalam memecahkan masalah sosial. Pakar yang mengembangkan pendekatan ini adalah Oliver dan Shaver.Pada dasarnya pendekatan ini menerapkan metode studi kasus dalam proses peradil¬an dan menerapkannya dalam suasana belajar di sekolah. Pendekatan penelitian yurisprudensi sangat potensial digunakan dalam mata pelajaran yang membahas isu-isu kebijaksanaan umum atau berkaitan dengan kebijaksanaan umum termasuk yang berhubungan dengan isu-isu sosial, keadi¬lan, kemiskinan, kekuasaan dan sebagainya. d. Pendekatan Penelitian Sosial (Social Science Inyuiri) Pendekatan ini dikembangkan atas dasar kerangka konsep tual yang sama dengan pendekatan penelitian ilmiah yang diterapkan di bidang ilmu-ilmu alam dan pendekatan sosial dalam bidang ilmu-ilmu sosial. Kemudian yang mengembangkan pendekatan ini secara umum adalah Massialas dan Cox.Dan pendekatan yang lehih spesifik dikembankan dengan menggunakan rnetode-metode keilmuan Antropologi, Sejarah, Geografi, Psikologi Sosial, dan Sosio-logi.Yang terakhir ini diterapkan di sekolah dan di perguruan tinggi. Pendekatan ini dirancang secara khusus untuk memanfaatkan proses sosial, akan tetapi juga dapat digunakan untuk mencapai tujuan akademis, seperti: latihan berpikir dan pembangunan konsep. Dasar dari pendekatan penelitian sosial ini adalah kesepakatan sosial (social negosation).Dengan pendekatan ini peserta didik dituntut untuk menguji diri¬nya sendiri, perilaku kelompok dan proses sosial serta etis yang Iebih besar. 4. Pendekatan sistem perilaku (behavioral system) Pendekatan ini meliputi sekelompok pendekatan pembelajaran yang beran¬jak dari teori-teori belajar sosial.Pendekatan ini juga dikenal dengan pen¬dekatan modifikasi perilaku (behavioral medifieation ), terapi perilaku (Behav¬ioral therapy), dan sibernetika (cybernetics). Dasar pikiran pendekatan ini berorientasi pada sistem komunikasi yang mengoreksi sendiri, yang memodifikasi perilaku dalarn hubungannya dengan tugas-tugas yang dijalankan sebaik-baikrrya. Tujuan pendekatan ini adalah untuk mengubah perilaku nyata yang nampak. Perubahan perilaku didasarkan pada prinsip stimulus-respon.Yang termasuk kategori pendekatan sistem perilaku adalah sebagai berikut: a. Pendekatan Belajar Tuntas (Master Learning) dan Pengajaran Langsung (Direct Instruction) Penerapan yang paling umum dari sistem perilaku untuk mencapai tujuan akademis, mengambil bentuk belajar tuntas (mastery learning) dan pengajaran langsung (direct instruci ton). Pendekatan ini memiliki ciri-ciri yang serupa dengan pengajaran berpro¬gram (programmed instruction) yang dikem bangkan oleh Skinner, yaitu: 1) Bahan-bahan yang akan dikaji terbagi dalam bentuk unit, mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. 2) Bahan-bahan yang disajikan kepada peserta didik diorganisasikan secara perseorangan dengan menggunakan berbagai media. 4. Proses belajar dilakukan oleh peserta didik secara bertahap menurut ke¬cepatan masing-masing dengan melalui unit unit pelajaran itu, yang kemu¬dian diberikan tes untuk menguji keberhasilannya. 4) Jika seseorang peserta didik ternyata belum dapat menguasai unit itu, maka ia dapat mengulanginya sampai dapat menguasai tujuan unit dengan baik. b. Pendekatan Belajar Kontrol Dird (Learning Self Control) Skinner, bapak tcori pengolahan perilaku, dalam konsepnya tentang operant conditioning, telah memberikan sumbangan yang besar dan luas dalam pen¬dekatan ini. Pendekatan ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan pe¬serta didik dalam berperilaku di berbagai kelompok sosial. Pendekatan belajar control/pengawasan diri bertolak dari keyakinan bahwa perilaku peserta didik merupakan hasil belajar (learned).Karena itu peserta didik harus diberi kemudahan untuk belajar bagaimana bertanggung jawab secara moral atas lingkungan personal dan sosial memahami dirinya secara utuh. Pendekatan ini digunakan oleh guru untuk menciptakan Iingkungan belajar yang produktif dan menghindarkan peserta didik dari keengganan untuk meli-batkan diri dalam kesempatan belajar yang tersedia secara umum.Peserta didik yang suka rnengganggu temannya, dapat belajar secara lebih produktif untuk berhubungan dengan temannya. Kemudian peserta didik yang memiiiki rasa takut terhadap mata pelajaran tertentu, dapat belajar bagaimana menghilangkan rasa takut itu dengan membangun perasaan yang tegar (affitmatif). c. Pendekatan Latihan Keetrampilan dan Pengembangan Konsep (Training for Skills and Concept Development) Ada dua macam pendekatan yang dikembangkan atas dasar pemikiran teori sibernetika mengenai perilaku kelompok, yaitu: pendekatan teori ke praktek dan simulasi. Pendekatan teori ke praktek, memadukan suatu keterampilan dengan penam¬pilan, praktek, umpan balik dar, latihan sampai dengan tahap dikuasainya kete¬rampilan itu.Misal, jika ketrampilan sosial yang menjadi tujuan, dimulai de-ngan menjelaskan keterampilan itu dan mendemonstrasikan cara penggunaan-nya.Kemudian diberi latihan dengan pemberian koreksi sebagai umpan balik dan selanjutnya peserta dildik menerapkannya dengan bimbingan teman atau gurunya. Pendekatan simulasi, dirancang dari gambaran mengenai kehidupan nyata sehari-hari.Suasana yang mirip dengan lingkungan yang sebenarnya sengaja diciptakan sebagai situasi belajar, alau dengan cara membangun alat tiruan sebagai simulator.Dalam pendekatan ini nampak jelas proses pencapaian tu¬juan simulasi dan bergerak secara nyata sampai tujuan itu dikuasai. d. Pendekatan Latihan Asertif (Assertive Training) Tujuan dari pendekatan ini ialah terciptanya komunikasi yang integratif dan jujur. Karena itu pendekatan ini beranjak dari masalah-masalah komunikasi.Peserta didik didorong melakukan komunikasi dengan orang lain mengenai perasaan dan tujuannya.Manakala mereka terpaksa harus beralih kepada orang lainnya, mereka tetap dapat menjaga perasaan orang lain itu, sehingga tidak merasa tersinggung. Pendekatan ini dapat dipakai untuk menciptakan lingkungan belajar yang produktif dan etis dalam berbagai tingkat kelas. Untuk dapat memilih sekaligus menetapkan pendekatan pembelajaran yang diuraikan di atas dengan cermat dan tepat, maka harus dipahami karakteris¬tiknya masing-masing secara utuh.Disamping memperhatikan, indikator bahan keilmuan/pembelajaran dan karakteristik peserta didik terutama kemampuan intelektualnya. Karena dalam proses pembelajaran untuk setiap mata pelajaran tiada satu¬pun pendekatan pembelajaran yang dapat diandalkan sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang serba manjur.Sehubungan dengan itu maka pengalaman para guru dalam menerapkan berbagai pendekatan pembelajaran selama proses pembelajaran, akan memungkinkan para guru lebih inovatif dan adaptif ter¬hadap pendekatan pembelajaran tertentu. Dari pendekatan pembelajaran yang dipilih untuk menyajikan suatu bahan pembelajaran itulah keragaman metode pembelajaran akan ditentukan.Dengan keragaman metode pembelajaran yang dapat diterapkan seiama proses pembe-tajaran, maka akan nampak kegiatan belajar (learning activities) yang beragam dilakukan oleh peserta tiidik.Dengan kegiatan belajar yang beragam ini dimungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar (learning experi-ences) yang banyak macamnya. Kondisi proses pemhelajaran yang demikian itu, baik langsung ataupun tidak Iansung para guru benar-benar telah memperhatikan peserta didiknya tanpa kecuali (Saripuddin, 1989:132-i46). Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut. 4. Perbadaan Pendekatan, strategi, metode. Teknik, taktik, dan model pembelajaran Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach). Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu : 1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya. 2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran. 3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran. 4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha. Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah: 1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik. 2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif. 3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran. 4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan. Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif. Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplemen tasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya. Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama. Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat) Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran. Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut: Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun. Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada. BAB IX KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR Konsep keterampilan dasar mengajar yang di uraikan secara garis besar inr dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan memotivasi peserta pe¬nataran agar memodifikasi teknik mengajar yang dilakukan selama ini sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.Misal, dengan berorientasi pada strategi dan pendekatan pembelajaran tertentu. Sumber utama dalam penulisan konsep ini diambil dari buku: "Proses Bela¬jar Mengajar :Keterampilan Dasar Pengajaran Mikro",oleh Drs. J.J.Hasibuan, Dipl.Ed., dkk., 1988", yang meliputi: A. KETERAMPILAN MEMBUKA DAN MENUTUP PELAJARAN 1. Pengertian Dalam mengawali proses pembelajaran yang sering di lakukan guru, antara lain : mengabsen kehadiran dan menertibkan peserta didik, menyuruh peserta didik untuk menyiapkan alat tulis menulis dan buku pegangan, mengisi daftar hadir dan mengakhirinya dengan tugas rumah.Kegiatan ini beium dapat dikate¬gorikan sebagai membuka dan menutup pelajaran.Karena belum tentu dapat mengajak peserta didik untuk memusatkan perhatiannya terhadap materi yang akan disajikan. Keterampilan membuka peiajaran adalah kegiatan guru dalam mengawali proses pembelajaran untuk menciptakan suasana siap mental sehingga menim¬bulkan perhatian peserta didik terhadap materi yang akan dipelajari. Keterampilan menutup pelajaran adalah kegiatan guru untuk mengakhir; proses pembelajaran. 2. Tujuan Penggunaan a. Menimbulkan perhatian dan motivasi peserta didik agar siap mengerjakan tugas-tugas yang segera akan diberikan. b. Menunjukkan agar peserta didik mengetahui batas-batas tugasnya. c. Memberikan gambaran yang jelas tentang pendekatan yang mungkin digu-nakan peserta didik dalam mempelajari materi. d. Menunjukkan kepada peserta didik adanya hubungan antara pengalaman-nya dengan materi baru yang akan dan sedang dipelajari. e. Memberikan pengetahuan yang lebih kuat kepada peserta didik tentang fakta, konsep keterampilan yang tercakup selama proses pembelajaran. f. Peserta didik mengetahui tingkat keberhasilannya selama proses pemhela-jarar. g. Menunjukan berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran.. 3. Prinsip Penggunaan a. Kebermaknaan Upaya menarik perhatian dan memotivasi peserta didik agar sesuai dengan indikator dan materi serta bermanfaat. b. Berkaitan dan Berkesinambungan. Kegiatan penyajian materi dan merangkum inti materi hendaknya meru¬pakan suatu kesatuan yang utuh.Untuk itu diperlukan susunan materi yang sistematis sesuai dengan minat peserta didik, susunan materi hendaknya jeias kaitanya antara bagian atau kaitanya dengan pengalaman dan pengetahuan peserta didik. 4. Komponen Ketrampilan Membuka dan Menutup Pelajaran a. Komponen keterarnpilan membuka dan menutup pelajaran, antara lain: 1) Menarik perhatian peserta didik melalui: a) variasi gaya mengajar; b) peng-gunaan media dan; c) variasi pola interaksi. 2) Menimbulkan motivasi melalui : a) kehangatan dan keantusiasan dalam mengajar; b) menggugah rasa ingin tahu peserta didik; c) mengajukan ide/gagasan dan; d) memperhatikan minat peserta didik. 3) Memberi acuan melalui :a) menginformasikan indikator dan batas-batas tugas; b) memberikan gambaran langkah-langkah yang akan dilakakan; c) mengingatkan masalah pokok yang akan dibahas dan; c) mengajukan pertanyaan. 4} Membuat kaitan antara materi baru yang akan disajikan dengan materi yang dikuasai peserta didik atau mempertentangkannya melalui:a) pertanyaan-pertanyaan; b) mereview secara singkat materi sebelumya; c) menjelaskan secara global konsep-konsep baru atau sebaliknya dengan menunjukkan fakta. b. Komponen keterampilan menutup pelajaran, antara lain : 1) Meninjau kembali tingkat penguasaan atau pemahaman peserta didik ter¬hadap pokok materi yang telah disajikan sebagai umpan balik. 2) Membuat rangkuman tentang pokok materi yang telah di sajikan.Hal ini dapat dilakukan bersama peserta didik atau oleh peserta didik sendiri. 3) Mengevaluasi keutuhan wawasan peserta didik dengan jalan meminta un¬tuk:a) mendemonstrasikan pemahamannya; b) menerapkan pemahamannya pada situasi baru; c) memberikan komentar; c) mengerjakan tes tertulis B. KETERAMPILAN MENJELASKAN Tidak jarang bahwa guru dalam mejelaskan atau memberikan informasi hanya jelas bagi dirinya sendiri.Hal ini disebabkan antara lain guru belum mengenal tingkat pemahaman peserta didik yang notabane berbeda-beda.Di¬samping latar belakang lain seperti ekonomi dan sosiai budaya, ternyata tidak sedikit peserta didik yang belum mampu menggali sendiri pengetahuan dari buku atau sumber lain.Untuk itu keefektifan guru dalam memberikan pen¬jelasan tentang materi yang disajikan akan meningkatkan pemahaman peserta didik yang beranekaragam latar belakangnya. 1. Pengertian Keterampilan menjelaskan adalah menyajikan materi dengan informasi lisan yang diorganisasikan secara sistematis sehingga terdapat hubungan, misalnya: sebab akibat, antara yang sudah diketahui dengan yang beium diketahui, antara hukum (dalil, definisi) dengan bukti-bukti atau contoh sehari-hari. 2. Tujuan Penggunaan a. Untuk membimbing peserta didik dalam memahami jawaban dari pertan¬yaan " mengapa" yang diajukan oleh guru atau sesama peserta didik. b. Membantu peserta didlk dalam memahami materi yang bersifat konsep, dalil hukum dan sebagainya secara obyektif dan benar. c. Melibatkan peserta didik untuk berfikir memecahkan masalah atau perta nyaan. d. Untuk mendapatkan umpan balik tentang tingkat pemahaman peserta didik dan mengatasi kesalahpengertiannya terhadap materi yang disajikan. e. Mernbantu peserta didik untuk menghayati dan mendapatkan proses, peng-gunaan bukti dalam menyelesaikan masalah yang meragukan. 3. Prinsip Penggunaan a. Penjelasaan dapat diberikan pada awal, tengah atau akhir pertemuan, tergan-tung keperluan dan dapat diselingi tanya jawab. b. Penjelasan hendaknya relevan dengan indikator . c. Penjelasan dapat diberikan atas dasar pertanyaan dari peserta didik dan atau direncanakan sendiri oleh guru. d. Materi yang dijelaskan hendaknya bermakna bagi peserta didik. e. Penjelasan hendaknya sesuai dengan belakang kemampuan peserta didik. 4. Komponen Keterampilan Menjelaskan a. Menganalisis dan Merencanakan enjelasan. 1) Isi pesan (materi) yang akan dijelaskan. a) Menganalisis materi s:cara keseluruhan untuk mengidentifikasi hu¬bungan unsur-unsur yang akan di jelaskan. b) Menentukan jenis hubungan dari unsur-unsur yang di jelaskan. c) Menggunakan hukum, rumus atau generalisasi yang sesuai dengan hu¬bungan antar yang telah ditentukan.Atau penerapan hukum, rumus atau generalisasi pada peristiwa lain. 2) Penerima pesan (peserta didik). Dalam merencanakan suatu penjelasan hendaknya di analisis latarbelakang peserta didik.Karena berhasil tidaknya suatu penjelasan tergantung pe¬nerima pesan yang mendengarkan.Disamping itu apakah suatu penjelasan: a) Relevan dengan pertanyaan yang diajukan oleh peserta didik atau situasi yang membingungkan mereka. b) Memadai, yaitu mudah di serap oleh peserta didik melalui apa yang telah diketahuinya. c) Cocok dengan khasanah pengetahuan peserta didik pada waktu itu. b. Menyajikan Suatu Penjelasan. 1) Kejelasan. Dalam menyajikan suatu penjelasan hendaknya menggunakan bahasa ucap¬an dengan jelas lafal katanya, jelas kata-katanya, volume suara memadai, dan lancar dalam penyajiannya.Hindarilah menggunakan kata penyela, seperti: aaa, eee, mmm, eh, dan sebagainya.Kalimat menggunakan tata bahasa yang baik dan benar dan hindari kalimat yang kurang atau tidak lengkap.Untuk mengurangi salah tafsir, maka penggunaan istilah asing, baru agar diberikan artinya yang jelas.Hindari penggunaan istilah, ungka¬pan, seperti sejauh mana, yang semacam itu, kira-kira, beberapa, satu atau dua sudah cukup, dan sebagainya. Upayakan adanya waktu diam sejenak (senyap) untuk melihat apakah yang dijelaskan telah dimengerti oleh peserta didik. 2) Penggunaan Contoh dan Ilustrasi. Pemahaman peserta didik terhadap konsep baru apalagi yang sulit dapat ditingkatkan dengan menghubungkan konsep dengan dengan pengetahuan atau situasi yang telah diketahui sebelumnya, yang disertai contoh yang jelas dan nyata dalam kehidupan sehari-hari.Upayakan contoh-contoh di¬kaitkan dengan dalil, rumus, hukum (generalisasi) sehingga penjelasan lebih menarik, efisien clan efektif. 3) Pemberian Tekanan. Dalam penjelasan, perhatian peserta didik agar dipusatkan pada masalah pokok dan cara pemecahanya.Agar dikurangi penjelasan yang tidak penting dan berarti. a) Varisasi Cara Mengajar. Penjelasan untuk masalah yang penting hendaknya memberikan tekanan suara dan perubahannya, dari keras ke lembut, bernada tinggi ke rendah, bergetar dan sebagainya. b) Struktur Sajian. Penjelasan hendaknya menunjukkan arah atau tujuan utama penjelasan isi materi, dengan jalan:(1) memberikan ikhtisar dan pengulangan; (2) memafrase (menyatakan dengan kalimat lain) jawaban peserta didik dan; (3) memberikan isyarat lisan seperti: "pertama", "kedua", dan seba¬gainya. 4) Balikan (Umpan Balik). Selama penjelasan hendaknya diberikan kesempatan peserta didik untuk menunjukkan pemahaman atau ketidakmengertiannya, terhadap isi pen-jelasan dengan mengajukan pertanyaan atau meIihat tingkah laku dan mimik peserta didik.Pertanyaan yang dapat diajukan, misalnya: "Apa¬kah kalian mengerti penjeIasan tadi? atau "Apakah penjelasan tadi ber¬makna bagi katian'?". Hal ini untuk menyesuaikan penjelasan, misalnya kecepatannya, memberi¬kan contoh tambahan, mengulang kembali hal-hal yang penting. C. KETRAMPILAN BERTANYA Pada hakekatnya bertanya adalah inti dari mengajar.Dalam proses pembe-lajaran, pertanyaan cenderung untuk kepentingan yang ditanya.Untuk itu la¬tihlah keberanian peserta didik untuk bertanya sehingga mereka terarah ke indikator dan terhindar dari hal yang menyesatkan. Di samping itu menurut John Dewey, bahwa: "berpikir adalah bertanya". Dengan mengajukan pertanyaan secara berencana, peserta didik diantarkan untuk berpikir kritis, kreatif dalam proses dan hasil belajar.Pertanyaan yang tersusun dengan baik sebenarnya Iebih dari separo terjawab.Satu gambar dapat bernilai seribu kata, dan satu pertanyaan yang tepat dapat bernilai seribu gam¬bar. Mengajukan beberapa pertanyaan lebih baik dari pada mengetahui semua jawaban.Sehubungan dengan hal diatas, maka selama proses pembelajaran peserta didik perlu dilatih keberaniannya dalam mengajukan pertanyaan. 1. Pengertian Keterampilan Bertanya Keterampilan bertanya adalah keterampilan yang berisi ucapan verbal yang meminta respon dari peserta didik. 2.Tujuan Keterampilan Bertanya a. Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu peserta didik terhadap materi b. Memusatkan perhatian peserta didik terhadap konsep-kosep pokok materi c. Mendiagnosis kesulitan-kesulitan khusus yang menghambat peserta didik dalam belajar. d. Meningkatkan keterlibatan peserta didik selama proses pembelajaran. e. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengasimilasikan in-formasi. f. Mendorong peserta didik untuk berani berpendapat dalam diskusi. g. Menguji dan mengukur hasil belajar peserta didik. h. Menstimulasi peserta didik untuk bertanya pada diri sendiri atau temannya. i. Menstrukturkan pertanyaan atau tugas yang memungkinkan peserta didik belajar secara maksimal. j. Mengembangkan cara berpikir peserta didik. k. Mengembangkan refleksi dan komentar peserta didik terhadap respon te-mannya. l. Mengungkapkan keinginan yang sebenarnya dari peserta didik melalui ide dan perasaanya. 3. Prinsip Penggunaan Keterampilan Bertanya a. Kehangatan dan keantusiasan (sikap, gaya, suara, ekspresi wajah, gerakan, dan posisi badan). Sikap hangat dan penuh semangat yang ditunjukkan guru dalam menang¬gapi jawaban (respon) peserta didik, sangat penting dalam memelihara kelang¬sungan peran aktif peserta didik selama proses pembelajaran dan terhadap sesamanya. Untuk itu perhatikan sungguh-sungguh respon peserta didik, jan¬ganlah dikritik melainkan tuntunlah sampai menemukan jawabannya.Hindari kebiasaan-kebiasaan:(1) mengulang pertanyaan sendiri; (2) mengulang jawab¬an peserta didik; (3) menjawab pertanyaan sendiri: (4) pertanyaan yang me¬mancing jawaban serentak; (5) pertanyaan ganda; (6) menunjuk peserta didik terlebih dahulu sebelum pertanyaan diajukan. b. Bervariasi 4. Komponen Keterampilan Bertanya 1) Jelas, dan Singkat Pergunakan kata-kata hendaknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan peseta didik. 2) Pemberian Acuan Sebelum mengajukan pertanyaan dapat disampaikan acuan yang relevan dengan respon yang diharapkan. 3 Pemusatan Pada umumnya dimulai dari pertanyaan berfokus luas kemudian meng¬arah ke pertanyaan yang berfokus sempit. 4) Pindah Gilir Semula pertanyaan ditujukan ke kelas, kemudian menunjuk beberapa peserta didik dengan jalan menyebut nama mereka secara bergilir. 5) Penyebaran Pemberian giliran menjawab pertanyaan hendaknya merata. 6) Pemberian Waktu Berpikir Pertanyaan diajukan ke kelas, kemudian selang beberapa detik baru rnenunjuk peserta didik untuk merespon. 7) Pemberian Tuntunan. Hal ini dilakukan bila jawaban peserta didik kurang sempurna, yaitu menuntun sampai mereka menemukan jawaban yang benar, misalnya dengan:(1) mengulang kembali pertanyaan secara sederhana dan mudah di pahami peserta didik; (2) mengajukan pertanyaan lain yang lebih sederhana untuk menuntun ke pertanyaan semula; (3) mengulangi pen¬jelasan yang berhubungan dengan pertanyaan. b. Komponen Keterampilan Bertanya Lanjutan. 1) Pengubahan Tuntutan Tingkat Kognitif Pertanyaan. Dapat diIakukan dengan jalan meningkatkan tingkat kesulitan pertanya¬an dari pertanyaan yang kurang menuntut pelibatan proses mental ke pertanyaan yang menuntut pelibatan proses mental secara kompleks. sehingga pertanyaan tidak hanya menuntut respon berupa fakta saja tetapi lebih dari itu: pemahaman, aplikasi, analisis, sintesisi dan evaluasi. 2) Pengaturan Urutan Pertanyaan. Penyusunan dan penyampaian pertanyaan agar urut dari yang mudah ke yang sulit, sederhana ke kompleks. 3) Penggunaan Pertanyaan Melacak. Untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik yang berkaitan dengan jawaban yang dikemukakan, maka pertanyaan dapat ditingkatkan.Misal: meminta peserta didik untuk memberikan alasan atau contoh yang relevan dan sebagainya. Adapun teknik untuk melacak jawaban peserta didik, antara lain: a) Klarifikasi. Cara ini dilakukan jika jawaban peserta didik kurang baik/tepat, maka dapat diminta kejelasannya dengan mengajukan pertanyaan lagi atau dengan kata-¬kata lain sampai jawaban peserta didik jelas. b) Meminta Peserta Didik Untuk Memberikan Alasan. Caranya dengan mengajukan pertanyaan untuk meminta bukti dari jawaban peserta didik, misal:Mengapa anda mengatakan demikian? Bagaimana anda mendapatkan kesimpulan itu?. c) Meminta Kesepakatan (konsensus). Mengajukan pertanyaan se.cara klasikal untuk meminta peserta didik lain memberikan kesepakatan atau penolakan terhadap pendapat temannya de¬ngan disertai alasan. d) Meminta Ketepatan/kecermatan Jawaban. Hal ini dilakukan apabila jawaban dari peserta didik dirasa kurang tepat. Agar ketepatan respon dapat diwujudkan, maka perlu pertanyaan melacak dengan teknik menuntun. e) Meminta Jawaban Yang Relevan. Jika jawaban peserta didik di rasa kurangltidak relevan, maka dapat diajukan pertanyaan yang diminta peserta didik untuk meninjau kembali jawabannya sampai mendapatkan jawaban yang benar dan relevan. f) Meminta Contoh. Jika jawaban peserta didik dianggap terlalu luas atau samar-samar, maka dapat diajukan pertanyaan yang meminta peserta didik untuk memberikan contoh atau ilustrasi, sehingga jawaban menjadi lebih baik. g) Meminta Jawaban Yang Lebih Kompleks. Apabila jawaban peserta didik di nilai masih dapat di tingkatkan secara luas dan mendalam, maka dapat diajukan pertanyaan yang meminta peserta didik untuk menambah kejelasan dari jawabannya. 4) Peningkatan Terjadinya Interaksi. ApabiLa peserta didik yang memberikan jawaban hanya sebagian kecil dan cenderung peserta didik laki-laki saja, maka dapat ditingkatkan partisipasi dan interaksi antar peserta didik selama proses pembelajaran.Untuk itu perlu dicip¬takan situasi sehingga pertanyaan tidak dijawab peserta didik itu-itu saja, misal dengan mengurangi kesempatan peserta didik yang dimaksud dan meminta peserta didik lain untuk memberikan komentar secara kritis atas jawaban teman¬nya. D. KETERAMPILAN MEMBERI PENGUATAN Pada hakekatnya hampir semua orang ingin dihargai.Hal ini menunjukkan bahwa memperoleh penghargaan merupakan salah satu tuntutan setiap orang dalam hidupnya sehari-hari.Karena itu jika seseorang membutuhkan penghar¬gaan yang lebih akan mendorong dirinya untuk memperbaiki tingkah laku dan mening katkan cara kerjanya. Dalam proses pembelajaran penghargaan juga mempunyai arti yang pent¬ing. Karena dengan penghargaan memberikan penguatan atas tingkah laku positif peserta didik.Dan akan mendorong dirinya untuk mengambil inisiatif serta bersemangat dalam belajar.Untuk itu menerapkan keterampilan memberi¬kan penguatan secara sistematis berdasarkan cara dan prinsip yang tepat akan meningkatkan kualitas proses pembelajaran. 1. Pengertian Keterampilan memberi penguatan adalah respon yang positif terhadap ting¬kah laku peserta didik yang memungkinkan terulangnya kembali tingkah laku tersebut 2. Tujuan Memberi penguatan terhadap tingkah laku positif peserta didik selama pro¬ses pembelajaran bertujuan: a. Meningkatkan perhatian peserta didik. b. Memudahkan peserta didik selama proses pembelajaran. c. Membangkitkan dan memelihara motivasi. d. Mengendalikan dan mengubah tingkah laku belajar yang negatif kearah tingkah laku belajar yang produktif. e. Mengatur dan mengembangkan diri sendiri dalam mengajar. f. Mengarahkan cara berpikir tingkat tinggi. 3. Prinsip Penggunaan Keterampilan Memberi Penguatan a. Kehangatan dan Keantusiasan Dalam memberikan penguatan hendaknya menunjukkan kehangatan dan keantusiasan secara efektif baik suara, mimik maupun gerakan badan. b. Makna Bila guru mengatakan kepada seorang peserta didik, "karangan anda sangat baik", padahal karangan tersebut bukan hasil karyanya, maka penguatan yang diberikan tidak bermakna bagi peserta didik.Sebaiknya kepada peserta didik itu guru mengatakan, " karangan akan lebih baik jika anda berusaha sendiri". Dengan cara ini penguatan yang diberikan wajar dan bermakna bagi peserta didik yang bersangkuatan. c. Hindakan Pemberian Respon Yang Negatif; Respon negatif seperti komentar yang bernada menghina, ejekan kata-kata kasar, sindirian dan sebagainya, perlu dihindari karena akan mematahkan semangat peserta didik dalam mengembangkan dirinya. 4. Komponen Keterampilan Memberi Penguatan a. Penguatan verbal, seperti: bagus, benar, tepat; pekerjaan anda baik sekali, saya gembira dengan hasil pekerjaan anda dan sebagainya. b. Penguatan dengan mimik dan gerakan badan, seperti: senyuman, anggukan, acungan jempol, tepuk tangan.Hal ini dapat diikuti dengan penguatan verbal. c. Penguatan dengan cara mendekati, seperti: berdiri di samping peserta didik, berjalan menuju kearah peserta didik, duduk dekat peserta didik/kelompok dan sebaginya. Hal ini dapat dibarengi dengan penguatan verbal. d. Penguatan dengan sentuhan. Guru dapat menyatakan persetujuan dan penghargaan terhadap peserta didik atas usaha dan penampilannya dengan cara menepuk pundak, menjabat tangan atau mengangkat tangan peserta didik yang berprestasi di kelas.Peng¬gunaan penguatan ini harus bijaksanan artinya dipertimbangakan umur, jenis kelamin dan latar kebudayaan setempat (umpamnnya mengelus-elus rambut ). e. Penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan Kegiatan atau tugas yang menyenangkan dapat dipakai sebagai penguatan.Misal: peserta didik yang dapat menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu dan baik dapat diberi tugas untuk membantu temannya yang kesulitan dan sebagainya. f. Penguatan berupa simbol atau benda seperti: komentar tertulis pada buku peserta didik, kartu bergambar, bintang, lencana dan lainnya asal tidak terlalu mahal tapi bermakna simbolis. E. KETERAMPILAN MENGADAKAN VARIASI Proses pembelajaran yang berlangsung dengan kegiatan belajar yang sama, cenderung menurunkan minat dan motivasi peserta didik dalam belajar.Oleh karena itu, perIu diciptakan kondisi yang beragam selama proses pembelajaran melalui serangkaian kegiatan. 1.Tujuan a. Menimbulkan dan meningkatkan perhatian peserta didik terhadap aspek-aspek pembelajaran yang relevan b. Meningkatkan kemungkinan berfungsinya motivasi dan rasa ingin tahu melalui kegiatan penelitian (inverstigasi) dan penjelajahan ( eskplorasi) c. Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah d. Kemungkinan peserta didik mendapat layanan secara individual sehingga memberikan kemudahan belajar. 2.Prinsip Penggunaan a. Variasi hendaknya digunakan dengan maksud tertentu, relevan dengan tujuan, sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik dan hakikat pendidikan b. Variasi harus digunakan secara lancar dan berkesinambungan sehingga tidak merusak perhatian pesertai didik dan mengganggu proses pembelajaran c. Sejalan dengan prinsip a dan b, komponen variasi tertentu memerlukan susunan dan perencanaan yang baik.Artinya secara eksplisit dicantumkan dalam rencana pelajaran (berstruktur).Dan apabila diperlukan komponen tersebut dapat digunakan secara luwes dan spontan sesuai dengan pengembangan proses pmbelajaran dan balikan dari peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. 3. Komponen Keterampilan Mengadakan Variasi a. Variasi gaya mengajar guru: variasi suara, pemusatan perhatian, kesenyap¬an, mengadakan kontak pandang, gerakan badan dan mimik, pergantian posisi guru dalam kelas. b. Variasi dalam penggunaan media dan materi, yaitu: media,materi yang dapat didengar, dapat dilihat dan dapat diraba serta dimanipulasi. c. Varisasi pola interaksi dan kegiatan peserta didik, misal: partisipasi peserta didik dalam mendengarkan informasi guru, berdiskusi, kelompok-kelom¬pok kecil, mengerjakan suatu tugas. F. KETERAMPILAN MEMBIMIBING DISKUSI KELOMPOK KECIL DAN PERORANGAN Dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun masyarakat, setiap orang dihadapkan kepada masalah-masalah yang menuntut adanya pen¬gambilan keputusan.Untuk itu dibutuhkan forum diskusi (musyawarah) guna melatih keterampilan pengambilan keputusan atau kata sepakat. Dalam proses pembelajaran tujuan yang hendak dicapai tidak terbatas pada pengetahuan saja, melainkan juga pembentukan keterampiIan dan sikap.Karena itu menuntut adanya model pembelajaran yang dapat melibatkan potensi peserta didik secara optimal, yaitu suatu model pembelajaran yang menekankan peng¬gunaan metode diskusi kelompak dalarn pelaksanaanya. Kegiatan ini memungkinkan peserta didik untuk menguasai konsep-konsep materi untuk memeca¬hkan suatu masalah melalui proses berpikir kritis, percaya diri, berani berpen¬dapat secara kritis dan positif serta mampu berinteraksi dengan temannya. 1. Pengertian Diskusi kelompok kecil, yaitu percakapan dalam kelompok yang memenuhi syarat: a. Melibatkan kelompak yang banyak anggotannya berkisar antara tiga sam¬pai sembilan orang b. Berlangsung dalam interaksi secara bebas dan langsung c. Mempunyai tujuan tertentu yang akan dicapai dengan kerja sama antar anggota kelompok d. Berlangsung menurut proses yang teratur dan sistematis menuju suatu kesimpulan. Jadi keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil adalah melaksana¬kan kegiatan membimbing peserta didik agar dapat melaksanakan diskusi ke¬lompok kecil secara efektif dalarn rangka mencapai indikator . 2. Tujuan a. Memberikan pengalaman kepada peserta didik daiam menjelajahi gagasan baru atau masalah yang menuntut pemecahan. b. Mengernbangkan kemampuan untuk berpikir dan berkomunikasi. c. Melibatkan peserta didik dalam perencanaan dan meningkatkan pengambi¬lan keputusan. 3. Prinsip Penggunaan a. Diskusi Hendaknya Berlangsung Dalam Iklim Terbuka. Hal ini ditandai oleh adanya kehangatan hubungan antar pribadi, kesediaan menerima dan mengenal topik lebih jauh, keantusiasan berpartisipasi dan kesediaan menghargai pendapat orang lain serta terbinanya perasaan aman dan bebas berpendapat. b.Kegiatan diskusi dapat berlangsung secara efektif jika didahului oleh pe-rencanaan dan persiapan yang matang 1).Pemilihan topik sesuai dengan indikator khusus yang akan dica¬kup, minat dan kemampuan peserta didik serta bermakn.a bagi peningkatan kemampuan berpikirnya. 2).Perumusan, masalah hendaknya mengandung jawaban yang komplek atau jawaban bermacam-macam yang berbeda hanya tingkat kebenaran, sudut pandang dan arah peninjauannya. 3).Penyiapan informasi pendahuluan yang berhubungan dengan topik agar peserta didik memiliki latar belakang pengetahuan yang sama yang dapat diIakukan dengan membaca artikel, melakukan observasi dan lain-lain. 4).Penyiapan diri sebaik-baiknya sebagai pemimpin diskusi.Dalam hal ini guru hendaknya selalu siap sebagai sumber informasi, motivator.Sehingga dapat memberikan penjelasan yang diperlukan dan menyusun pertanyaan yang memotivasi peserta didik dan memahami kesulitannya. 5) Penetapan besar kelompok peserta didik. Besar kecilnya kelompok mempunyai kekuatan dan kelemahan yang ber¬beda. Karena itu hendaknya dipertimbangkan pengalaman, kematangan dan keterampilan peserta didik, tingkat kekompakan, intensitas minat, latar be-lakang pengetahuan dan keterampilan guru memimpin diskusi. 6) Pengaturan tempat duduk, agar diupayakan anggota kelompok dapat berta¬tap muka dan pemimpin diskusi berada dalam posisi yang memungkinkan dapat berhadapan dengan anggota.Sehingga terpupuk suasana kehangatan, persahabatan, keko hesivan antar peserta. c. Pemanfaatan Secara Maksimal Kekuatanlkeuntungan Diskusi 1) Hasil keputusan kelompok lebih kaya 2) Anggota kelompok sering dimotivasi oleh kehadiran kelompok lain 3) Anggota kelompok yang pemalu lebih bebas mengemukakan pendapat dalam kelompok kecil 4) Anggota kelompok lebih merasa terikat dalam melaksanakan, keputusan kelompok karena terlibat dalam proses pengambilan keputusan 5) Diskusi kelompok dapat meningkatakan pemahaman terhadap diri sen¬diri dan orang lain (kemampuan berinteraksi) d.Menghindari atau mengurangi kelemahan-kelemahan diskusi kelompok, antara lain: 1) Diskusi kelompok memerlukan waktu yang lebih banyak daripada cara belajar biasa 2) Dapat memboroskan waktu, terutama bila terjadi hal-hal negatif seperti pengarahan kurang tepat, pembicaraan berlarut-larut, penyimpangan yang tidak ditegur, penampilan yang kurang baik. 3) Anggota yang pendiam atau pernalu sering tidak mendapat kesempatan mengemukakan pendapatnya.Akibatnya ia dapat menarik diri atau ter¬jadi frustasi 4) Jika pemimpin kurang bijaksana diskusi dapat didominasi oieh oran-g¬orang tertentu ° 4. Komponen Keterampilan Memimpin Diskusi Kelompok Kecil a. Memusatkan perhatian yang dilakukan dengan jalan : 1) Merumuskan tujuan pada awal diskusi dan mengenalkan topik atau masalah yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan atau pertanyaan yang mengugah rasa ingin tahu 2) Menyatakan masalah-masalah khusus dan menyatakan kembali bila terjadi penyimpangan 3) Mencatat perubahan-perubahan yang tidak relevan yang mengakibatkan penyimpangan dari tujuan atau masalah pokok yang dipecahkan 4) Merangkum hasil pembicaraan pada tahap-tahap tertentu sebelum me¬lanjutkan masalah berikutnya b. Memperjelas masalah atau urutan pendapat sehingga peserta diskusi mendapat gambararn yang sama tentang apa yang dikernukakan dan membantu mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik.Adapun caranya: 1) Menguraikan kembali gagasan peserta didik yang kurang jelas itu hing¬ga menjadi jelas (dimengerti oleh anggota kelompok). 2) Meminta komentar peserta diskusi yang lain dengan mengajukan per¬tanyaan yang membantu memperjelas/mengembangkan ide 3) Menguraikan gagasan peserta didik dengan memberikan informasi tam¬bahan atau contoh-contoh sehingga mudah dimengerti c. Menganalisis pandangan peserta didik. Perbedaan pendapat diantara anggota kelompok dalam diskusi sering ter¬jadi. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk membimbing peserta didik berpar¬tisipasi secara konstruktif dan kreatif dengan cara, guru (pemimpin diskusi) mampu menganalisis alasan perbedaan pendapat misalnya: 1) Meneliti apakah alasan tersebut memang mempunyai dasar yang kuat 2) Memperjelas hai-hal yang telah disepakati dan tidak di sepakati. d. .Menganalisis pendapat peserta didik, dengan jalan: 1) Mengajukan pertanyaan kunci yang menantang peserta didik untuk ber¬pikir. 2) Memberikan contoh baik verbal maupun non verbal 3) Menghangatkan suasana dengan pertanyaan yang mengundang perbe¬daan pendapat 4) Memberi waktu yang cukup untuk berpikir tanpa diganggu oleh komen¬tar guru 5) Memberikan dukungan terhadap urun peserta didik dengan jalan men-dengarkan dengan penuh perhatian, memberikan komentar yang positif, sikap yang bersahabat, mimik yang memberikan penguatan e. Menyebarkan kesempatan berpartisipasi, yang dilakukan dengan jalan: 1) Mencoba memancing peserta didik yang malu-malu mengeluarkan pen¬dapat 2) Mencegah terjadinya pembicaraan yang serentak dengan memberi gilir¬an pada peserta didik yang pendiam lebih dulu 3) Mencegah secara bijaksana peserta didik yang memonopoli pembica¬raan 4) Mendorong peserta didik mengomentari urunan pikiran temannya se¬hingga interaksi antar peserta didik dapat ditingkatkan 5) Jika terjadi jalan buntu karena perbedaan pendapat dapat dicari jalan pemecahan masalah secara alternatif f. Menutup diskusi dengan cara 1) Membuat rangkuman hasil diskusi dengan bantuan peserta didik 2) Memberi gambaran tentang tindak lanjut hasil diskusi atau tentang topik diskusi yang akan datang 3) Mengajak peserta didik menilai proses maupun hasil diskusi yang telah dicapai dengan cara observasi, wawancara, skala sikap dan sebagiannya.Dengan ini peserta didik menyadari peran dan penampilannya dalam diskusi dan merupakan balikan untuk perbaikan yang akan datang. Agar guru menguasai ke enam keterampilan diatas dengan baik hendaknya menghindari hal-hal sebagai berikut: 1) Menyelenggarakan diskusi dengan topik yang tidak sesuai dengan minat peserta didik dan latar belakang pengetahunnya 2) Mendominasi pembicraraan dengan pertanyaan yang terlampau banyak dan jawaban yang banyak pula 3) Membiarkan peserta didik tertentu monopoli pembicaraan 4) Membiarkan terjadinya penyimpangan atau pembicaraan yang tidak relevan 5) Tergesa-gesa meminta respon peserta didik atau terus mengisi waktu dengan berbicara, peserta didik tidak sempat berpikir 6) membiarkan peserta didik enggan berpartisipasi 7) Tidak memperjelas atau mendukung urtrn pendapat peserta didik 8) Gagal mengakhiri diskusi secara efektif. G. KETERAMPILAN MENGOLAH KELAS Keberhasilan guru dalam mengajar tidak hanya ditentukan oleh faktor-fak¬tor yang langsung berhubungan dengan proses pembelajaran saja, tetapi juga ada faktor lain yaitu kemampuan dalam mencegah timbulnya tingkah laku peserta didik yang mengganggu jalannya proses pembelajaran serta kondisi fisik yang tersedia dan pengolahannya.Misal: peserta didik ngantuk, enggan mengerjakan tugas, terlambat masuk kelas, suka mengganggu teman, mengaju¬kan pertanyaan aneh, kelas kotor, kursi banyak kutu busuk dan sebaginnya. 1. Pengertian Pengelolaan kelas adalah penciptaan kondisi yang memungkinkan pe¬ngelolaan pembelajaran dapat berlangsung secara optimal. 2. Pendekatan Dalam Pengelolaan Kelas Khusus pengelolan kelas yang menyangkut orang (peserta didik) dapat bersifat individual atau keIompok, maka untuk menanganinya diperlukan keha¬ti-hatian. Biasanya teknik yang digunakan antara lain: nasihat, teguran, larang¬an, ancaman, teladan, hukuman dan sebagainya. Menurut James Cooper dkk. mengemukakan tiga pendekatan dalam pe-ngelolaan kelas yang didalamnya terdapat teknik-teknik yaitu: a. Pendekatan Alodifikasi Perilaku. Pendekatan ini bertolak dari psikalogi behavioral dengan anggapan dasar bahwa tingkah manusia yang baik maupun yang buruk dalam batas-batas ter¬tentu merupakan hasil belajar.Pendekatan ini memanfaatkan hasil penelitian tentang bagai mana tingkah laku manusia terbentuk melalui hubungan manusia dengan lingkungan guna merumuskan teknik-teknik yang dapat dihandalkan dalam membina manusia, yaitu: 1) Penguatan negatif yaitu: pengurangan hingga penghilangan suatu stimulus yang tidak menyenangkan untuk mendorong terulang kembali suatu tingkah laku yang timbul sebagai akibat dari pengurangan dan penghilangan terse¬but. Contoh: misalnya guru ingin agar peserta didik berani mengeluarkan pendapat, guru selalu menunjuk langsung peserta didik yang tidak berani mengeluarkan pendapat agar mengeluarkan pendapat (stimulus yang tidak menyenangkan).Bila suatu saat peserta didik berani mengeluarkan penda¬pat tanpa menunggu ditunjuk guru maka guru mulai mengurangi secara berangsur-angsur cara menunjuk langsung (penguatan negatit). Pengurang¬an itu semakin meningkat sejalan dengan semakin seringnya,peserta didik mengeluarkan pendapat tanpa ditunjuk guru hingga akhirnya ditiadakan bila peserta didik telah terbiasa mengeluarkan pendapat. Hal-hal yang perlu dihindarkan dalam penggunaan penguatan negatif: a) Hindarkan pemberian stimulus yang menyakitkan b) Sasaranya jelas c) Pemberian penguatan dengan segera d) Penyajian stimulus yang bervariasi e) Keantusiasan. 2) Penghapusan yaitu: usaha mengubah tingkah laku peserta didik dengan cara menghentikan pemberian respons terhadap suatu tingkah laku peserta didik yang semula dikuatkan dengan respons tersebut.Sebagai contoh, seorang peserta didik yang selalu mengomentari penjelasan guru saat guru sedang menerangkan, misalnya, mungkin karena setiap kali peserta didik men¬gomentari penjelasan guru, guru selalu memberikan respons yang memberi¬kan kesan pada peserta didik bahwa guru tidak berkeberatan dengan komen¬tar komentar seperti itu (padahal guru sebenarnya tidak mengharapkan komentar seperti itu). Untuk mengurangi artau menghilangkan kebiasaan seperti tersebut, salah satu teknik yang dapat digunakan adalah pengha¬pusan, yaitu dengan menghentikan pemberian respons yang memberikan kesan pada peserta didik bahwa guru tidak berkebertaan terhadap kebiasan peserta didik tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan penghapusan, yaitu: a) Untuk mengurangi kekecewaan peserta didik sebagai akibat ditiadakan¬nya pengukuh yang diharapkan, sebaiknya teknik ini dikombinasikan dengan teknik lain, khususnya teknik penguatan positif, bila ternyata ada hal-hal yang dilakukan oleh peserta didik. b) Bila guru sulit menemukan penguatan yang membentuk tingkah laku peserta didik, lalu setelah mencoba-coba beberapa pengukuh ternyata gagal, sebaiknya digunakan teknik lain agar peserta didik tidak terlalu larut dalam tingkah laku yang hendak dihapus lersebut. c) Dibutuhkan waktu yang relatif lama dalam menghilangkan tingkah laku peserta didik yang menyimpang bila mengguna kan teknik penghapusan. Sementara penghapusan berlangsung dan peserta didik melakukan tin¬dakan yang sangat mengganggu kelancaran proses pembelajaran, misal menyebab kan peserta didik sekelas tertawa berkepanjangan, sebaiknya teknik ini tidak dilanjutkan pemakaiannya dan diganti dengan teknik lain. d) Bila suatu penguatan telah ditetapkan untuk tidak diberikan kepada peserta didik, maka sedapat mungkin penguatan tersebut tidak diberi¬kan.Untuk itu perlu ada koordinasi antar staf pengajar agar tidak terjadi ada guru tidak memberikan penguatan, dipihak lain ada guru yang tetap memberikan.Bila hal demikian terjadi akan semakin sulit menghapus tingkah laku peserta didik yang menyimpang tersebut. 3) Hukuman. Penyajian stimulus yang tidak menyenangkan untuk menghilangkan de¬ngan segera tingkah laku peserta didik yang tidak dikehendaki. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan hukuman: a) Sedapat mungkin aturan hukuman diciptakan bersama antara guru den¬gan peserta didik atau minimal disepakati oleh peserta didik.Dengan demikian ia lebih ikhlas bila dihukum. b) Hukuman hendaknya diberikan segera setelah pelanggaran terjadi se¬hingga peserta didik memilikik kesan yang kuat tentang kaitan antara pelanggaran dan hukuman. c) Sedapat mungkin hukuman dikombinasikan dengan teknik lain terutama teknik penguatan positif, bila ada haI-hal positif pada diri peserta didik. d) Setelah menghukum peserta didik, guru hendaknya bersikap wajar se¬perti semula agar hubungan yang mungkin terganggu sebagai akibat pemberian hukuman dapat pulih kembali. e) Bentuk-bentuk hukukman yang digunakan bervariasi agar peserta didik tidak menjadi jenuh atau kebal dengan sesuatu bentuk hukuman. b. Pendekatan /klim Sosial Emosional Pendekatan ini bertolak dari psikologi klinis dan konseling, dengan angga¬pan dasar bahwa proses pembelajaran yang efektif dan efisien mempersyarat¬kan hubungan sosial emosional yang baik antara guru dengan peserta didik dan antar peserta didik.Selanjutnya guru dipandang memegang peranan penting dalam menciptakan hubungan baik tersebut.Pengalaman dalam kehidupan se¬hari-hari menunjukkan pada kita bahwa bila hubungan kita dengan partner kerja baik, berbagai kegiatan kejasama dapat berlangsung dengan lancar.Dan bila terjadi kesalahpahaman mudah dicari jalan keluarnya.Demikin halnya dengan proses pembelajaran disekolah, bila hubungan antara guru dengan peserta didik baik, maka proses pembelajaran dapat berlangsung dengan lancar, kesalahpa¬haman yang timbul dapat diatasi dengan mudah. 1) Sikap umum, yaitu terbuka, menerima dan menghargai peserta didik sebagai manusia, empati, membicarakan situasi pelanggaran dan bukan pe¬lakunya, demokratis (melibatkan peserta didik dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingannya). 2) Sikap khusus.Rudolf Dreikurs dan Pearl Cassel mengelompokkan tingkah laku peserta didik yang biasanya mengganggu proses pembelajaran menjadi empat macam yaitu: a) Peserta didik yang memiliki tingkah laku menarik perhatian akan selalu berusaha memakai berbagai cara unfuk menarik perhatian guru. la mungkin tertawa lebih keras dibanding dengan teman-temannya, sering menggoda teman disebeiahnya, pura-pura sakit, pura-pura tidak me¬ngerti sehingga bertanya terus clan sebagainnya.Hal yang demikian sebaiknya dibiarkan saja, masa bodoh. b) Peserta didik yang memiliki tingkah laku menguasai akan selalu ber¬usaha mengalahkan orang lain.Bila tidak dapat secara wajar, ia akan marah dan melakukan tindakan agresif, atau sebaliknya menarik diri sama sekali clan tidak mau melaksanakan kewajibannya.Hal ini atasi dengan memberikan tugas untuk memimpin yang membutuhkan kebera man atau kekuatan fisik. c) Peserta didik yang memiliki tingkah laku membalas dendam akan selalu melakukan tindakan yang menyakiti orang lain baik secara fisik maupun psikis. Hal ini serahkan pada psikolog dan guru hanya membantu pelaksanaanya di kelas. d) Peserta didik yang memiliki tingkah laku merasa tidak mampu akan selalu mengatakan bahwa ia tidak mampu mengerjakan tugas.Karena bisannya ia yakin akan gagal atau merasa gagal sebelum mulai.Hal ini jangan disalahkan langsung melainkan berikan dorongan dan bimbingan. c.Pendekatan Proses kelompok. Pendekatan ini bertolak dari psikologi dan dinamika kelompok, dengan anggapan dasar bahwa proses pembelajaran yang efektif dan efisien berlang¬sung dalam konteks kelompok, yaitu kelompok kelas.Oleh karena itu, peranan guru dalam rangka pengelolaan kelas adalah menciptakan kelompok kelas yang mempunyai ikatan yang kuat serta dapat bekerja secara efektif dan efisien.Pada awal pelajaran, para peserta didik biasanya masih merupakan kerumunan orang dengan tujuan, pikiran, perasaan yang sangat berbeda.Tugas guru adalah me¬madu kepentingan-kepentingan perseorangan tersebut menjadi kepentingan ke¬lompok, kemudian membentuk kerumunan tersebut rnenjadi satu kelompok dengan ikatan yang kuat dan mampu bekerja sama secara produktif.Guna mengikat kerumunan peserta didik menjadi satu kelompok yang mempunyai ikatan yang kuat, ada sejumlah unsur yang diperlukan.Unsur-unsur penting yang amat diperlukan adalah tujuan, aturan, dan pemimpin. 1) Tujuan Kelompok. Karena para peserta didik biasanya hadir di kelas dengan tujuan yang ber¬beda, maka tugas guru yang pertama adalah mengarahkan para peserta didik ke tujuan kelas, khususnya indikator .Tujuan yang dapat men¬dorong usaha untuk mencapainnya antara lain adalah tujuan yang jelas dan realistis. Oleh sebab itu, guru perlu merumuskan tujuan yang realistis serta mengkomunikasikannya secara jelas kepada peserta didik. 2) Aturan. Aturan yang mampu mengikat peserta didik menjadi kelompok yang padu adalah aturan yang dapat dibuat bersama antara guru dan peserta didik atau minimal disetujui oleh peserta didik. Bila ada peserta didik yang tidak menyetujui aturan dalam kelompok akan mengurangi daya ikat aturan terse¬but. 3) Pemimpin. Seorang guru dengan sendirinya akan menjadi pemimpin kelompok peserta didik di kelas ia mengajar.Sebagai pemimpin hal pertama yang harus dilaksanakan adalah menjelaskan tujuan kelompok dan membentuk aturan kelompok.Selain itu daiam menciptakan dan memelihara suasana kerja kelompok yang sehat ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu men¬dorong dan memeratakan partisipasi, mengusahakan kompromi, mengu¬rangi ketegangan, memperjelas komunikasi, mengatasi pertentangan antar pribadi atau antar kelompok dan menunjukkan kehadiran serta menerapkan sangsi. 3. Penataan Tempat Duduk Siswa A. Latar Belakang Dalam proses pembelajaran bahwa penguasaan pengetahuan dan keterampilan hidup yang dibutuhkan siswa dalam menghadapi kehidupan rill adalah merupakan tujuan pendidikan. Tetapi dalam proses pembelajaran dalam kelas bagaiamana siswa dapat menguasai dan memahami bahan ajar secara tuntas masih merupakan masalah yang sulit. Hal tersebut dikarenakan bahwa dalam satu kelas para siswa adalah merupakan makhluk sosial yang mempunyai latar belakang yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari aspek kecerdasan, pisikologis, biologis. Dari perbedaan tersebut maka dapat menimbulkan beragamnya sikap dan anak didik di dalam kelas. Menjadi tugas guru bagaiman menjadikan keanekaragaman karakteristik siswa tersebut dapat diatasi sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Hal itu merupakan tugas bagi guru dalam mengelola kelas dengan baik. Keterampilan guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran tidak hanya tertuang dalam penguasaan bahan ajar atau penggunaan metode pembelajaran, tetapi proses pembelajaran yang baik akan dipengaruhi pula oleh iklim belajar yang kondusif atau maksimal berkaitan dengan pengaturan orang (siswa) dan barang. Banyaknya keluhan guru karena sukarnya mengelola kelas sehingga tujuan pembelajaran sukar untuk dicapai. Hal ini kiranya tidak perlu terjadi apabila ada usaha yang dapat dilakukan oleh guru dalam menciptakan iklim belajar yang kondusif dan maksimal. Misalnya penataan ruang kelas berupa pengaturan/ penataan tempat duduk yang sesuai dengan kegiatan yang sedang berlangsung. Pengelolaan kelas yang baik akan melahirkan interaksi belajar mengajar yang baik pula. Tujuan pembelajaran pun dapat dicapai tanpa menemukan kendala yang berarti. Dengan tercapainya tujuan pembelajaran, maka dapat dikatakan bahwa guru telah berhasil dalam mengajar. Keberhasilan kegiatan belajar mengajar dapat diketahui setelah diadakan evaluasi dengan seperangkat item soal yang sesuai dengan rumusan tujuan pembelajaran. Dari permasalahan tersebut maka kiranya perlu bagi guru atau calon pengajar mengetahui dan memahami tentang pengelolaan kelas, salah satunya yaitu pengaturan ruangan kelas berupa penataan tempat duduk siswa. B. Pengertian Pengelolaan Kelas Menurut Winataputra (2003), menyatakan bahwa pengelolaan kelas adalah serangkaian kegiatan guru yang ditujukan untuk mendorong munculnya tingkah laku siswa yang diharapkan dan menghilangkan tingkah laku siswa yang tidak diharapkan, menciptakan hubungan interpersonal yang baik dan iklim sosoi- emosional yang positif , serta menciptakan dan memelihara organisasi kelas yang produktif dan efektif. Akhmad Sudrajat (akhmadsudrajat.wordpress.com), menyatakan bahwa: “Pengelolaan kelas lebih berkaitan dengan upaya-upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar (pembinaan rapport, penghentian perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat waktu, penetapan norma kelompok yang produktif), didalamnya mencakup pengaturan orang (peserta didik) dan fasilitas”. Dan menurut Winzer (Winataputra, 1003: 9.9) menyatakan bahwa pengelolaan kelas adalah cara-cara yang ditempuh guru dalam menciptakan lingkungan kelas agar tidak terjadi kekacauan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencapai tujuan akademis dan sosial. Dari pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru yang ditujukan untuk menciptakan kondisi kelas yang memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran yang kondusif dan maksimal. Pengelolaan kelas ditekankan pada aspek pengaturan (management) lingkungan pembelajaran yaitu berkaitan dengan pengaturan orang (siswa) dan barang/ fasilitas. Kegiatan guru tersebut dapat berupa pengaturan kondisi dan fasilitas yang berada di dalam kelas yang diperlukan dalam proses pembelajaran diantaranya tempat duduk, perlengkapan dan bahan ajar, lingkungan kelas (cahaya, temperatur udara, ventilasi) dll. C. Penataan Ruang Kelas Pembelajaran yang efektif dapat bermula dari iklim kelas yang dapat menciptakan suasana belajar yang menggairahkan, untuk itu perlu diperhatikan pengaturan/ penataan ruang kelas dan isinya, selama proses pembelajaran. Lingkunagan kelas perlu ditata dengan baik sehingga memungkinkan terjadinya interaksi yang aktif antara siswa dengan guru, dan antar siswa. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menata lingkungan fisik kelas menurut Loisell (Winataputra, 2003: 9.22) yaitu: 1. Visibility ( Keleluasaan Pandangan) Visibility artinya penempatan dan penataan barang-barang di dalam kelas tidak mengganggu pandangan siswa, sehingga siswa secara leluasa dapat memandang guru, benda atau kegiatan yang sedang berlangsung. Begitu pula guru harus dapat memandang semua siswa kegiatan pembelajaran. 2. Accesibility (mudah dicapai) Penataan ruang harus dapat memudahkan siswa untuk meraih atau mengambil barang-barang yang dibutuhkan selama proses pembelajaran. Selain itu jarak antar tempat duduk harus cukup untuk dilalui oleh siswa sehingga siswa dapat bergerak dengan mudah dan tidak mengganggu siswa lain yang sedang bekerja. 3. Fleksibilitas (Keluwesan) Barang-barang di dalam kelas hendaknya mudah ditata dan dipindahkan yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Seperti penataan tempat duduk yang perlu dirubah jika proses pembelajaran menggunakan metode diskusi, dan kerja kelompok. 4. Kenyamanan Kenyamanan disini berkenaan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara, dan kepadatan kelas. 5. Keindahan Prinsip keindahan ini berkenaan dengan usaha guru menata ruang kelas yang menyenangkan dan kondusif bagi kegiatan belajar. Ruangan kelas yang indah dan menyenangkan dapat berengaruh positif pada sikap dan tingkah laku siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak duduk bekelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu dan memantau tingkah laku siswa dalam belajar. Dalam pengaturan ruang belajar, hal-hal berikut perlu diperhatikan menurut Conny Semawan,dkk. (udhiezx.wordpress: 3) yaitu: • Ukuran bentuk kelas • Bentuk serta ukuran bangku dan meja • Jumlah siswa dalam kelas • Jumlah siswa dalam setiap kelompok • Jumlah kelompok dalam kelas • Komposisi siswa dalam kelompok (seperti siswa yang pandai dan kurang pandai, pria dan wanita). Berkaitan dengan penataan ruang kelas belajar maka pada penulisan makalah ini hanya berkaitan dengan pengelolaan kelas berupa penempatan tempat duduk siswa saja. D. Tempat Duduk Siswa Tempat duduk merupakan fasilitas atau barang yang diperlukan oleh siswa dalam proses pembelajaran terutama dalam proses belajar di kelas di sekolah formal.tempat duduk dapat mempengaruhi proses pembelajaran siswa, bila tempat duduknya bagus, tidak terlalu rendah, tidak terlalu besar, bundar, persegi empat panjang, sesuai dengan keadaan tubuh siswa. Maka siswa akan merasa nyaman dan dapat belajar dengan tenang. Bentuk dan ukuran tempat yang digunakan bermacam-macam, ada yang satu tempat duduk dapat di duduki oleh seorang siswa, dan satu tempat yang diduduki oleh beberapa orang siswa. Sebaiknya tempat duduk siswa itu mudah di ubah-ubah formasinya yang disesuaikan dengan kebutuhan kegiatan pembelajaran. Untuk ukuran tempat dudukpun sebaiknya tidak terlalu besar ataupun terlalu kecil sehingga mudah untuk diubah-ubah dan juga harus disesuaikan dengan ukuran bentuk kelas. Sebenarnya banyak macam posisi tempat duduk yang bias digunakan di dalam kelas seperti berjejer ke belakang, bentuk setengah lingkaran, berhadapan, dan sebagainga. Biasanya posisi tempat duduk berjejer kebelakang digunakandalam kelas dengan metode belajar ceramah. Dan untuk metode diskusi dapat menggunakan posisi setengah lingkaran atau berhadapan. Dan sebagai alternatif penataan tempat duduk dengan metode kerja kelompok atau bahkan bentuk pembelajaran kooperatif, maka menurut Lie (2007: 52) ada beberapa model penataan bangku yang biasa digunakan dalam pembelajaran kooperatif, diantaranya seperti: • Meja tapal kuda, siswa bekelompok di ujung meja • Penataan tapal kuda, siswa dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan • Meja Panjang • Meja Kelompok, siswa dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan • Meja berbaris, dua kelompok duduk berbagi satu meja Dan masih ada beberapa bentuk posisi tempat duduk yang dapat diterapkan dalam pembelajaran kooperatif ini. Dalam memilih desain penataan tempat duduk perlu memperhatikan jumlah siswa dalam satu kelas yang kan disesuaikan pula dengan metode yang akan digunakan. Hal yang tidak boleh kita lupakan bahwa dalam penataan tempat duduk siswa tersebut guru tidak hanya menyesuaikan dengan metode pembelajaran yang digunakan saja. Tetapi seorang guru perlu mempertimbangkan karakteristik individu siswa, baik dilihat dari aspek kecerdasan, psikologis, dan biologis siswa itu sendiri. Hal ini penting karena guru perlu menyusun atau menata tempat duduk yang dapat memberikan suasana yang nyaman bagi para siswa. Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (udhiezx.wordpress: 4) melihat siswa sebagai individu dengan segala perbedaan dan persamaannya yang pada intinya mencakup ketiga aspek di atas. Persamaan dan perbedaan dimaksud adalah : • Persamaan dan perbedaan dalam kecerdasan (inteligensi). • Persamaan dan perbedaan dalam kecakapan • Persamaan dan perbedaan dalam hasil belajar • Persamaan dan perbedaan dalam bakat • Persamaan dan perbedaan dalam sikap • Persamaan dan perbedaan dalam kebiasaan • Persamaan dan perbedaan dalam pengetahuan/pengalaman • Persamaan dan perbedaan dalam ciri-ciri jasmaniah • Persamaan dan perbedaan dalam minat • Persamaan dan perbedaan dalam cita-cita • Persamaan dan perbedaan dalam kebutuhan • Persamaan dan perbedaan dalam kepribadian • Persamaan dan perbedaan dalam pola-pola dan tempo perkembangan • Persamaan dan perbedaan dalam latar belakang lingkungan. Berbagai persamaan dan perbedaan kepribadian siswa di atas, sangat berguna dalam membantu usaha pengaturan siswa di kelas. Terutama berhubungan dengan masalah bagaimana pola pengelompokan siswa dan penataan tempat duduk dengan metode belajar kelompok guna menciptakan lingkungan belajar aktif dan kreatif, sehingga kegiatan belajar yang penuh kesenangan dan bergairah dapat terlaksana. Penempatan siswa kiranya harus mempertimbangan pula pada aspek biologis seperti, postur tubuh siswa, dimana menempatkan siswa yang mempunyai tubuh tinggi dan atau rendah. Dan bagaimana menempatkan siswa yang mempunyai kelainan dalam arti secara psikologis, misalnya siswa yang hiper aktif, suka melamun, dll. E. Penataan Tempat Duduk Siswa Sebagai Bentuk Pengelolaan Kelas Tujuan utama penataan lingkungan fisik kelas ialah mengarahkan kegiatan siswa dan mencegah munculnya tingkah laku siswa yang tidak diharapkan melalui penataan tempat duduk, perabot, pajangan, dan barang-barang lainnya di dalam kelas. Penataan tempat duduk adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh guru dalam mengelola kelas. Karena pengelolaan kelas yang efektif akan menentukan hasil pembelajaran yang dicapai. Dengan penataan tempat duduk yang baik maka diharapkan akan menciptakan kondisi belajar yang kondusif, dan juga menyenangkan bagi siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Winzer (Winataputra, 2003: 9-21) bahwa “penataan lingkungan kelas yang tepat berpengaruh terhadap tingkat keterlibatan dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Lebih jauh, diketahui bahwa tempat duduk berpengaruh jumlah terhadap waktu yang digunakan siswa untuk menyelesaikan tugas yang diberikan”. Sesuai dengan maksud pengelolaan kelas sendiri bahwa pengelolaan kelas merupakan upaya yang dilakukan oleh guru dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif, melalui kegiatan pengaturan siswa dan barang/ fasilitas. Selain itu pengelolaan kelas dimaksudkan untuk menciptakakan, memelihara tingkah laku siswa yang dapat mendukung proses pembelajaran. Maka dengan demikian pengelolaan kelas berupa penataan tempat duduk siswa sebagai bentuk pengelolaan kelas dapat membantu menciptakan proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan. BAB X MODEL COOPERATIVE LEARNING Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkatn aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional, tampaknya belum dapat direalisasikan secara maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran. Berdasarkan pengamatan riil di lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang meningkatkan kreativitas siswa, terutama dalam pembelajaran ekonomi. Masih banyak tenaga pendidik yang menggunakan metode konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh sang guru. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif. Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal. Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup. Pembelajaran kooperatif terutama teknik Jigsaw dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong royong. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menyusun makalah dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw dalam Pembelajaran”. A. Pembelajaran Cooperative Learning Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran, guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru. Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu : 1. Saling ketergantungan positif. Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka. 2. Tanggung jawab perseorangan. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan. 3. Tatap muka. Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan. 4. Komunikasi antar anggota. Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa. 5. Evaluasi proses kelompok. Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat pada table berikut ini Tabel Sintaks Pembelajaran Kooperatif B. Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994). Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu: 1. Hasil belajar akademik Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. 2. Penerimaan terhadap perbedaan individu Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain. 3. Pengembangan keterampilan sosial Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial. C. Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997). Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997). Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994). Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, 1997) : Kelompok Asal Kelompok Ahli Gambar. Ilustrasi Kelompok Jigsaw Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut : • Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal. • Gambar Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw • Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan. • Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual. • Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya. • Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran. • Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning. 2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton. 3. Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning. 4. Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran. 5. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran. Agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan. 2. Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen. 3. Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning. 4. Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber. 5. Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran. G. Pembelajaran Mentode Group Investigation Group Investigationn merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group, (Udin S. Winaputra, 2001:75). Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui proses saling beragumentasi. Slavin (1995) dalam Siti Maesaroh (2005:28), mengemukakan hal penting untuk melakukan metode Group Investigation adalah: 1. Membutuhkan Kemampuan Kelompok. Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas.kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja. 2. Rencana Kooperatif. Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas. 3. Peran Guru. Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok. Para guru yang menggunakan metode GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen, (Trianto, 2007:59). Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporannya di depan kelas. Langkah-langkah penerapan metode Group Investigation, (Kiranawati (2007), dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Seleksi topik Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik. 2. Merencanakan kerjasama Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) diatas. 3. Implementasi Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan. 4. Analisis dan sintesis Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas. 5. Penyajian hasil akhir Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru. 6. Evaluasi Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya. Tahapan-tahapan kemajuan siswa di dalam pembelajaran yang menggunakan metode Group Investigation untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut, (Slavin, 1995) dalam Siti Maesaroh (2005:29-30): Enam Tahapan Kemajuan Siswa di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group Investigation Tahap I Mengidentifikasi topik dan membagi siswa ke dalam kelompok. Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas. Tahap II Merencanakan tugas. Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai. Tahap III Membuat penyelidikan. Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok. Tahap IV Mempersiapkan tugas akhir. Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas. Tahap V Mempresentasikan tugas akhir. Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti. Tahap VI Evaluasi. Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan. Terkait dengan efektivitas penggunaan metode Metode Group Investigation ini, dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa kelas X SMA Kosgoro Kabupaten Kuningan Tahun 2009 menunjukkan bahwa: Pertama, dalam pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation berpusat pada siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan sehingga siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Kedua, pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, setiap siswa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan pendapat, saling berdiskusi dan beragumentasi dalam memahami suatu pokok bahasan serta memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi kelompok. Ketiga, pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation siswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari, semua siswa dalam kelas saling terlihat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Keempat, adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Melalui pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation suasana belajar terasa lebih efektif, kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini dapat membangkitkan semangat siswa untuk memiliki keberanian dalam mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan teman lainnya dalam membahas materi pembelajaran. Dari hasil penelitian ini pula dapat disimpulkan bahwa keberhasilan dari penerapan pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks, diantaranya: (1) pembelajaran berpusat pada siswa, (2) pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, (3) siswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, (4) adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. III. MODEL PEMBELAJARAN KOOPARATIVE A.Model Examples Non Examples Contoh dapat dari Kasus/Gambar yang Relevan dengan Kompetensi Dasar Langkah-langkah : 1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran 2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP/In Focus 3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisa gambar 4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas 5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya 6. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai 7. Kesimpulan B. Picture And Picture Langkah-langkah : 1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai 2. Menyajikan materi sebagai pengantar 3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi 4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang /mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis 5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut 6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai 7. Kesimpulan/rangkuman C. Numbered Heads Together Langkah-langkah : 1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor 2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya 3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya 4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka 5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain 6. Kesimpulan D. Cooperative Script Metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari Langkah-langkah : 1. Guru membagi siswa untuk berpasangan 2. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan 3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar 4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar : (a) Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap; (b) Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya 5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas. 6. Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan guru 7. Penutup E. Kepala Bernomor Struktur Langkah-langkah : 1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor 2. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomorkan terhadap tugas yang berangkai. Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya 3. ->Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka 4. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain 5. Kesimpulan F. Student Teams-Achievement Divisions (Stad)/Tim Siswa Kelompok Prestasi (Slavin, 1995) Langkah-langkah : 1. Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll) 2. Guru menyajikan pelajaran 3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti. 4. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu 5. Memberi evaluasi 6. Kesimpulan G. Problem Based Introductuon (PBI)/(Pembelajaran Berdasarkan Masalah) Langkah-langkah : 1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. 2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.) 3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah. 4. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya 5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan H. Artikulasi Langkah-langkah : 1. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai 2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa 3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang 4. Suruhlan seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya 5. Suruh siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya 6. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa 7. Kesimpulan/penutup I. Mind Mapping Sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban Langkah-langkah : 1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai 2. Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa/sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban 3. Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang 4. Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi 5. Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru 6. Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi bandingan sesuai konsep yang disediakan guru J. Make – A Match (Mencari Pasangan) (Lorna Curran, 1994) Langkah-langkah : 1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban 2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu 3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang 4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban) 5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin 6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya 7. Demikian seterusnya 8. Kesimpulan/penutup K. Think Pair And Share (Frank Lyman, 1985) Langkah-langkah : 1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai 2. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru 3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing 4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya 5. Berawal dari kegiatan tersebutmengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diuangkapkan para siswa 6. Guru memberi kesimpulan 7. Penutup L. Debat Langkah-langkah : 1. Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yg lainnya kontra 2. Guru memberikan tugas untuk membaca materiyang akan didebatkan oleh kedua kelompok diatas 3. Setelah selesai membaca materi. Guru menunjuk salah satu anggotanya kelompok pro untuk berbicara saat itu ditanggapi atau dibalas oleh kelompok kontra demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya. 4. Sementara siswa menyampaikan gagasannya guru menulis guru menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan di papan tulis. Sampai sejumlah ide yang diharapkan guru terpenuhi 5. Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap 6. Dari data-data di papan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai. M. Role Playing Langkah-langkah : 1. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan 2. Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum KBM 3. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang 4. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai 5. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan 6. Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan mengamati skenario yang sedang diperagakan 7. Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk membahas 8. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya 9. Guru memberikan kesimpulan secara umum 10. Evaluasi 11. Penutup N. Group Investigation (Sharan, 1992) Langkah-langkah : 1. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen 2. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok 3. Guru memanggil ketua-ketua untuk satu materi tugas sehingga satu kelompok mendapat tugas satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok lain 4. Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif berisi penemuan 5. Setelah selesai diskusi, lewat juru bicara, ketua menyampaikan hasil pembahasan kelompok 6. Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan 7. Evaluasi 8. Penutup O.Talking Stick Langkah-langkah : 1. Guru menyiapkan sebuah tongkat 2. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk untuk membaca dan mempelajari materi pada pegangannya/paketnya 3. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya 4. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru 5. Guru memberikan kesimpulan 6. Evaluasi 7. Penutup P. Bertukar Pasangan Langkah-langkah : 1. Setiap siswa mendapat satu pasangan (guru biasa menunjukkan pasangannya atau siswa menunjukkan pasangannya 2. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya 3. Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain 4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan masing-masing pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka 5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula Q. Snawball Throwing Langkah-langkah : 1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan 2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi 3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya 4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok 5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit 6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian 7. Evaluasi 8. Penutup R. Facilitator And Explaining Siswa/peserta mempresentasikan ide/pendapat pada rekan peserta lainnya Langkah-langkah : 1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai 2. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi 3. Memberikan kesempatan siswa/peserta untuk menjelaskan kepada peserta untuk menjelaskan kepada peserta lainnya baik melalui bagan/peta konsep maupun yang lainnya 4. Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa 5. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu 6. Penutup S. Course Review Horay Langkah-langkah : 1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai 2. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi 3. Memberikan kesempatan siswa tanya jawab 4. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan seler masing-masing siswa 5. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar 6. Siswa yang sudah mendapat tanda 7. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh 8. Penutup T. Demonstration (Khusus materi yang memerlukan peragaan atau percobaan misalnya Gussen) Langkah-langkah : 1. Guru menyampaikan TPK 2. Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan dismpaikan 3. Siapkan bahan atau alat yang diperlukan 4. Menunjukan salah seorang siswa untuk mendemontrasikan sesuai skenario yang telah disiapkan 5. Seluruh siswa memperhatikan demontrasi dan menganalisa 6. Tiap siswa atau kelompok mengemukakan hasil analisanya dan juga pengalaman siswa didemontrasikan 7. Guru membuat kesimpulan V. Explicit Intruction/Pengajaran Langsung(Rosenshina & Stevens, 1986) Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedur dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangklah Langkah-langkah : 1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa 2. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan 3. Membimbing pelatihan 4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik 5. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan W. Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC)/ Kooperatif Terpadu Membaca Dan Menulis(Steven & Slavin, 1995) Langkah-langkah : 1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen 2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran 3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas 4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok 5. Guru membuat kesimpulan bersama 6. Penutup X. Inside-Outside-Circle/Lingkaran Kecil-Lingkaran Besar (Spencer Kagan) “Siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan, dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur” Langkah-langkah : 1. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar 2. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap ke dalam 3. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan 4. Kemudian siswa berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam. 5. Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian seterusnya Y Tebak Kata Buat kartu ukuran 10X10 cm dan isilah ciri-ciri atau kata-kata lainnya yang mengarah pada jawaban (istilah) pada kartu yang ingin ditebak. Buat kartu ukuran 5X2 cm untuk menulis kata-kata atau istilah yang mau ditebak (kartu ini nanti dilipat dan ditempel pada dahi ataudiselipkan ditelinga. Langkah-langkah : 1. Jelaskan TPK atau materi ± 45 menit 2. Suruhlah siswa berdiri didepan kelas dan berpasangan 3. Seorang siswa diberi kartu yang berukuran 10×10 cm yang nanti dibacakan pada pasangannya. Seorang siswa yang lainnya diberi kartu yang berukuran 5×2 cm yang isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan ditelinga. 4. Sementara siswa membawa kartu 10×10 cm membacakan kata-kata yang tertulis didalamnya sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud dalam kartu 10×10 cm. jawaban tepat bila sesuai dengan isi kartu yang ditempelkan di dahi atau telinga. 5. Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu) maka pasangan itu boleh duduk. Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan kata-kata lain asal jangan langsung memberi jawabannya. Dan seterusnya CONTOH KARTU Perusahaan ini tanggung-jawabnya tidak terbatas Dimiliki oleh 1 orang Struktur organisasinya tidak resmi Bila untung dimiliki,diambil sendiri NAH … SIAPA … AKU ? JAWABNYA : PERUSAHAAN PERSEORANGAN Z. Word Square MEDIA : Buat kotak sesuai keperluan dan buat soal sesuai TPK Langkah-langkah : 1. Sampaikan materi sesuai TPK 2. Bagikan lembaran kegiatan sesuai contoh 3. Siswa disuruh menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban 4. Berikan poin setiap jawaban dalam kotak : CONTOH SOAL 1. Sebelum mengenal uang orang melakukan pertukaran dengan cara ……. 2. ……. Digunakan sebagai alat pembayaran yang sah 3. Uang ……. Saat ini banyak di palsukan 4. Nilai bahan pembuatan uang disebut ……. 5. Kemampuan uang untuk ditukar dengan sejumlah barang atau jasa disebut nilai ……. 6. Nilai perbandingan uang dalam negara dengan mata uang asing disebut ……. 7. Nilai yang tertulis pada mata uang disebut nilai ……. 8. Dorongan seseorang menyimpan uang untuk keperluan jual beli disebut motif ……. 9. Perintah tertulis dari seseorang yang mempunyai rekening ke bank untuk membayar sejumlah uang disebut ……. T Y E N I O K N R A U A N K U O A B A R T E R M N A N I R R S I S D G I I T G N A O N L S A I A K L A A I S R L S A C E K B O S I R I N G G I T Sumber : LPMP Jawa Barat BAB XI PENGAYAAN DAN REMEDIAL I. PENGAYAAN A. Hakikat Pembelajaran Pengayaan Secara umum pengayaan dapat diartikan sebagai pengalaman atau kegiatan peserta didik yang melampaui persyaratan minimal yang ditentukan oleh kurikulum dan tidak semua peserta didik dapat melakukannya. Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, lazimnya guru mengadakan penilaian awal untuk mengetahui kemampuan peserta didik terhadap kompetensi atau materi yang akan dipelajari sebelum pembelajaran dimulai. Kemudian dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi seperti ceramah, demonstrasi, pembelajaran kolaboratif/kooperatif, inkuiri, diskoveri, dsb. Melengkapi strategi pembelajaran digunakan juga berbagai media seperti media audio, video, dan audiovisual dalam berbagai format, mulai dari kaset audio, slide, video, komputer multimedia, dsb. Di tengah pelaksanaan pembelajaran atau pada saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, diadakan penilaian proses dengan menggunakan berbagai teknik dan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan belajar serta seberapa jauh penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah atau sedang dipelajari. Penilaian proses juga digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran bila dijumpai hambatan-hambatan. Pada akhir program pembelajaran, diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian. Ulangan harian dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar, apakah seorang peserta didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan kompetensi tertentu. Penilaian akhir program ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan apakah peserta didik telah mencapai kompetensi (tingkat penguasaan) minimal atau ketuntasan belajar seperti yang telah dirumuskan pada saat pembelajaran direncanakan. Jika ada peserta didik yang lebih mudah dan cepat mencapai penguasaan kompetensi minimal yang ditetapkan, maka sekolah perlu memberikan perlakuan khusus berupa program pembelajaran pengayaan. Pembelajaran pengayaan merupakan pembelajaran tambahan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan pembelajaran baru bagi peserta didik yang memiliki kelebihan sedemikain rupa sehingga mereka dapat mengoptimalkan perkembangan minat, bakat, dan kecakapannya. Pembelajaran pengayaan berupaya mengembangkan keterampilan berpikir, kreativitas, keterampilan memecahkan masalah, eksperimentasi, inovasi, penemuan, keterampilan seni, keterampilan gerak, dsb. Pembelajaran pengayaan memberikan pelayanan kepada peserta didik yang memiliki kecerdasan lebih dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk membantu mereka mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya. B. Jenis Pembelajaran Pengayaan Ada tiga jenis pembelajaran pengayaan, yaitu: 1. Kegiatan eksploratori yang bersifat umum yang dirancang untuk disajikan kepada peserta didik. Sajian dimaksud berupa peristiwa sejarah, buku, tokoh masyarakat, dsb, yang secara regular tidak tercakup dalam kurikulum. 2. Keterampilan proses yang diperlukan oleh peserta didik agar berhasil dalam melakukan pendalaman dan investigasi terhadap topik yang diminati dalam bentuk pembelajaran mandiri. 3. Pemecahan masalah yang diberikan kepada peserta didik yang memiliki kemampuan belajar lebih tinggi berupa pemecahan masalah nyata dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah atau pendekatan investigatif/ penelitian ilmiah. Pemecahan masalah ditandai dengan: (a) identifikasi bidang permasalahan yang akan dikerjakan; (b) penentuan fokus masalah/problem yang akan dipecahkan; (c) penggunaan berbagai sumber; (d) pengumpulan data menggunakan teknik yang relevan; (e) analisis data; dan (f) penyimpulan hasil investigasi. Sekolah tertentu, khususnya yang memiliki peserta didik lebih cepat belajar dibanding sekolah-sekolah pada umumnya, dapat menaikkan tuntutan kompetensi melebihi standari isi. Misalnya sekolah-sekolah yang menginginkan memiliki keunggulan khusus. C. Pelaksanaan Pembelajaran Pengayaan Pemberian pembelajaran pengayaan pada hakikatnya adalah pemberian bantuan bagi peserta didik yang memiliki kemampuan lebih, baik dalam kecepatan maupun kualitas belajarnya. Agar pemberian pengayaan tepat sasaran maka perlu ditempuh langkah-langkah sistematis, yaitu (1) mengidentifikasi kelebihan kemampuan peserta didik, dan (2) memberikan perlakuan (treatment) pembelajaran pengayaan. 1. Identifikasi Kelebihan Kemampuan Belajar a. Tujuan Identifikasi kemampuan berlebih peserta didik dimaksudkan untuk mengetahui jenis serta tingkat kelebihan belajar peserta didik. Kelebihan kemampuan belajar itu antara lain meliputi: 1. Belajar lebih cepat. Peserta didik yang memiliki kecepatan belajar tinggi ditandai dengan cepatnya penguasaan kompetensi (SK/KD) mata pelajaran tertentu. 2. Menyimpan informasi lebih mudah Peserta didik yang memiliki kemampuan menyimpan informasi lebih mudah, akan memiliki banyak informasi yang tersimpan dalam memori/ ingatannya dan mudah diakses untuk digunakan. 3. Keingintahuan yang tinggi. Banyak bertanya dan menyelidiki merupakan tanda bahwa seorang peserta didik memiliki hasrat ingin tahu yang tinggi. 4. Berpikir mandiri. Peserta didik dengan kemampuan berpikir mandiri umumnya lebih menyukai tugas mandiri serta mempunyai kapasitas sebagai pemimpin. 5. Superior dalam berpikir abstrak. Peserta didik yang superior dalam berpikir abstrak umumnya menyukai kegiatan pemecahan masalah. 6. Memiliki banyak minat. Mudah termotivasi untuk meminati masalah baru dan berpartisipasi dalam banyak kegiatan. b. Teknik Teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan berlebih peserta didik dapat dilakukan antara lain melalui : tes IQ, tes inventori, wawancara, pengamatan, dsb. 1. Tes IQ (Intelligence Quotient) adalah tes yang digunakan untuk mengetahui tingkat kecerdasan peserta didik. Dari tes ini dapat diketahui tingkat kemampuan spasial, interpersonal, musikal, intrapersonal, verbal, logik/matematik, kinestetik, naturalistik, dsb. 2. Tes inventori. Tes inventori digunakan untuk menemukan dan mengumpulkan data mengenai bakat, minat, hobi, kebiasaan belajar, dsb. 3. Wawancara. Wanwancara dilakukan dengan mengadakan interaksi lisan dengan peserta didik untuk menggali lebih dalam mengenai program pengayaan yang diminati peserta didik. 4. Pengamatan (observasi). Pengamatan dilakukan dengan jalan melihat secara cermat perilaku belajar peserta didik. Dari pengamatan tersebut diharapkan dapat diketahui jenis maupun tingkat pengayaan yang perlu diprogramkan untuk peserta didik. 2. Bentuk Pelaksanaan Pembelajaran Pengayaan Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran pengayaan dapat dilakukan antara lain melalui: 1. Belajar Kelompok. Sekelompok peserta didik yang memiliki minat tertentu diberikan pembelajaran bersama pada jam-jam pelajaran sekolah biasa, sambil menunggu teman-temannya yang mengikuti pembelajaran remedial karena belum mencapai ketuntasan. 2. Belajar mandiri. Secara mandiri peserta didik belajar mengenai sesuatu yang diminati. 3. Pembelajaran berbasis tema. Memadukan kurikulum di bawah tema besar sehingga peserta didik dapat mempelajari hubungan antara berbagai disiplin ilmu. 4. Pemadatan kurikulum. Pemberian pembelajaran hanya untuk kompetensi/materi yang belum diketahui peserta didik. Dengan demikian tersedia waktu bagi peserta didik untuk memperoleh kompetensi/materi baru, atau bekerja dalam proyek secara mandiri sesuai dengan kapasitas maupun kapabilitas masing-masing. Perlu diperhatikan bahwa penyelenggaraan pembelajaran pengayaan ini terutama terkait dengan kegiatan tatap muka untuk jam-jam pelajaran sekolah biasa. Namun demikian kegiatan pembelajaran pengayaan dapat pula dikaitkan dengan kegiatan tugas terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Sekolah dapat juga memfasilitasi peserta didik dengan kelebihan kecerdasan dalam bentuk kegiatan pengembangan diri dengan spesifikasi pengayaan kompetensi tertentu, misalnya untuk bidang sains. Pembelajaran seperti ini diselenggarakan untuk membantu peserta didik mempersiapkan diri mengikuti kompetisi tingkat nasional maupun internasional seperti olimpiade internasional fisika, kimia dan biologi. Sebagai bagian integral dari kegiatan pembelajaran, kegiatan pengayaan tidak lepas kaitannya dengan penilaian. Penilaian hasil belajar kegiatan pengayaan, tentu tidak sama dengan kegiatan pembelajaran biasa, tetapi cukup dalam bentuk portofolio, dan harus dihargai sebagai nilai tambah (lebih) dari peserta didik yang normal. II. PEMBELAJARAN REMEDIAL Dalam rangka membantu peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan kesempatan yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kendati demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mencapai tujuan dan prinsip-prinsip pembelajaran tersebut pasti dijumpai adanya peserta didik yang mengalami kesulitan atau masalah belajar. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, setiap satuan pendidikan perlu menyelenggarakan program pembelajaran remedial atau perbaikan. B. Hakikat Pembelajaran Remedial Pembelajaran remedial merupakan layanan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik untuk memperbaiki prestasi belajarnya sehingga mencapai kriteria ketuntasan yang ditetapkan. Untuk memahami konsep penyelenggaraan model pembelajaran remedial, terlebih dahulu perlu diperhatikan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan berdasarkan Permendiknas 22, 23, 24 Tahun 2006 dan Permendiknas No. 6 Tahun 2007 menerapkan sistem pembelajaran berbasis kompetensi, sistem belajar tuntas, dan sistem pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual peserta didik. Sistem dimaksud ditandai dengan dirumuskannya secara jelas standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik. Penguasaan SK dan KD setiap peserta didik diukur menggunakan sistem penilaian acuan kriteria. Jika seorang peserta didik mencapai standar tertentu maka peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan. Pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, dimulai dari penilaian kemampuan awal peserta didik terhadap kompetensi atau materi yang akan dipelajari. Kemudian dilaksanakan pembelajaran menggunakan berbagai metode seperti ceramah, demonstrasi, pembelajaran kolaboratif /kooperatif, inkuiri, diskoveri, dsb. Melengkapi metode pembelajaran digunakan juga berbagai media seperti media audio, video, dan audiovisual dalam berbagai format, mulai dari kaset audio, slide, video, komputer, multimedia, dsb. Di tengah pelaksanaan pembelajaran atau pada saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, diadakan penilaian proses menggunakan berbagai teknik dan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan belajar serta seberapa jauh penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah atau sedang dipelajari. Pada akhir program pembelajaran, diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian. Ulangan harian dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar peserta didik, apakah seorang peserta didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan tertentu yang telah dirumuskan pada saat pembelajaran direncanakan. Apabila dijumpai adanya peserta didik yang tidak mencapai penguasaan kompetensi yang telah ditentukan, maka muncul permasalahan mengenai apa yang harus dilakukan oleh pendidik. Salah satu tindakan yang diperlukan adalah pemberian program pembelajaran remedial atau perbaikan. Dengan kata lain, remedial diperlukan bagi peserta didik yang belum mencapai kemampuan minimal yang ditetapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Pemberian program pembelajaran remedial didasarkan atas latar belakang bahwa pendidik perlu memperhatikan perbedaan individual peserta didik. Dengan diberikannya pembelajaran remedial bagi peserta didik yang belum mencapai tingkat ketuntasan belajar, maka peserta didik ini memerlukan waktu lebih lama daripada mereka yang telah mencapai tingkat penguasaan. Mereka juga perlu menempuh penilaian kembali setelah mendapatkan program pembelajaran remedial. C.Prinsip Pembelajaran Remedial Pembelajaran remedial merupakan pemberian perlakuan khusus terhadap peserta didik yang mengalami hambatan dalam kegiatan belajarnya. Hambatan yang terjadi dapat berupa kurangnya pengetahuan dan keterampilan prasyarat atau lambat dalam mecapai kompetensi. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran remedial sesuai dengan sifatnya sebagai pelayanan khusus antara lain: 1. Adaptif Setiap peserta didik memiliki keunikan sendiri-sendiri. Oleh karena itu program pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk belajar sesuai dengan kecepatan, kesempatan, dan gaya belajar masing-masing. Dengan kata lain, pembelajaran remedial harus mengakomodasi perbedaan individual peserta didik. 2. Interaktif Pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk secara intensif berinteraksi dengan pendidik dan sumber belajar yang tersedia. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa kegiatan belajar peserta didik yang bersifat perbaikan perlu selalu mendapatkan monitoring dan pengawasan agar diketahui kemajuan belajarnya. Jika dijumpai adanya peserta didik yang mengalami kesulitan segera diberikan bantuan. 3. Fleksibilitas dalam Metode Pembelajaran dan Penilaian Sejalan dengan sifat keunikan dan kesulitan belajar peserta didik yang berbeda-beda, maka dalam pembelajaran remedial perlu digunakan berbagai metode mengajar dan metode penilaian yang sesuai dengan karakteristik peserta didik. 4. Pemberian Umpan Balik Sesegera Mungkin Umpan balik berupa informasi yang diberikan kepada peserta didik mengenai kemajuan belajarnya perlu diberikan sesegera mungkin. Umpan balik dapat bersifat korektif maupun konfirmatif. Dengan sesegera mungkin memberikan umpan balik dapat dihindari kekeliruan belajar yang berlarut-larut yang dialami peserta didik. 5. Kesinambungan dan Ketersediaan dalam Pemberian Pelayanan Program pembelajaran reguler dengan pembelajaran remedial merupakan satu kesatuan, dengan demikian program pembelajaran reguler dengan remedial harus berkesinambungan dan programnya selalu tersedia agar setiap saat peserta didik dapat mengaksesnya sesuai dengan kesempatan masing-masing. D. Pelaksanaan Pembelajaran Remedial Pembelajaran remedial pada hakikatnya adalah pemberian bantuan bagi peserta didik yang mengalami kesulitan atau kelambatan belajar. Sehubungan dengan itu, langkah-langkah yang perlu dikerjakan dalam pemberian pembelajaran remedial meliputi dua langkah pokok, yaitu pertama mendiagnosis kesulitan belajar, dan kedua memberikan perlakuan (treatment) pembelajaran remedial. 1. Diagnosis Kesulitan Belajar a. Tujuan Diagnosis kesulitan belajar dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesulitan belajar peserta didik. Kesulitan belajar dapat dibedakan menjadi kesulitan ringan, sedang dan berat. • Kesulitan belajar ringan biasanya dijumpai pada peserta didik yang kurang perhatian di saat mengikuti pembelajaran. • Kesulitan belajar sedang dijumpai pada peserta didik yang mengalami gangguan belajar yang berasal dari luar diri peserta didik, misalnya faktor keluarga, lingkungan tempat tinggal, pergaulan, dsb. • Kesulitan belajar berat dijumpai pada peserta didik yang mengalami ketunaan pada diri mereka, misalnya tuna rungu, tuna netra¸tuna daksa, dsb. b. Teknik Teknik yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kesulitan belajar antara lain: tes prasyarat (prasyarat pengetahuan, prasyarat keterampilan), tes diagnostik, wawancara, pengamatan, dsb. • Tes prasyarat adalah tes yang digunakan untuk mengetahui apakah prasyarat yang diperlukan untuk mencapai penguasaan kompetensi tertentu terpenuhi atau belum. Prasyarat ini meliputi prasyarat pengetahuan dan prasyarat keterampilan. • Tes diagnostik digunakan untuk mengetahui kesulitan peserta didik dalam menguasai kompetensi tertentu. Misalnya dalam mempelajari operasi bilangan, apakah peserta didik mengalami kesulitan pada kompetensi penambahan, pengurangan, pembagian, atau perkalian. • Wawancara dilakukan dengan mengadakan interaksi lisan dengan peserta didik untuk menggali lebih dalam mengenai kesulitan belajar yang dijumpai peserta didik. • Pengamatan (observasi) dilakukan dengan jalan melihat secara cermat perilaku belajar peserta didik. Dari pengamatan tersebut diharapkan dapat diketahui jenis maupun penyebab kesulitan belajar peserta didik. 2. Bentuk Pelaksanaan Pembelajaran Remedial Setelah diketahui kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik, langkah berikutnya adalah memberikan perlakuan berupa pembelajaran remedial. Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran remedial antara lain: • Pemberian pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda. Pembelajaran ulang dapat disampaikan dengan cara penyederhanaan materi, variasi cara penyajian, penyederhanaan tes/pertanyaan. Pembelajaran ulang dilakukan bilamana sebagian besar atau semua peserta didik belum mencapai ketuntasan belajar atau mengalami kesulitan belajar. Pendidik perlu memberikan penjelasan kembali dengan menggunakan metode dan/atau media yang lebih tepat. • Pemberian bimbingan secara khusus, misalnya bimbingan perorangan. Dalam hal pembelajaran klasikal peserta didik mengalami kesulitan, perlu dipilih alternatif tindak lanjut berupa pemberian bimbingan secara individual. Pemberian bimbingan perorangan merupakan implikasi peran pendidik sebagai tutor. Sistem tutorial dilaksanakan bilamana terdapat satu atau beberapa peserta didik yang belum berhasil mencapai ketuntasan. • Pemberian tugas-tugas latihan secara khusus. Dalam rangka menerapkan prinsip pengulangan, tugas-tugas latihan perlu diperbanyak agar peserta didik tidak mengalami kesulitan dalam mengerjakan tes akhir. Peserta didik perlu diberi latihan intensif (drill) untuk membantu menguasai kompetensi yang ditetapkan. • Pemanfaatan tutor sebaya. Tutor sebaya adalah teman sekelas yang memiliki kecepatan belajar lebih. Mereka perlu dimanfaatkan untuk memberikan tutorial kepada rekannya yang mengalami kelambatan belajar. Dengan teman sebaya diharapkan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar akan lebih terbuka dan akrab. 3. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran Remedial Terdapat beberapa alternatif berkenaan dengan waktu atau kapan pembelajaran remedial dilaksanakan. Pertanyaan yang timbul, apakah pembelajaran remedial diberikan pada setiap akhir ulangan harian, mingguan, akhir bulan, tengah semester, atau akhir semester. Ataukah pembelajaran remedial itu diberikan setelah peserta didik mempelajari SK atau KD tertentu? Pembelajaran remedial dapat diberikan setelah peserta didik mempelajari KD tertentu. Namun karena dalam setiap SK terdapat beberapa KD, maka terlalu sulit bagi pendidik untuk melaksanakan pembelajaran remedial setiap selesai mempelajari KD tertentu. Mengingat indikator keberhasilan belajar peserta didik adalah tingkat ketuntasan dalam mencapai SK yang terdiri dari beberapa KD, maka pembelajaran remedial dapat juga diberikan setelah peserta didik menempuh tes SK yang terdiri dari beberapa KD. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa SK merupakan satu kebulatan kemampuan yang terdiri dari beberapa KD. Mereka yang belum mencapai penguasaan SK tertentu perlu mengikuti program pembelajaran remedial. Hasil belajar yang menunjukkan tingkat pencapaian kompetensi melalui penilaian diperoleh dari penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses diperoleh melalui postes, tes kinerja, observasi dan lain-lain. Sedangkan penilaian hasil diperoleh melalui ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester. Dalam rangka membantu peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan kesempatan yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk mencapai tujuan dan prinsip-prinsip pembelajaran tersebut tidak jarang dijumpai adanya peserta didik yang memerlukan tantangan berlebih untuk mengoptimalkan perkembangan prakarsa, kreativitas, partisipasi, kemandirian, minat, bakat, keterampilan fisik, dsb. Untuk mengantisipasi potensi lebih yang dimiliki peserta didik tersebut, setiap satuan pendidikan perlu menyelenggarakan program pembelajaran pengayaan. A. Hakikat Pembelajaran Pengayaan Secara umum pengayaan dapat diartikan sebagai pengalaman atau kegiatan peserta didik yang melampaui persyaratan minimal yang ditentukan oleh kurikulum dan tidak semua peserta didik dapat melakukannya. Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, lazimnya guru mengadakan penilaian awal untuk mengetahui kemampuan peserta didik terhadap kompetensi atau materi yang akan dipelajari sebelum pembelajaran dimulai. Kemudian dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi seperti ceramah, demonstrasi, pembelajaran kolaboratif/kooperatif, inkuiri, diskoveri, dsb. Melengkapi strategi pembelajaran digunakan juga berbagai media seperti media audio, video, dan audiovisual dalam berbagai format, mulai dari kaset audio, slide, video, komputer multimedia, dsb. Di tengah pelaksanaan pembelajaran atau pada saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, diadakan penilaian proses dengan menggunakan berbagai teknik dan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan belajar serta seberapa jauh penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah atau sedang dipelajari. Penilaian proses juga digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran bila dijumpai hambatan-hambatan. Pada akhir program pembelajaran, diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian. Ulangan harian dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar, apakah seorang peserta didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan kompetensi tertentu. Penilaian akhir program ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan apakah peserta didik telah mencapai kompetensi (tingkat penguasaan) minimal atau ketuntasan belajar seperti yang telah dirumuskan pada saat pembelajaran direncanakan. Jika ada peserta didik yang lebih mudah dan cepat mencapai penguasaan kompetensi minimal yang ditetapkan, maka sekolah perlu memberikan perlakuan khusus berupa program pembelajaran pengayaan. Pembelajaran pengayaan merupakan pembelajaran tambahan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan pembelajaran baru bagi peserta didik yang memiliki kelebihan sedemikain rupa sehingga mereka dapat mengoptimalkan perkembangan minat, bakat, dan kecakapannya. Pembelajaran pengayaan berupaya mengembangkan keterampilan berpikir, kreativitas, keterampilan memecahkan masalah, eksperimentasi, inovasi, penemuan, keterampilan seni, keterampilan gerak, dsb. Pembelajaran pengayaan memberikan pelayanan kepada peserta didik yang memiliki kecerdasan lebih dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk membantu mereka mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya. B. Jenis Pembelajaran Pengayaan Ada tiga jenis pembelajaran pengayaan, yaitu: 1) Kegiatan eksploratori yang bersifat umum yang dirancang untuk disajikan kepada peserta didik. Sajian dimaksud berupa peristiwa sejarah, buku, tokoh masyarakat, dsb, yang secara regular tidak tercakup dalam kurikulum. 2) Keterampilan proses yang diperlukan oleh peserta didik agar berhasil dalam melakukan pendalaman dan investigasi terhadap topik yang diminati dalam bentuk pembelajaran mandiri. 3) Pemecahan masalah yang diberikan kepada peserta didik yang memiliki kemampuan belajar lebih tinggi berupa pemecahan masalah nyata dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah atau pendekatan investigatif/ penelitian ilmiah. Pemecahan masalah ditandai dengan: (a) identifikasi bidang permasalahan yang akan dikerjakan; (b) penentuan fokus masalah/problem yang akan dipecahkan; (c) penggunaan berbagai sumber; (d) pengumpulan data menggunakan teknik yang relevan; (e) analisis data; dan (f) penyimpulan hasil investigasi. Sekolah tertentu, khususnya yang memiliki peserta didik lebih cepat belajar dibanding sekolah-sekolah pada umumnya, dapat menaikkan tuntutan kompetensi melebihi standari isi. Misalnya sekolah-sekolah yang menginginkan memiliki keunggulan khusus. C. Pelaksanaan Pembelajaran Pengayaan Pemberian pembelajaran pengayaan pada hakikatnya adalah pemberian bantuan bagi peserta didik yang memiliki kemampuan lebih, baik dalam kecepatan maupun kualitas belajarnya. Agar pemberian pengayaan tepat sasaran maka perlu ditempuh langkah-langkah sistematis, yaitu (1) mengidentifikasi kelebihan kemampuan peserta didik, dan (2) memberikan perlakuan (treatment) pembelajaran pengayaan. 1. Identifikasi Kelebihan Kemampuan Belajar a. Tujuan Identifikasi kemampuan berlebih peserta didik dimaksudkan untuk mengetahui jenis serta tingkat kelebihan belajar peserta didik. Kelebihan kemampuan belajar itu antara lain meliputi: 1) Belajar lebih cepat. Peserta didik yang memiliki kecepatan belajar tinggi ditandai dengan cepatnya penguasaan kompetensi (SK/KD) mata pelajaran tertentu. 2) Menyimpan informasi lebih mudah Peserta didik yang memiliki kemampuan menyimpan informasi lebih mudah, akan memiliki banyak informasi yang tersimpan dalam memori/ ingatannya dan mudah diakses untuk digunakan. 3) Keingintahuan yang tinggi. Banyak bertanya dan menyelidiki merupakan tanda bahwa seorang peserta didik memiliki hasrat ingin tahu yang tinggi. 4) Berpikir mandiri. Peserta didik dengan kemampuan berpikir mandiri umumnya lebih menyukai tugas mandiri serta mempunyai kapasitas sebagai pemimpin. 5) Superior dalam berpikir abstrak. Peserta didik yang superior dalam berpikir abstrak umumnya menyukai kegiatan pemecahan masalah. 6) Memiliki banyak minat. Mudah termotivasi untuk meminati masalah baru dan berpartisipasi dalam banyak kegiatan. b. Teknik Teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan berlebih peserta didik dapat dilakukan antara lain melalui : tes IQ, tes inventori, wawancara, pengamatan, dsb. 1) Tes IQ (Intelligence Quotient) adalah tes yang digunakan untuk mengetahui tingkat kecerdasan peserta didik. Dari tes ini dapat diketahui tingkat kemampuan spasial, interpersonal, musikal, intrapersonal, verbal, logik/matematik, kinestetik, naturalistik, dsb. 2) Tes inventori. Tes inventori digunakan untuk menemukan dan mengumpulkan data mengenai bakat, minat, hobi, kebiasaan belajar, dsb. 3) Wawancara. Wanwancara dilakukan dengan mengadakan interaksi lisan dengan peserta didik untuk menggali lebih dalam mengenai program pengayaan yang diminati peserta didik. 4) Pengamatan (observasi). Pengamatan dilakukan dengan jalan melihat secara cermat perilaku belajar peserta didik. Dari pengamatan tersebut diharapkan dapat diketahui jenis maupun tingkat pengayaan yang perlu diprogramkan untuk peserta didik. 2. Bentuk Pelaksanaan Pembelajaran Pengayaan Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran pengayaan dapat dilakukan antara lain melalui: a) Belajar Kelompok. Sekelompok peserta didik yang memiliki minat tertentu diberikan pembelajaran bersama pada jam-jam pelajaran sekolah biasa, sambil menunggu teman-temannya yang mengikuti pembelajaran remedial karena belum mencapai ketuntasan. b) Belajar mandiri. Secara mandiri peserta didik belajar mengenai sesuatu yang diminati. c) Pembelajaran berbasis tema. Memadukan kurikulum di bawah tema besar sehingga peserta didik dapat mempelajari hubungan antara berbagai disiplin ilmu. d) Pemadatan kurikulum. Pemberian pembelajaran hanya untuk kompetensi/materi yang belum diketahui peserta didik. Dengan demikian tersedia waktu bagi peserta didik untuk memperoleh kompetensi/materi baru, atau bekerja dalam proyek secara mandiri sesuai dengan kapasitas maupun kapabilitas masing-masing. Perlu diperhatikan bahwa penyelenggaraan pembelajaran pengayaan ini terutama terkait dengan kegiatan tatap muka untuk jam-jam pelajaran sekolah biasa. Namun demikian kegiatan pembelajaran pengayaan dapat pula dikaitkan dengan kegiatan tugas terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Sekolah dapat juga memfasilitasi peserta didik dengan kelebihan kecerdasan dalam bentuk kegiatan pengembangan diri dengan spesifikasi pengayaan kompetensi tertentu, misalnya untuk bidang sains. Pembelajaran seperti ini diselenggarakan untuk membantu peserta didik mempersiapkan diri mengikuti kompetisi tingkat nasional maupun internasional seperti olimpiade internasional fisika, kimia dan biologi. Sebagai bagian integral dari kegiatan pembelajaran, kegiatan pengayaan tidak lepas kaitannya dengan penilaian. Penilaian hasil belajar kegiatan pengayaan, tentu tidak sama dengan kegiatan pembelajaran biasa, tetapi cukup dalam bentuk portofolio, dan harus dihargai sebagai nilai tambah (lebih) dari peserta didik yang normal. III. METHODE PEMBELAJARAN REMEDIAL Dalam merencanakan suatu metode yang akan digunakan selama kegiatan pembelajaran perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut a. Tujuan belajar yang akan dicapaI b. Pendekatan yang telah ditetapkan c. Isi bahan yang telah ditetapkan d. Sumber dan media yang akan digunakan. Dari hal di atas menunjukkan bahwa suatu kegiatan pembelajaran yang akan berlangsung bukan semata-mata berdasarkan kemauan guru, tetapi berdasarkan kebutuhan peserta didik dalam belajar.Di samping itu perlu juga diperhatikan bahwa semua metode pada hakekatnya adalah baik.Tidak ada satupun metode yang paling baik dan tepat untuk mata pelajaran tertentu termasuk IPS. Untuk itu mutu metode yang telah direncanakan hendaknya dipahami de-ngan baik dan dicobakan berulang kali.Sehingga diperoleh seperangkat data tentang kelemahan dan kelebihan metode tersebut dan kemudian dapat dijadi¬kan sebagai pedoman untuk memodifikasi dalam pelaksanaan kegiatan pembe¬lajaran selanjutnya. A. METODE CERAMAH Metode ceramah adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan penu¬turan secara lisan. Metode ini sangat cocok untuk memberikan informasi kepada peserta didik menyangkut bahan pelajaran yang baru dan memberikan penjelasan tentang suatu masalah yang dihadapi peserta didik serta mengawali pemakaian metode di luar ceramah. Metode ceramah dalam implementasinya memiliki kelemahan-kelemahan, diantaranya sebagai berikui: 1. Kegiatan belajar berorientasi pada guru dan peserta didik pasif, sehingga kreatifitasnya kurang, peserta didik cenderung menghafalkan fakta tanpa memahami konsep, apalagi meresapi nilai-nilai untuk merubah sikap. 2. Komunikasi satu arah, sehingga mudah menimbulkan salah tafsir tentang istilah tertentu (verbalisme). 3. Tidak semua guru dapat berbicara dengan baik untuk menarik perhatian peserta didik. 4. Tidak segera dapat diketahui umpan balik teniang bahan pe lajaran yang telah disajikan. Langkah-langkah penggunaan metode ceramah, adalah sebagai berikut 1. Membuat persiapan, antara lain: a. Merumuskan Indikator b. Menetapkan prosedur penyajian bahan pelajaran untuk mencapai TPK dengan menggunakan metode ceramah. c. Memilih bahan pelajaran secara garis besar yang akan di sajikan. Bahan peiajaran dapat disusun secara keseluruhan untuk satu pokok bahasan atau satu sub-pokok bahasan. d. Menetapkan jenis tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik. 2. Melaksanakan dengan jalan : a. Menginformasikan TPK yang hendak dicapai. b. Menjelaskan prosedur proses pembelajaran yang dimulai dengan ce¬ramah diselingi tanya jawab. Kemudian diakhiri dengan pemberian tu¬gas. c. Menjelaskan bahan pelajaran dengan metode ceramah yang diselingi tanya jawab. d. Untuk mengakhiri sajian, guru rnemberikan penugasan kepada peserta didik. B. METODE TANYA JAWAB Metode tanya jawab adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang dapat dilakukan baik oleh guru maupun oleh peserta didik. Metode tanya jawab apabila digunakan dengan tepat akan merupakan suatu alat komunikasi yang ampuh antara guru dengan peserta didik dan antar peserta didik.Dengan metode tanya jawab selama proses pembelajaran peserta didik akan terlibat secara aktif dengan segenap potensinya.Karena itu bagi guru dan iebih-lebih peserta didik dituntut memiliki minat dan kemampuan menden¬garkan yang dilandasi oleh sikap terbuka dan positif, sehingga dapat memberi¬kan jawaban yang positif dan tepat terhadap pertanyaan yang diajukan kepa¬danya. Didalam menyusun pertanyaan hendaknya diperhatikan tentang jenis jenis pertanyaan sebagai berikut : 1. Pertanyaan Tertutup Jenis pertanyaan ini menghendaki jawaban yang menuju pada suatu kesimpulan.Jenis pertanyaan ini kurang baik untuk dipakai sebagai metode.Jika terpaksa digunakan, maka perlu dihindari pertanyaan yang mengarah pada jawaban ya atau tidak.Contoh: Apakah urbanisasi sebagai penyebab mele¬daknya jumlah penduduk perkotaan? 2 Pertanyaan Terbuka Jenis pertanyaan ini menghendaki adanya berbagai alternatif jawaban, termasuk penjelasan atau uraian.Contoh: Mengapa urbanisasi sebagai salah satu faktor penyebab bertambahnya jumlah penduduk perkotaan? Metode tanya jawab dipakai dengan tujuan untuk : 1. Memperoleh balikan dari peserta didik tentang : a. Tingkat penguasaan atau pemahaman terhadap bahan pelajaran yang telah disajikan. b. Bagaimana perasaan dan sikap peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. c. Ketetapan bahan pelajaran yang dipilih untuk mencapai TPK. d. Bagian-bagian dari bahan pelajaran yang kurang atau sulit dipahami oleh peserta didik. 2. Mengetahui proses berpikir peserta didik, apakah sistematis dan logis dalam menanggapi suatu permasalahan. 3. Memberikan tekanan perhatian pada bagian-bagian tertentu yang dianggap penting 4. Menjajaki tingkat pemahaman peserta didik terhadap bahan pelajaran yang telah dan sedang dipelajarinya. 5. Menumbuhkan sikap berani pada diri peserta didik dalam mengajukan atau menanggapi suatu permasalahan. 6. Membiasakan peserta didik mengenal bentuk dan jenis pertanyaan serta cara menanggapinya yang tepat demi kelanjutan belajarnya. 7. Mendorong tumbuhnya rasa ingin tahu dalam diri peserta didik. Tujuan-tujuan tersebut dicapai dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihan metode tanya jawab untuk : 1.Mengembangkan kegiatan berpikir, mengkhayal, menanggapi, mempertim-bangkan, menyatakan sikap dan minat. 2. Membuka kesempatan dialog antara guru dan peserta didik, serta antar peserta didik itu sendiri. 3. Memperkuat daya ingatan peserta didik (berpikir asosiasi). 4. Mendorong peserta didik dalam berpikir dengan kemampuannya sendiri untuk menanggapi setiap permasalahan. 5. Menarik perhatian peserta didik, sehingga dengan segenap potensinya ikut aktif selama proses pembelajaran. 6. Memperbaiki jawaban peserta didik yang kurang mengajar: 7. Mendukung tercapaianya situasi belajar yang menggairahkan. Langkah-langkah penggunaan metode tanya jawab: 1. Membuat persiapan, antara lain: a. Merumuskan Indikator b. Menentukan topik-topik pertanyaan. c. Merumuskan daftar pertanyaan sesuai dengan topik untuk mendukung tercapainya indikator d. Mengidentifikasi daftar pertanyaan yang mungkin diajukan oleh peserta didik. e. Menetapkan prosedur penyajian bahan pelajaran dengan metode tanya jawab. 2. Melaksanakan tanya jawab dengan jalan: a. Mengidentifikasikan indikatoryang ingin dicapai. b. Menginformasikan prosedur penyajian bahan pelajaran dengan meto¬de tanya jawab.Di sini peserta didik tidak hanya bertanya, tetapi juga menjawab pertanyaan haik dari guru maupun peserta didik yang lain. c. Menginformasikan topik yang hendak dibahas dalam tanya jawab. d. Tanya jawab dengan jalan mengajukan pertanyaan secara klasikal clan peserta didik diminta untuk menanggapinya. Dalam hal ini: 1) Pertanyaan dapat juga berasal dari peserta didik untuk ditanggapi oleh peserta didik yang lain atau oleh guru. 2) Usahakan setiap pertanyaan mengandung suatu permasalahan. 3) Usahakan setiap peserta didik secara merata untuk mengajukan atau menanggapi pertanyaan. 4) Usahakan untuk selalu memberikan penguatan (verbal maupun non verbal) terhadap jawaban yang tepat dan segera memperbaiki jawaban yang kurang tepat. 5) Usahakan untuk membedakan setiap pertanyaan dalam golongan pertan¬yaan pikiran, pertanyaan ingatan, pertanyaan yang meminta pendapat, perasaan atau sikap, e. Untuk mengakhiri sajian usahakan untuk dapat membuat kesimpulan ten¬tang topik yang dihahas. C. METODE DISKUSI Metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan jalan bertukar pendapat untuk mencari pemecahan masalah untuk topik tertentu. Dengan metode diskusi, peserta didik termotivasi untuk mengemukakan argu-mentasi terhadap pertanyaan atau jawaban yang diajukan oleh peserta diskusi lain dalam rangka pemecahan suatu masalah tertentu. Dengan metode diskusi, proses pembelajaran menuntut keterlibatan peserta didik secara aktif dengan segenap potensinya. Dalam metode diskusi guru berperan sebagai pemimpin untuk mengatur jalannya diskusi, meliputi: 1. Sebagai pengatur lalu lintas pembicaraan, seperti mengajukan pertanyaan kepada kelompok, mengusahakan agar setiap tanggapan disalurkan melalui pemimpin diskusi, mengusahakan agar setiap anggota kelompok berbicara menurut gilirannya, mengusahakan agar setiap pembicaraan tidak dimo¬nopoli oleh peserta didik tertentu yang gemar berbi cara, mengusahakan agar peserta didik yang penakut dan pemalu mendapat kesempatan untuk mengemukakan argumentasi nya dan sebagainya. 2. Sebagai dinding penangkis yaitu menerima pertanyaan atau tanggapan dari anggota kelompok diskusi, kemudian dilemparkan kembali kepada anggota kelompok diskusi yang lain. 3. Sebagai penunjuk jalan yaitu memberikan pen garahan tentang permasala¬han yang akan didiskusikan, sehingga tidak timbul pembicaraan yang meny¬impang. Hal-hal yang mendapat perhatian dalam diskusi adalah : 1. Apakah masalah yang dihadapi? Di sini setiap angota kelompok diskusi harus memahaminya.Karena tidak semua masalah layak untuk didiskusi.Suatu masalah layak untuk didiskusikan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik dan menarik perha-tiannya. b. Mempunyai jawaban lebih dari yang dapat dipertahankan sebagai kebe¬naran tunggal. c. Tidak mencari jawaban yang benar tetapi lebih mengutamakan petim¬bangan dan perbandingan dalam memecahkan suatu permasalahan. 2. Esensi (makna) permasalahan yang didiskusikan. 3. Kemungkinan jawaban yang dapat dirumuskan oleh anggota kelompok diskusi. 4. Hasil kesepakatan anggota kelompok diskusi. 5. Tindak lanjut dari hasil diskusi. Metode diskusi bisa dipakai dengan tujuan : 1. Untuk mengaktifkan peserta didik dalam prases pembelajaran dengan sege¬nap potensianya melalui membahas dan memecahkan suatu permasalahan. 2. Untuk melatih daya penalaran peserta didik dengan menghadapi suatu permasalahan sehingga, tumbuh sikap tanggung jawabnya. Tujuan tersebut dapat dicapai apabila guru dapat memanfaatkan kelebihan metode ini untuk : 1. Menumbuhkan, mengembangkan dan membina sikap dan perbuatan pe¬serta didik yang demokratis. 2. Menumbuhkan, mengembangkan dan membina sikap dalam berpikir secara kritis, analistis, logis dan sitematis (lebih mengutamakan cara penalaran dalam menanggapi suatu perma salahan dari pada kebenaran isi yang dike¬mukakan). 3. Menumbuhkan dan memupuk keberanian, sosial dalam diri peserta didik. 4. Membina kemampuan untuk mengemukakan argumentasi dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar¬ Langkah-langkah penggunaan metode diskusi : 1. Membuat persiapan, antara lain : a. Merumuskan Indikator b. Menetapkan topik yang akan didiskusikan. c. Menetapkan prosedur penyajian bahan pelajaran dengan metode diskusi. d. Merumuskan butir-butir pengarahan, petunjuk dan tindakan lain untuk kelancaran jalanya diskusi (kapan memberikan penguatan, teguran, me-luruskan pembicaraan yang menyimpang, bimbingan kepada anggota kelompok yang menemuhi kesulitan dan sebagainya). e. Menetapkan pembagian kelompok diskusi yang masing-masing kelom¬pok beranggotakan 5-7 orang peserta didik. 2. Melaksanakan dengan jalan : a. Menginformasikan indikatoryang ingin dicapai selama proses pembela¬jaran. b. Menjelaskan secara singkat topik diskusi, apabila mungkin lebih baik disampaikan dengan peragaan. c. Menginformasikan prosedur diskusi. d. Membagi kelas ke dalam kelompok dengan anggota masing masing keiompok 5-7 orang peserta didik dan menetapkan waktu diskusi. e. Untuk memulai diskusi, masing-masing kelompok dipersilahkan untuk memilih sendiri: pemimpin, sekretaris dan pelopor. f. Selama diskusi kelompok, guru keliling mendatangi masing masing kelompok untuk menjaga ketertiban, memberikan bimbingan apabila ada anggota kelompok yang mengalami kesulitan, meluruskan jalannya pembicaraan apabila terjadi penyimpangan dan sebagainya. g. Setelah waktu diskusi habis, guru menugaskan kepada masing-masing kelompok melalui pelopornya untuk menyampaikan laporan hasil dis¬kusi secara klasikal. Hasil diskusi ini ditanggapi oleh kelompok lainnya.Selama diskusi kelas guru bertindak sebagai pemimpin dan menugaskan kepada masing-masing kelompok untuk mencatat tanggapan-tanggapan yang diberikan terhadap kelompoknya. h. Setelah diskusi kelas berakhir, kepada masing-masing kelompok ditu¬gaskan untuk menyempurnakan hasilnya dengan memperhatikan tang¬gapan-tanggapan yang masuk kemudian dilaporkan secara tertulis. D. METODE PEMBERIAN TUGAS Metode pemberian tugas adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran de¬ngan menugaskan peserta didik untuk melakukan serangkaian kegiatan di luar jam pelajaran tatap muka.Serangkaian kegiatan yang ditugaskan dapat berben¬tuk, seperti: membuat kliping, majalah dinding, ikhtisar atau ringkasan dari buku dan sebagainya. Pelaksanaan tugas dilakukan secara individu atau kelompok.Karena tugas dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka, maka metode pemberian tugaa dikalangan peserta didik Iebih dikenaI dengan istilah pekerjaan rumah (PR). Dengan pemberian tugas dalam diri peserta didik akan tumbuh kreativitas dan kebiasaan untuk melakukan serangkaian latihan dan kegiatan belajar di Iuar tatap muka di samping memperoleh serangkaian pengetahuan atau ketrampilan.Guru tidak dapat meninggalkan metode ini, karena untuk menguasai seluruh ruang lingkup bahan pelajaran tidak mungkin hanya dibatasi dengan proses pembelajaran di kelas saja. Metode ini diterapkan dengan tujuan: 1. Untuk memelihara aktivitas belajar peserta didik dengan segenap potensi¬nya di luar jam pelajaran tatap muka, agar kedalaman dan keluasan bahan pelajaran dapat dikuasai dengan lebih baik. 2. Untuk mengatasi bahan pelajaran yang dirasa terlalu sarat sehingga tidak mungkin dapat dicapai jika hanya berdasarkan alokasi waktu yang tersedia saja. Maka dengan pemberian tugas hal tersebut dapat dicapai khususnya bahan pelajaran yang dapat dipelajari oleh peserta didik tanpa melalui jam pelajaran tatap muka. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan memanfaatkan kelebihan metode ini untuk: 1. Untuk memelihara aktivitas belajar peserta didik dengan segenap potensi¬nya di luar jam pelajaran tatap muka, agar kedalaman clan keluasan bahan pelajaran dapat dikuasai dengan lebih baik. 2. Untuk mengatasi bahan pelajaran yang dirasa terlalu sarat sehingga tidak mungkin dapat dicapai jika hanya berdasarkan alokasi waktu yang tesedia saja. Maka dengan pemberian tugas hai tersebut dapat dicapai khususnya bahan pelajaran yang dapat dipelajari oleh peserta didik tanpa melalui jam pelajaran tatap muka. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan memanfaatkan kelebihan metode ini untuk: 1. Melatih peserta didik melaksanakan serangkaian kegiatan agar menemukan sendiri pengalaman belajarnya dan selanjutnya akan mendorong tumbuhnya sikap tekun, teliti dan kreatif. 2. Mendorong perkembangan sikap dan kemampuan peserta didik dalam me-mikirkan dan melakukan sesuatu sulit, tanpa campur tangan pihak lain. 3. Mendorong peserta didik untuk menilai sendiri seberapa jauh kelebihan dan kekurangan kemampuannya dalam mengerjakan tugas. Langkah-langkah penggunaan metode pemberian tugas: 1. Membuat persiapan, antara lain: a. Merumuskan Indikator b. Menetapkan topik.Utamakan topik-topik yang diangkat dari pokok bahasan/sub pokok bahasan yang diperkirakan dapat dipelajari sendiri oleh peserta didik tanpa melalui jam pelajaran tatap muka di kelas. c. Menetapkan prosedur penyajian bahan pelajaran untuk mendukung ter-capainya indikor dengan metode pemberian tugas. d. Menetapkan waktu untuk menyelesaikan tugas. 2. Melaksanakan dengan jalan: a. Menginformasikan indikor yang hendak dicapai selama proses pembela¬j aran. b. Menjelaskan topik yang menjadi tugas peserta didik termasuk ruang lingkupnya. c. Menginformasikan prosedur penyelesaian tugas, misalnya: 1) Tugas diselesaikan secara individu atau kelompok. 2) Tugas dilaporkan secara tertulis dengan sistematika: Pendahuluan, Permasalahan, Pemecahan Masalah, Kesimpulan dan Saran-saran. 3) Apabila dalam menyelesaikan tugas menemui kesulitan, maka peser¬ta didik diberi kesempatan untuk berkonsultasi pada setiap jam isti¬rahat dan sebagainya. d. Menginformasikan waktu penyelesaian tugas, misal 1 minggu atau 2 minggu. e. Memerikasa laporan dengan memberikan ulasan seperlunya baik berupa pujian secara tertulis di atas laporan atau ralat-ralat dan sebagainya. kemudian hasilnya dikembalikan kepada peserta didik. E. METODE KARYAWISATA Metode karyawisata adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan membawa peserta didik untuk mengunjungi obyek akan dipeIajari di luar seko¬lah. Hal ini ditempuh karena obyek yang akan dipelajari tidak dapat dibawa ke dalam kelas, misalnya: terlalu besar dan berat, berbahaya, akan berubah ben¬tuknya bila berpindah tempat dan sebagianya. Karyawisata merupakan bagian terpadu dari keseluruhan kegiatan akademis untuk menunjang tetcapainya tujuan kuri kuIer. Karyawisata dapat dilaksanakan oleh seluruh peserta didik di setiap jenjang sekolah, tetapi untuk peserta didik dari sekolah rendah (TK dan SD) hendaknya dibatasi pada kunjungan ke obyek-obyek disekitar sekolah saja. Untuk melaksanakan karyawisata hendaknya diperhatikan beberapa kriteria sebagai pedoman dalam menentukan obyek yang meliputi : 1. Obyek berhubungan langsung dengan topik yang sedang dipelajari. 2. Obyek dapat merangsang topik baru. 3. Karyawisata juga dapat dilaksanakan oleh peserta didik sendiri baik bersa¬ma-sama dengan keluarganya mapupun teman temannya. 4. Dalam karyawisata agar diperhitungkan jarak antara lokasi obyek dengan sekolah, waktu, energi dan faktor pembiayaannya. 5. Jika dipandang perlu suatu obyek dapat dikunjungi lebih dari satu kali. 6. Karyawisata akan berjalan lancar apabila ada pemandu yang memahami lokasi/obyek yang bersangkutan. Karyawisata dilaksanakan dengan tujuan: 1. Untuk memadukan pengalaman peserta didik yang diperoleh selama di sekolah dengan pengalaman aktual di masyarakat, termasuk lingkungan fisik, terutama bagi peserta didik yang memiliki latar belakang terbatas.Dengan demikina kesan-kesan negatif yang mungkin timbul dapat diperke¬cil dan dinetralkan.Pada gilirannya peserta didik akan memperoleh se¬perangkat pengalaman yang utuh balk secara teori maupun praktek. 2. Untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik rnelakukan observasi dan wawancara sendiri guna memperoleh keterangan yang bersangkutan dengan battan pelajaran dan memper kenalkan berbagai pengalaman baru yang tidak mungkin diberikan di sekolah serta belajar keterampilan-kete¬rampilan sosial. Tujuan tersebut dicapai dengan memanfaatkan kelebihan metode karya¬wisata : 1. Membuat Persiapan, antara lain : a. Merumuskan Indikator b. Mempertimbangkan dan menetapkan obyek.Disini akan lebih baik apabila dilakukan bersama-sama dengan guru mata pelajaran lain melalui program lintas kurikulum . c. Mendapatkan persetujuan dari kepala sekolah dan orang tualwali peserta didik. d. Memperhitungkan jumlah peserta didik yang ikut karyawisata, selanjut¬nya dibagi ke dalam kelompok yang beranggotakan maksimal 5 orang peserta didik. e. Merumuskan peraturan tata tertib bersama peserta didik termasuk lang¬kah-langkah pengamanannya. f. Menetapkan lamanya waktu karyawisata termasuk jadwal perjalanan dengan asumsi bahwa perjalanan secara sendiri-sendiri.Di samping itu juga perlu diperhitungkan keadaan cuaca dan musim. g. Menetapkan orang-orang atau instansi-instansi yang harus dihubungi dilokasi karyawisata, termasuk mempersiapkan perizinan. h. Mengunjungi lokasi terlebih dahulu bila dipandang perlu. i. Memperhitungkan pembiayaan, termasuk untuk transportasi, akomo¬dasi-kosumsi sekaligus mengumpulkan uang dari siswa untuk membantu mereka yang tidak mampu. j. Menetapkan teknik untuk menjaring data selama karyawisata, rnisal apa yang perlu dilihat, dicatat melalui observasi dan wawancara, termasuk kelengkapan belajarnya perlu disiapkan, seperti: lembar observasi, ang¬ket dan sebagai nya. Di sini juga perlu dijelaskan secara global keadaan obyek yang akan dikunjungi, pembagian tugas untuk masing masing kelompok dan bagaimana cara membuat laporannya. 2. Melaksanakan karyawisata dengan jalan: a. Mengadakan pertemuan dengan penguasaan atau petugas obyek. b. Peserta didik secara berkelompok melakukan observasi dan wawancara tentang obyek sesuai dengan tugasnya masing masing.Di sini guru sebagai pendamping selama melakukan kegiatan peserta didik harus mematuhi tata tertib yang telah dibuat termasuk tata tertib di sekitar obyek untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan ter¬masuk mengganggu keberadaan obyek. c. Selesai melakukan observasi dan wawancara peserta didik dikumpulkan dan kalau mungkin diadakan tanya jawab dengan penguasa atau petugas obyek. Kemudian secara tertib rombongan meninggalkan obyek. 3. Tindak Lanjut a. Guru memberikan ulasan tentang obyek dihubungkan dengan bahan pelajaran. b. Membuat cheklist yang berisi nilai-nilai perjalanan yang dilakukan. c. Secara klasikal peserta didik mengadakan diskusi tentang hasil karya¬wisata termasuk beberapa permasalahan yang tidak dapat dipecahkan selama perjalanan sebagai sumbangan untuk pelaksanaan karyawisata selanjutnya. d. Menetapkan siapa yang harus menulis ucapan terima kasih untuk disampaikan kepada penguasa obyek, instansi di lokasi obyek clan sebagainya. e. Menyusun bahan-bahan yang diperoleh dari obyek baik berupa benda asli, tiruan, gambar, catatan termasuk membuat laporan tentang perjala¬nan yang dilakukan sebagai bahan dokumentasi di kelas/sekolah berupa pajangan (display). dan sebagaian dari laporan di sampaikan kepada Kepala Sekolah, guru clan lnstansi di lokasi obyek. F. METODE BERMAIN PERAN Metode bermain pet-an (role playing) merupakan salah satu bentuk dari metode simulasi, yaitu memainkan peranan melalui peragaan secara spontan tanpa naskah/skenario dan persiapan, yang dilakukan berdasarkan suatu peris¬tiwa dalam situasi dan kondisi sebelumnya yang sudah pasti. 1. Maksud dan tujuan digunakan metode bermain peran, antara lain: a. Agar peserta didik menghayati kemudian berpikir dan berperilaku se¬suai dengan peristiwa yang dialami orang lain dalam kehidupan nyata. b. Agar peserta didik memahami sebab-akibat suatu peristiwa dengan menggambarkan situasi hubungan antara manusia secara realistis, ke¬mudian menarik generalisasi atas peristiwa tersebut untuk diterapkan dalam situasi baru. c. Mendorong peserta didik untuk berpartisipasi dan menumbuh kem¬bangkan perasaan, daya imajinasi dan kreativitasnya dalam belajar. d. Menumbuh kembangkan keberanian peserta didik dalam berhubungan dengan permasalahan yang kontroversial secara realistis. e. Agar peserta didik mengenal dan mengkaji nilai-nilai, norma-norma dan peranan budaya dalam realistis kehidupan. f. Agar peserta didik trampil dalam membuat keputusan menurut caranya sendiri dengan memanfaatkan sumber-sumber yang relevan. 2. Manfaat digunakan metode bermain peran, antara lain: a. Membatu peserta didik menemukan makna dirinya dalam kelompok. b. Membantu peserta didik menemukan masalah pribadi dengan bantuan orang lain. c. Memberikan pengalaman pada peserta didik melalui kerja sama dalam memecahkan petmasalahan. d. Memberikan pengalaman pada peserta didik dalam menumbuh kem¬bangkan sikap dan ketrampiiannya memecahkan permasa lahan. e. Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengamati secara langsung akibat dari suatu tindakan sehingga memperoleh pengalaman. f. Membantu peserta didik dalam membuat kaidah umum (gene ralisasi) atas suatu peristiwa yang diamati kemudian bersikap dan berperilaku sesuai dengan kaidah tersebut. 3. Situasi yang dapat digunakan untuk bermain peran, antara lain: a. Pertentangan antara pribadi (inter personal conflicts). Untuk mencari pemecahan masalah, langkah yang terbaik dengan mem-perhatikan berbagai macam aspek yang menyebabkan terjadinya perten-tangan. b. Hubungan antara kelompok (inter group relations), seperti masalah hu¬bungan antar suku, bangsa, kepercayaan, agama, adat istiadat dan se¬bagianya. Untuk mencari pemecahan masalah, langkah yang terbaik atas dasar prinsip saling memberi dan menerima (take and gave). c. Kemelut pribadi (individual dilemmas), seperti kemelut yang timbul jika seseorang terpaut antara dua nilai yang berbeda atau antara dua kepent¬ingan yang berbeda, sehingga peserta didik mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah tersebut, karena penilaian mereka umumnya men-gutamakan dirinya sendiri (ego sentris).Untuk mencari pemecahan ma¬salah, langkah yang terbaik dengan mengatur keseimbangan antara ke¬inginan pribadi dengan tuntutan masyarakat berdasarkan kebiasaan yang berlaku. d. Tindakan pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan orang banyak, seperti: pelaksana upacara adat, perkawinan adat, dan seba¬gainya. Untuk memecahkan masatah, langkah terbaik dalam pengambi¬lan keputusan secara demokratis. 4. Langkah-langkah penggunaan metode bermain peran: a. Persiapan 1. Merumuskan Indikator 2. Menetukan topik yang dipermasalahkan sesuai dengan indikor 3. Mengidentifikasi peran yang diperlukan, pengamat, waktu dan ru¬angan yang tepat. 4. Membuat alat kegiatan bermain peran yang akan di lakukan oleh peserta didik sebagai pemegang peran. b. Pelaksanaan 1. Menginformasikan Indikator 2. Menginformasikan alat kegiatan bermain peran. 3, Menjelaskan topik yang dipermasalahkan dengan menafsirkan da¬lam bentuk ceritera yang tidak selesai (Unfinish Story). 4. Menjelaskan peran-peran dan memilih pemegang perannya. 5. Memilih pengamat dan menjelaskan tugas-tugasnya. 6. Melaksanakan bermain peran secara spontan menurut alat kegiatan yang telah ditetapkan. 7. Mendiskusikan hasil bermain peran antara pengamat dan pemegang peran, untuk kepentingan bermain peran berikutnya jika dipandang perlu. 8. Melaksanakan kembali bermain peran yang sudah diperbaiki, sesuai dengan langkah No. 6. 9. Mendiskusikan hasilnya, sesuai dengan langkah No. 7. 10.Membuat kesimpulan hasil bermain peran dengan jalan menghubung¬kan situasi permasalahan dengan pengalaman pemegang peran berdasar¬kan kenyataan yang ada. G. METODE SOSIODRAMA Seperti halnya metode bermain peran, metode sosiodrama juga merupakan salah satu bentuk dari metode simulasi, tentang maksud, tujuan dan manfaat serta situasi dari episode yang dimainkan antara metode bermain peran dan metode sosiodrama adalah sama. Perbedaan antara keduanya hanya terletak pada: 1. Bagian-bagian dari suatu episode yang dimainkan oleh pemegang peran disebut bermain peran, sedangkan secara ke seluruhan suatu episode yang dimainkan oleh pemegang peran disebut sosiodrama. Dengan demikian metode bermian peran merupakan bagian dari metode sosiodrama. 2. Masing-masing kegiatan dalam sosiodrama biasanya: a. Dipersiapkan terlebih dahulu dengan naskah yang menggambarkan suatu cerita atau peristiwa tertentu dalam bentuk skenario yang baik dan tepat. b. Para pemegang peran dipilih yang diperkirakan dapat membawakan peran sesuai dengan karakter tokoh-tokoh yang dalam ceritanya atau peristiwa. c. Para pemegang peran dilatih terlebih dahulu secara intensif. d. Para pemegang peran menggunakan kostum sebagaimana biasanya digunakan oleh tokoh yang diperankan. e. Setting yang melatar belakangi ceritera atau peristiwa yang dimainkan ditata sedemikian rupa seolah-olah barkan kondisi yang se¬benarnya. Kegiatan-kegiatan sebagaimana diuraikan di atas tidak diperhitungkan dalam melaksanakan metode bermain peran, karena semuanya hanya dilakukan secara spontan tanpa persiapan dan apa adanya. Langkah-langkah metode sosiodrama: 1. Persiapan a. Merumuskan Indikator b. Menentukan topik yang bermasalah sesuai dengan indikor c. Menyusun naskah cerita atau peristiwa sehubungan dengan topik da¬lam bentuk skenario. Hal ini sebaiknya didiskusi kan dan diberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengadakan perubahan ter¬hadap skenario yang sesuai. Karena kemungkinan mereka akan menge¬mukakan sesuatu yang belum terdapat dalam skenario, sehingga mereka lebih menghayati perannya. d. Membuat alat kegiatan sosiodrama yang akan dilakukan oleh peserta didik sebagai pemegang peran. e. Menetapkan peserta didik yang akan memegang peran dan dilatih secara intensif sesuai dengan skenario yang telah disiapkan.Akan lebih baik kalau peserta didik diberi kesempatan untuk memilih perannya sendiri, dengan demikian mereka akan memerankan secara lebih baik dan mung-kin peran yang dipilih mempunyai arti tersendiri bagi dirinya. f. Menentukan setting yang kemudian ditata sedemikian rupa sehingga mendekati kondisi yang sebenarnya. g. Memilih kostum yang biasa digunakan oleh tokoh dalam ceritera dan mempersiapkannya. h. Memilih pengamat dan menjelaskan tugas-tugasnya. 2. Pelaksanaan a. Siswa sebagai pemegang peran memainkan perannya masing masing menurut skenario dan alat kegiatan sosiodrama yang sudah disiapkan. b. Mendiskusikan hasil sosiodrama antara pengamat dan pemegang peran.Di sini guru agar memberikan pengarahan sehingga peserta didik dapat menghayati sebab dan akibat dari ceritera atau peristiwa yang baru dimainkan. c. Mambuat kesimpulan dengan jalan menarik generalisasi berdasarkan jawaban-jawaban yang dikemukakan dalam diskusi sehingga dapat dirumuskan beberapa kaidah yang dianggap penting. d. Menghimbau peserta didik agar menerapkan kaidah-kaidah tersebut da¬lam kehidupannya.Di sini guru hendaknya memberikan petunjuk agar peserta didik sebelum menerapkan suatu kaidah agar terlebih dahulu di bandingkan apa yang sudah dilakukan dengan seharusnya dilakukan. IV. PEMBELAJARAN EFEKTIF Belajar dipandang sebagai upaya sadar seorang individu untuk memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan, baik aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Namun hingga saat ini dalam praktiknya, proses pembelajaran di sekolah tampaknya lebih cenderung menekankan pada pencapaian perubahan aspek kognitif (intelektual), yang dilaksanakan melalui berbagai bentuk pendekatan, strategi dan model pembelajaran tertentu. Sementara, pembelajaran yang secara khusus mengembangkan kemampuan afektif tampaknya masih kurang mendapat perhatian. Kalaupun dilakukan mungkin hanya dijadikan sebagai efek pengiring (nurturant effect) atau menjadi hidden curriculum, yang disisipkan dalam kegiatan pembelajaran yang utama yaitu pembelajaran kognitif atau pembelajaran psikomotor. Secara konseptual maupun emprik, diyakini bahwa aspek afektif memegang peranan yang sangat penting terhadap tingkat kesuksesan seseorang dalam bekerja maupun kehidupan secara keseluruhan. Meski demikian, pembelajaran afektif justru lebih banyak dilakukan dan dikembangkan di luar kurikulum formal sekolah. Salah satunya yang sangat populer adalah model pelatihan kepemimpinan ESQ ala Ari Ginanjar. Pembelajaran afektif berbeda dengan pembelajaran intelektual dan keterampilan, karena segi afektif sangat bersifat subjektif, lebih mudah berubah, dan tidak ada materi khusus yang harus dipelajari. Hal-hal diatas menuntut penggunaan metode mengajar dan evaluasi hasil belajar yang berbeda dari mengajar segi kognitif dan keterampilan. Ada beberapa model pemebelajaran afektif. Merujuk pada pemikiran Nana Syaodih Sukmadinata (2005) akan dikemukakan beberapa model pembelajaran afektif yang populer dan banyak digunakan. 1. Model Konsiderasi Manusia seringkali bersifat egoistis, lebih memperhatikan, mementingkan, dan sibuk dan sibuk mengurusi dirinya sendiri. Melalui penggunaan model konsiderasi (consideration model) siswa didorong untuk lebih peduli, lebih memperhatikan orang lain, sehingga mereka dapat bergaul, bekerja sama, dan hidup secara harmonis dengan orang lain. Langkah-langkah pembelajaran konsiderasi: (1) menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konsiderasi, (2) meminta siswa menganalisis situasi untuk menemukan isyarat-isyarat yang tersembunyi berkenaan dengan perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain, (3) siswa menuliskan responsnya masing-masing, (4) siswa menganalisis respons siswa lain, (5) mengajak siswa melihat konsekuesi dari tiap tindakannya, (6) meminta siswa untuk menentukan pilihannya sendiri. 2. Model pembentukan rasional Dalam kehidupannya, orang berpegang pada nilai-nilai sebagai standar bagi segala aktivitasnya. Nilai-nilai ini ada yang tersembunyi, dan ada pula yang dapat dinyatakan secara eksplisit. Nilai juga bersifat multidimensional, ada yang relatif dan ada yang absolut. Model pembentukan rasional (rational building model) bertujuan mengembangkan kematangan pemikiran tentang nilai-nilai. Langkah-langkah pembelajaran rasional: (1) menigidentifikasi situasi dimana ada ketidakserasian atu penyimpangan tindakan, (2) menghimpun informasi tambahan, (3) menganalisis situasi dengan berpegang pada norma, prinsip atu ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam masyarakat, (4) mencari alternatif tindakan dengan memikirkan akibat-akibatnya, (5) mengambil keputusan dengan berpegang pada prinsip atau ketentuen-ketentuan legal dalam masyarakat. 3. Klarifikasi nilai Setiap orang memiliki sejumlah nilai, baik yang jelas atau terselubung, disadari atau tidak. Klarifikasi nilai (value clarification model) merupakan pendekatan mengajar dengan menggunakan pertanyaan atau proses menilai (valuing process) dan membantu siswa menguasai keterampilan menilai dalam bidang kehidupan yang kaya nilai. Penggunaan model ini bertujuan, agar para siwa menyadari nilai-nilai yang mereka miliki, memunculkan dan merefleksikannya, sehingga para siswa memiliki keterampilan proses menilai. Langkah-langkah pembelajaran klasifikasi nilai: (1) pemilihan: para siswa mengadakan pemilihan tindakan secara bebas, dari sejumlah alternatif tindakan mempertimbangkan kebaikan dan akibat-akibatnya, (2) mengharagai pemilihan: siswa menghargai pilihannya serta memperkuat-mempertegas pilihannya, (3) berbuat: siswa melakukan perbuatan yang berkaitan dengan pilihannya, mengulanginya pada hal lainnya. 4. Pengembangan moral kognitif Perkembangan moral manusia berlangsung melalui restrukturalisasi atau reorganisasi kognitif, yang yang berlangsung secara berangsur melalui tahap pra-konvensi, konvensi dan pasca konvensi. Model ini bertujuan membantu siswa mengembangkan kemampauan mempertimbangkan nilai moral secara kognitif. Langkah-langkah pembelajaran moral kognitif: (1) menghadapkan siswa pada suatu situasi yang mengandung dilema moral atau pertentangan nilai, (2) siswa diminta memilih salah satu tindakan yang mengandung nilai moral tertentu, (3) siswa diminta mendiskusikan/ menganalisis kebaikan dan kejelekannya, (4) siswa didorong untuk mencari tindakan-tindakan yang lebih baik, (5) siswa menerapkan tindakan dalam segi lain. 5. Model nondirektif Para siswa memiliki potensi dan kemampuan untuk berkembang sendiri. Perkembangan pribadi yang utuh berlangsung dalam suasana permisif dan kondusif. Guru hendaknya menghargai potensi dan kemampuan siswa dan berperan sebagai fasilitator/konselor dalam pengembangan kepribadian siswa. Penggunaan model ini bertujuan membantu siswa mengaktualisasikan dirinya. Langkah-langkah pembelajaran nondirekif: (1) menciptakan sesuatu yang permisif melalui ekspresi bebas, (2) pengungkapan siswa mengemukakan perasaan, pemikiran dan masalah-masalah yang dihadapinya,guru menerima dan memberikan klarifikasi, (3) pengembangan pemahaman (insight), siswa mendiskusikan masalah, guru memberrikan dorongan, (4) perencanaan dan penentuan keputusan, siswa merencanakan dan menentukan keputusan, guru memberikan klarifikasi, (5) integrasi, siswa memperoleh pemahaman lebih luas dan mengembangkan kegiatan-kegiatan positif. IV. TEAM TEACHING A. Pendahuluan Berbicara tentang penyelenggaraan pendidikan di sekolah, tentu tidak terlepas dari peran serta guru dalam melaksanakan proses pembelajaran siswa, yang diwujudkan dalam bentuk interaksi belajar mengajar, baik antara pendidik dengan pendidik lainnya, pendidik dengan peserta didik, maupun peserta didik dengan peserta didik dan lingkungannya. Dalam menyelenggarakan pembelajaran formal, pendidik berpedoman pada rencana dan pengaturan tentang pendidikan, yang keseluruhannya dikemas dalam bentuk kurikulum. Dalam konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang saat ini sedang dikembangkan di Indonesia, peran guru untuk dapat mengimplementasikan dan mengembangkan kurikulum tampaknya bukan hal yang sederhana. Guru dituntut untuk dapat memenuhi sejumlah prinsip pembelajaran tertentu, diantaranya guru harus memperhatikan kebutuhan dan perbedaan individual, mengembangkan strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif, kreatif dan menyenangkan, serta menilai proses dan hasil pembelajaran siswa secara akurat dan komperhensif. Untuk dapat mengimplementasikan kurikulum dengan baik tampaknya masih ditemukan berbagai kendala, seperti persoalan rendahnya motivasi dan kemampuan guru itu sendiri, ratio antara guru dengan siswa yang tidak seimbang, dan keterbatasan sarana. Semua itu menuntut guru untuk dapat mengelola pembelajaran dan mengembangkan bentuk-bentuk strategi pembelajaran yang lebih tepat dan sesuai. Selama ini pada umumnya strategi pembelajaran yang dikembangkan di sekolah cenderung dilakukan secara soliter. Dalam arti, pengelolaan pembelajaran menjadi tanggung jawab guru yang bersangkutan secara individual, baik dalam merencanakan, melaksanakan, maupun menilai pembelajaran siswa. Ketika dihadapkan dengan tuntutan kurikulum yang sangat kompleks dan kondisi nyata yang kurang kondusif, guru seringkali menjadi tidak berdaya dan memiliki keterbatasan untuk dapat mengimplementasikan kurikulum sesuai dengan apa yang diharapkan dan digariskan dalam ketentuan yang ada. Dalam hal ini, strategi Team Teaching tampaknya bisa dijadikan sebagai alternatif untuk mengatasi permasalahan yang ada. Team Teaching merupakan salah satu bentuk strategi pembelajaran yang melibatkan dua orang guru atau lebih dalam proses pembelajaran siswa, dengan pembagian peran dan tanggung jawab secara jelas dan seimbang. Melalui strategi Team Teaching, diharapkan antar mitra dapat bekerja sama dan saling melengkapi dalam mengelola proses pembelajaran. Setiap permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran dapat diatasi secara bersama-sama. B. Konsep Dasar Team Teaching Dewasa ini, seiring dengan semakin modernnya sistem pendidikan dan tuntutan yang semakin berkembang, tak jarang sekolah-sekolah yang masih menggunakan strategi pembelajaran konvensional dalam melaksanakan proses pembelajarannya. Dalam proses pembelajaran dengan strategi konvensional ini, proses pembelajaran dilakukan secara soliter, artinya proses pembelajaran yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai kepada evaluasi pembelajaran siswa dilakukan oleh satu orang guru. Padahal sebenarnya, sekarang ini kurikulum pendidikan di Indonesia sudah makin berkembang. Telah banyak tuntutan-tuntutan yang ditujukan kepada guru. Saat ini, guru dituntut untuk lebih inovatif dan kreatif dalam menentukan/ memilih metode pembelajaran yang digunakan, yang tentunya harus disesuaikan dengan materi pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Selain itu, guru di era sekarang juga dituntut untuk lebih mengenal setiap individu dari diri siswa. Dan melihat ratio antara jumlah guru dan siswa yang tidak seimbang, tentu seorang guru tidak mungkin bisa menangani jumlah siswa yang banyak itu. Satu hal yang juga penting, bahwa yang namanya guru bukan berarti orang yang tahu akan segala hal. Dalam hal ini, setiap manusia tentulah memiliki kekurangan pengetahuan. Ini menunjukkan bahwa guru pun membutuhkan sosok lain yang bisa diajak kerja sama dalam menghadapi segala kesulitan yang ada pada saat melaksanakan proses pembelajaran. Jika melihat beberapa masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan, dalam hal ini pihak sekolah dan guru-guru dituntut daya kreatifitasnya dalam memilih strategi yang tepat agar segala tuntutan yang ditujukan terhadap guru khususnya itu dapat terpenuhi dengan maksimal. Dan tampaknya strategi Team Teaching merupakan cara tepat. Team Teaching merupakan strategi pembelajaran yang kegiatan proses pembelajarannya dilakukan oleh lebih dari satu orang guru dengan pembagian peran dan tanggung jawabnya masing-masing. Definisi ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Martiningsih (2007) bahwa “Metode pembelajaran team teaching adalah suatu metode mengajar dimana pendidiknya lebih dari satu orang yang masing-masing mempunyai tugas. Lebih lanjut Ahmadi dan Prasetya (2005) menyatakan bahwa Team teaching (pengajaran beregu) adalah suatu pengajaran yang dilaksanakan bersama oleh beberapa orang. Tim pengajar atau guru yang menyajikan bahan pelajaran dengan metode mengajar beregu ini menyajikan bahan pengajaran yang sama dalam waktu dan tujuan yang sama pula. Para guru tersebut bersama-sama mempersiapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil belajar siswa. Pelaksanaan belajarnya dapat dilakukan secara bergilir dengan metode ceramah atau bersama-sama dengan metode diskusi panel. Sebenarnya ada beberapa jenis dari strategi Team Teaching, sesuai yang dijelaskan oleh Soewalni S (2007), yaitu : 1. Semi Team Teaching : Tipe 1 = sejumlah guru mengajar mata pelajaran yang sama di kelas yang berbeda. Perencanaan materi dan metode disepakati bersama. Tipe 2a = satu mata pelajaran disajikan oleh sejumlah guru secara bergantian dengan pembagian tugas, materi dan evaluasi oleh guru masing-masing. Tipe 2b = satu mata pelajaran disajikan oleh sejumlah guru dengan mendesain siswa secara berkelompok. 2. Team Teaching Penuh Tipe 3 = satu tim terdiri dari dua orang guru atau lebih, waktu kelas sama, pembelajaran mata pelajaran / materi tertentu. Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi secara bersama dan sepakat. Adapun variasi Team Teaching Penuh menurut Soewalni S (2007) ialah : • Pelaksanaan bersama, seorang guru sebagai penyaji atau menyampaikan informasi, seorang guru membimbing diskusi kelompok atau membimbing latihan individual. • Anggota tim secara bergantian menyajikan topik/materi. Diskusi / tanya jawab dibimbing secara bersama dan saling melengkapi jawaban dari anggota tim. • Seorang guru (senior) menyajikan langkah latihan, observasi, praktek dan informasi seperlunya. Kelas dibagi dalam kelompok, setiap kelompok dipandu seorang guru (tutor, fasilitator, mediator). Akhir pembelajaran masing-masing kelompok menyajikan laporan (lisan/tertulis) dan ditanggapi bersama serta disimpulkan bersama. Namun, dari beberapa jenis Team Teaching yang dikemukakan oleh Soewalni S, penulis lebih condong ke jenis Team Teaching penuh, karena disana lebih terlihat nyata strategi Team Teaching-nya. Guru yang mengajar lebih dari satu orang, mereka mengajar di kelas yang sama dengan materi yang sama dan pada waktu yang sama, serta setiap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya pun dilakukan atas kesepakatan bersama. Hal ini sangat sesuai dengan prinsip pembentukan team dalam sebuah pelaksanaan tugas, bahwa segala sesuatunya yang berkaitan dengan misi pencapaian tujuan dilakukan secara bersama-sama, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai kepada evaluasi terhadap apa yang telah dilaksanakan. C. Tahapan Pembelajaran dengan Strategi Team Teaching 1. Tahap Awal a. Perencanaan Pembelajaran Disusun secara Bersama Perencanaan pembelajaran atau yang saat ini lebih populer dengan istilah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) harus disusun secara bersama-sama oleh setiap guru yang tergabung dalam Team Teaching. Agar setiap guru yang tergabung dalam team teaching memahami tentang apa-apa yang tercantum dalam isi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tersebut, mulai dari standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang harus diraih oleh siswa dari proses pembelajaran, sampai kepada sistem penilaian hasil evaluasi siswa. b. Metode Pembelajaran Disusun Bersama Selain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang harus disusun bersama oleh team, metode yang akan digunakan oleh mereka dalam proses pembelajaran Team Teaching pun harus direncanakan bersama-sama oleh anggota Team Teaching. Perencanaan metode secara bersama ini dilakukan agar setiap guru Team Teaching mengetahui alur proses pembelajaran dan tidak kehilangan arah pembelajaran. c. Partner Team Teaching Memahami Materi dan Isi Pembelajaran Guru sebagai partner dalam Team Teaching bukan hanya harus mengetahui tema dari materi yang akan disampaikan kepada siswa saja, lebih jauh dari itu, mereka juga harus sama-sama mengetahui dan memahami isi dari materi pelajaran tersebut. Hal ini agar keduanya bisa saling melengkapi kekurangan pengetahuan yang ada di dalam diri masing-masing. Terutama ini dapat dirasakan manfaatnya dalam penyampaian materi pada siswa dan menjawab pertanyaan-pertanyaan siswa atas penjelasan guru. d. Pembagian Peran dan Tanggung Jawab Secara Jelas Dalam Team Teaching, pembagian peran dan tanggung jawab masing-masing guru harus dibicarakan secara jelas ketika merencanakan proses pembelajaran yang akan dilaksanakan, agar ketika proses pembelajaran berlangsung di dalam kelas, mereka tahu peran dan tugasnya masing-masing. Tidak ada lagi yang namanya ketidakjelasan peran dan tanggung jawab dalam hal ini. 2. Tahap Inti • Satu guru sebagai pemateri dalam dua jam mata pelajaran penuh, dan satu orang sebagai pengawas dan pembantu team. • Dua orang guru bergantian sebagai pemateri dalam dua jam pelajaran, dalam hal ini berarti tugas sebagai pemateri dibagi dua dalam dua jam pelajaran yang ada. 3. Tahap Evaluasi a. Evaluasi Guru Evaluasi guru selama proses pembelajaran dilakukan oleh partner team setelah jam pelajaran berakhir. Evaluasi dilakukan oleh masing-masing partner dengan cara memberi kritikan-kritikan dan saran yang membangun untuk perbaikan proses pembelajaran selanjutnya. Dalam hal ini setiap guru yang diberi saran harus menerima dengan baik saran-saran tersebut, karena hakekatnya itulah kelebihan dari team teaching. Setiap guru harus merasa bahwa mereka banyak mengalami kekurangan dalam diri mereka, tidak merasa diri paling benar dan paling pintar. Evaluasi ini dilakukan di luar ruang kelas, ini dilakukan untuk menjaga image masing-masing guru dihadapan siswa. b. Evaluasi Siswa Evaluasi siswa dalam hal ini mencakup pembuatan soal evaluasi dan merencanakan metode evaluasi, yang semuanya dilakukan secara bersama-sama oleh guru Team Teaching. Atas kesepakatan bersama guru harus membuat soal-soal evaluasi yang akan diberikan kepada siswa, disini guru Team Teaching harus secara bersama-sama menentukan bentuk soal evaluasi, baik lisan ataupun tulisan, baik pilihan ganda, uraian, atau kombinasi antara keduanya. Satu hal yang tak kalah pentingnya adalah dalam evaluasi siswa, guru juga diharuskan merencanakan metode evaluasi. Perencanaan metode evaluasi siswa ini di dalamnya mencakup pembagian peran dan tanggung jawab setiap guru Team Teaching dalam pelaksanaan evaluasi, serta pembagian pos-pos pengawasan. PERMAINAN Game untuk Perkenalan Siapa Dia? Langkah-langkah : • Minta semua peserta untuk berdiri dan membentuk lingkaran • Minta seorang peserta untuk memperkenalkan nama dan satu hal lain mengenai dirinya dalam bentuk satu kalimat pendek (menyebut, hobi, atau tempat tinggal,), misal: Nama saya Retno, hobi baca buku. • Mintalah peserta kedua untuk mengulang kalimat peserta pertama, baru kemudian memperkenalkan dirinya sendiri, misal : teman saya Retno, hobi baca buku, saya Rahnat, hobi main catur. • Peserta ketiga harus mengulang kalimat 2 peserta sebelumnya sebelum memperkenalkan diri, demikian seterusnya sampai seluruh peserta memperoleh gilirannya. • Apabila peserta tidak dapat mengingat nama dan apa yang dikatakan 2 peserta lainnya, maka ia harus menanyakan langsung pada yang bersangkutan: ‘siapa nama Anda?’ atau ‘siapa nama Anda dan apa hobi Anda?’ Kisah Angka-Angka Permainan ini dipakai agar peserta mengenal satu sama lain dengan cara santai dan menghapuskan kekakuan. Langkah-langkah : • Mintalah seluruh peserta berhitung dari nomor 1 dan seterusnya sampai selesai (habis) • Minta setiap peserta mengingat nomor urutnya masing-masing dengan baik, jika perlu lakukan pengujian dengan menyebut secara acak beberapa angka dan minta peserta yang disebut nomornya untuk menyahut ‘ya’!, atau tunjuk beberapa orang peserta secara acak dan tanyakan ia nomor urut berapa. • Tegaskan sekali lagi apakah mereka benar – benar mengingat nomor urutnya masing – masing. • Setelah yakin, jelaskan bahwa Anda akan menyampaikan suatu berita atau suatu cerita tertentu di mana dalam sepanjang cerita itu akan disebut sejumlah angka – angka. Peserta yang disebut angka atau nomor urutnya diminta segera berdiri dan langsung meneriakkan namanya keras – keras kepada seluruh peserta lain. Jika terlambat 3 detik, peserta dikenakan hukuman ramai – ramai oleh peserta lain. • Tanyakan kepada peserta apakah mereka paham peraturan tersebut?, jika perlu ulangi sekali lagi dan berikan contoh. • Mulai bercerita, misalnya : saudara – saudara, latihan ini sebenarnya sudah direncanakan sejak lima bulan yang lalu, tapi karena beberapa hal, barulah tiga bulan yang lalu ada kejelasan dan kemudian dipersiapkan oleh delapan orang panitia ……….. dst. Atau cerita lain yang Anda karang sendiri pada saat itu ( yang penting, dalam cerita itu ada disebutkan angka – angka nomor urut peserta setiap satu kalimat atau setiap selang satu menit ). • Lakukan sampai separuh peserta tersebut nomornya atau seluruhnya (bergantung kepada kecepatan Anda dan peserta dan sesuai dengan waktu yang tersedia) • Lakukan diskusi dengan peserta tentang apa makna permainan ini dan dapat digunakan untuk apa saja dalam kegiatan latihan, termasuk perasaan – perasaan peserta sendiri. • Simpulkan Mencari Jodoh Langkah-langkah : • Buatlah kalimat pendek yang berhubungan dengan materi pelajaran yang akan diberikan , misal : Bersama Membangun Kepedulian. Kalimat yang dibuat sebanyak setengah dari jumlah peserta, kalau peserta 20 orang, harus disediakan 10 kalimat. • Pecahlah kalimat tersebut ke dalam dua bagian dan ditulis di kertas, satu kertas berisi kalimat “Bersama Membangun” dan satu kertas berisi kata “Kepedulian”. • Gulunglah kedua kertas yang berisi tulisan tadi. • Bagikan kertas – kertas tergulung yang sudah disiapkan sebanyak jumlah peserta (apabila peserta ganjil, satu orang berpasangan dengan pemandu sendiri ) • Minta peserta untuk membuka gulungan kertas masing – masing dan membaca isinya yaitu sepotong kalimat yang belum lengkap. • Minta peserta untuk mencari pasangannya masing – masing agar kalimat itu menjadi lengkap. • Minta setiap pasangan berkenalan dan mendiskusikan arti kalimat tersebut. • Minta peserta berkumpul lagi dan meminta setiap pasangan memperkenalkan pasangannya dan menyampaikan arti kalimat kepada peserta yang lain. Berdirilah Jika ………… Langkah-langkah : • Minta semua peserta untuk duduk membentuk lingkaran, lalu pemandu berdiri di tengah. • Jelaskan kepada peserta bentuk permainannya, yaitu setiap pemandu mengucapkan kalimat, peserta mengucapkan kalimat, peserta diminta berdiri apabila kalimat itu sesuai dengan dirinya; misal : “ Keluarga saya adalah keluarga pedagang….. “; “ Saya seorang perempuan yang berani bicara di depan publik……. “ dsb. • Ucapkan kalimat – kalimat yang relevan dengan keadaan peserta (jangan sampai ada peserta yang tidak pernah berdiri), contoh – contoh kalimat misalnya : - Saya adalah petugas lapangan - Saya lahir di pedesaan - Saya lahir di kota besar - Saya memiliki hobby membaca, dsb • Setelah selesai, minta seluruh peserta untuk memperkenalkan nama, asal, dan hal lain yang berkenaan dengan dirinya secara singkat. Game untuk menghangatkan, kerjasama dan komunikasi 1. Menghitung Mundur Dalam pendampingan terhadap kelompok belajar di tengah masyarakat atau siswa, kita sudah biasa menganggap bahwa masyarakat atau siswa hanyalah penerima informasi, dan bukan pemberi atau sumber informasi. Mengubah kebiasaan atau cara pandang yang sudah lama kita miliki, merupakan hal sulit. Kita biasanya selalu menggunakan kacamata kita. Kita menggunakan bahasa, simbol, gambar, informasi dan teknologi yang berasal dari ‘kebudayaan’ kita. Kita tidak memperhatikan apa kesulitan yang dialami masyarakat atau siswa untuk menerima hal–hal yang tidak biasa bagi mereka. Sebenarnya, program yang kita kembangkan perlu dinilai menurut kacamata masyarakat atau siswa, berdasarkan apa yang mereka butuhkan, dengan cara yang mudah diterima mereka. Langkah – langkah : • Minta peserta untuk berdiri mambentuk suatu lingkaran. Setiap peserta menghitung secara bergiliran mulai dari 1 sampai 50 (atau sejumlah peserta) • Pada saat menghitung, minta peserta memenuhi peraturan : setiap angka ‘tujuh’ atau ‘ kelipatan tujuh’, angka itu tidak disebutkan, melainkan diganti dengan tepuk tangan. • Apabila ada peserta yang salah melaksanakan tugasnya, maka permainan dimulai dari awal. • Sesudah 3 – 4 ronde, permainan tahap 1 selesai • Permainan tahap – 2 dimulai dengan cara yang sama seperti di atas, tetapi hitungannya dimulai dari angka 50 mundur terus sampai dengan angka 1. Peraturan yang diterapkan juga sama, yaitu setiap angka ‘tujuh’ atau angka ‘kelipatan tujuh’ , angka itu tidak disebutkan, melainkan diganti dengan tepuk tangan. • Setelah 3-4 ronde, permainan selesai. • Minta peserta untuk mendiskusikan : (1) Manakah yang lebih baik banyak terjadi kesalahan, cara 1 atau cara 2 ? (2) Mengapa demikian ? (3) Kira-kira, apa hubungannya permainan ini dengan cara kerja kita dalam kelompok belajar atau di tengah – tengah kehidupan masyarakat kita ( apakah mudah mengganti kebiasaan pendekatan dari atas dengan yang dari bawah ) ?. 2. Memahat Patung Permainan ini bisa dipakai untuk menyadarkan peserta bahwa manusia tidak bisa dibentuk sedemikian rupa oleh orang lain. Langkah – langkah : • Minta beberapa orang peserta untuk tampil ke depan; • Minta satu orang untuk menjadi pemahat patung, satu orang lainnya menjadi patung itu sendiri. • Minta pemahat patung untuk mulai bekerja menjadikan patung itu sesuai dengan keinginannya dengan cara membimbing posisi kepala, kaki, tangan, tubuh patungnya (misal : tangan kanan ke atas, tangan kiri memegang kepala, lutut kanan bertumpu di lantai, kepala belok ke kiri, dsb) • Minta patung untuk menuruti semua posisi yang diminta oleh pemahat (selama proses, pemahat dan patung tidak boleh saling berbicara) • Setelah selesai, ajukan pertanyaan kepada para pemahat : Apakah menyenagkan membuat patung sesuai keinginannya sendiri ? • Ajukan juga pertanyaan kepada para pemahat : Apakah menyenagkan untuk dibentuk sedemikian rupa oleh orang lain ? • Kemudian diskusikan bersama peserta : Apakah manusia bisa dibentuk sedemikian rupa oleh orang lain ? Apakah anak – anak bisa ? Apakah orang dewasa bisa ? Bagaimana tanggapan peserta tentang permainan ini ? 3. Memasukan Spidol ke Botol Langkah–langkah : • Jelaskan kepada peserta bahwa sebelum membahas modul, akan dimulai dengan permainan memasukkan pensil ke dalam botol. Sebelum permainan dimulai siapkan terlebih dahulu sebuah botol yang bisa dimasuki pensil. Sebuah pensil yang diikat oleh 4 utas tali rapia, dengan panjang masing – masing 2 meter. Tali rapia tersebut harus bisa ditarik ke empat arah yang berbeda. • Mintalah 8 orang peserta sebagai sukarelawan, sedangkan peserta lain menjadi pengamat. • Tugaskan 8 orang peserta tersebut untuk berpasangan (menjadi 4 pasang), pasangan – pasangan tersebut berdiri membentuk lingkaran dimana di tengah – tengah lingkaran diletakkan sebuah botol. Salah seorang dari setiap pasangan ditutup matanya dan bertugas untuk memegang tali rapia yang mengikat pensil. Pasangan yang tidak ditutup matanya, berdiri di belakang yang ditutup matanya dan memberikan perintah (aba – aba) untuk memasukkan pensil tersebut ke dalam botol. • Apabila peserta belum berhasil memasukkan pensil ke dalam botol, mintalah mereka untuk mencoba beberapa kali sampai berhasil. • Setelah selesai permainan, tanyakan kepada peserta : • Mengapa mereka memilih pasangannya masing – masing? • Cukup mudahkah atau susah untuk memasukkan pensil ke dalam botol? • Kalau mudah apa saja faktor yang mempengaruhi hal tersebut menjadi mudah? • Apabila susah, apa saja yang membuat hal tersebut menjadi susah? • Apa yang dirasakan oleh pasangan yang matanya ditutup? • Adakah interaksi atau komunikasi antara pasangan yang satu dengan pasangan yang lain? • Tanyakan kepada para pengamat, apa yang mereka amati selama proses permainan berlangsung? Dari pertanyaan tersebut temukan kata kunci dari peserta : untuk dapat berhasil memasukkan pensil ke dalam botol, memerlukan kerjasama di antara mereka, tanpa kerjasama akan sulit untuk mencapai tujuan bersama. • Bahas bersama peserta faktor–faktor yang bisa mempengaruhi dan menghambat kerjasama. DAFTAR PUSTAKA Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta: PT Gramedia. Cet. Ke-5. Asep Jihad dan Muhtadi Abdullah. 2008. Guru Profesional. Bandung: PT Cipta Persada. Cet. Ke-10. Azhar Arsyad. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada. Desty Henrliniar. 2004. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips Terhadap Pemahaman Siswa pada Materi Pokok Bekerja Dengan Metode Ilmiah Di SMA Negeri I Kuningan. Universitas Kuningan: Pendidikan Biologi. E. Usman Effendi dan Juhaya S. Praja. 1984. Pengantar Psikologi. Bandung: Angkasa. Ihat Hatimah, dkk. 2008. Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan. Jakarta: Universitas Terbuka. Kiranawati. 2007. Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation). http: //gurupkn.wordpress.com/ 2007/11/13/ metode-investigasi-kelompok-group-investigation/. (Diakses tgl 13 November 2007). Kunandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. M. Ngalim Purwanto. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mcklar. 2008. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Group Investigation Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Diklat. http://one.indoskripsi.com/ judul-skripsi/ skripsi-lainnya/ penerapan-pembelajaran-kooperatif-model-group- investigation- untuk- meningkatkan- motivasi- dan- has. (Diakses tgl 11 Juni 2008). Mohammad Ali, dkk. 1984. Bimbingan Belajar. Bandung: CV. Sinar Baru. Mohamad Surya. 2004. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. Muslimin Ibrahim, et.al.. 2001. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press. Cet. Ke-2. Nana Sudjana. 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya. Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nunu Nurnaasih. 2007. Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Komunikasi Matematik Melalui Pembelajaran Kontekstual. FLIP UNSWAGATI. Peter Salim. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern Englliss Press. Cet.ke-1. S. Nasution. 1986. Didaktik Azas-Azas Mengajar. Bandung: Jemmars. Siti Maesaroh. 2005. Efektivitas Penerapan Pembelajaran Kooperatif Dengan Metode Group Investigation Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Slameto. 2004. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta. Cet. Ke-4. Syaiful Djamarah dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Udin S. Winaputra. 2001. Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Universitas Terbuka. Cet. Ke-1. W.S. Winkel. 1986. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar